Saturday, January 29, 2011

Konsep Implementasi Kebijakan

Implementasi dalam kamus besar Webster dalam Widodo (2008) diartikan sebagai “to provide the means for carrying out” (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); “to give practical effect to” (menimbulkan dampak / akibat terhadap sesuatu). Implementasi berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan suatu kebijakan dan dapat menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu tertentu.Konsep implementasi diatas memberi pengertian bahwa implementasi adalah perbuatan melakukan sesuatu yang pada akhirnya akan memberikan dampak terhadap sesuatu yang merupakan objek dari implementasi itu sendiri.
Pengertian ini diperkuat oleh pendapat Ripley dan Franklin dalam Winarno (2007) tentang definisi implementasi : Implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible output).

Sedangkan Grindle dalam Winarno (2007) memberikan pandangan tentang implementasi dengan mengatakan bahwa :Secara umum tugas implementasi adalah membentuk suatu kaitan (linkage) yang memudahkan tujuan-tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah.
Pendapat Jones lebih luas dibandingkan dengan pendapat kedua penulis di atas. Menurut Jones dalam Widodo (2008), implementasi diartikan sebagai “Getting the job done and doing it”(menyuruh menyelesaikan pekerjaan dan melakukannya) and “a process of getting additional resources so as to figure out what is to be done”(implementasi adalah sebuah proses dalam mendapatkan sumber daya tambahan sehingga dapat mengukur apa-apa yang telah dikerjakan).
Menurut Mazmanian, Daniel A dan Sabatier Paul A. dalam Widodo (2008), mengemukakan bahwa implementasi Kebijakan pemerintah mengandung makna tertentu, yaitu “To understand what actually happens after a programs is enacted or formulated is the subject of policy implementation. Those events and activities that occur after the issuing of authoritative public policy directives, which included both the effort to administer and the substantive impacts on people and events”(memahami apa yang seharusnya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk meng-administrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian”).
Dalam prakteknya implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis dengan adanya intervensi berbagai kepentingan. Untuk melukiskan kerumitan dalam proses implementasi tersebut dapat dilihat pada pernyataan yang dikemukakan oleh seorang ahli studi kebijakan Eugene Bardach yang dikutip oleh Leo Agustino (2006:138), yaitu “Adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus di atas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk cara yang memuaskan semua orang termasuk mereka anggap klien”.
Sedangkan, Van Meter dan Van Horn yang masih dikutip oleh Leo Agustino (2006:139), mendefenisikan implementasi kebijakan sebagai “Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan”.
Menurut Dunn (2003) bahwa kebijakan dapat dinilai baik atau tidaknya tentunya dilihat dari proses sebuah kebijakan, implementasi kebijakan dan hasil evalusi kebijakan, implementasi kebijakan berarti pelaksanaan dan pengendalian arah tindakan kebijakan sampai dicapainya hasil kebijakan, implementasi kebijakan pada dasarnya merupakan aktivitas praktis yang dibedakan dari formulasi kebijakan dan pada dasarnya bersipat teoritis.
Tahap implementasi merupakan tahap yang penting dan kritis yang memerlukan kerjasama segenap pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan suatu kebijakan. Sebelum suatu program dilaksanakan, dilakukan persiapan yang matang dalam segala hal yang menyangkut program, misalnya organisasi, tenaga kerja termasuk kualifikasi orang-orang yang terlibat didalamnya. Dalam siklus pengelolaan program, setelah langkah persiapan dan persetujuan pihak yang berwenang, akan tiba pada tahap implementasi yang merupakan operasionalisasi keputusan-keputusan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Namun perlu diingat bahwa terdapat faktor-faktor penyebab kegagalan implementasi yang dikemukakan oleh Hoogerwerf (1983), sebagai berikut :
1. Isi Kebijakan
Implementasi kebijakan dapat gagal karena; (1) samar-samarnya isi kebijakan (tujuan-tujuan tidak dapat terinci), sarana dan penentuan prioritas, program kebijakan yang terlalu umum atau sama sekali tidak ada, (2) kurangnya ketetapan intern dan ekstern dari kebijakan yang akan dilaksanakan, (3) kadang-kadang perundang-undangan mempunyai begitu banyak lubang, sehingga tanpa banyak kesulitan obyek-obyek kebijakan dapat mengelaknnya, hal mana dapat mematahkan semangat para pelaksana, (4) kurang sumber-sumber pembantu (waktu, uang dan tenaga manusia).
2. Informasi
Kurangnya informasi dari para faktor terhadap ojek kebijakan dan struktur komunikasi yang serba kurang antara organisasi pelaksana dan obyek dukungan.
3. Dukungan
Pelaksana suatu kebijakan akan dipersulit jika pelaksana tidak cukup dukungan untuk suatu kebijakan. Juga kurang kesediaan obyek-obyek kebijakan untuk kerja sama pada pelaksana, serta obyek-obyek kebijakan “terikat” kepada kegiatan-kegiatan tertentu oleh kewajiban-kewajiban sesuai dengan undang-undang, kepatuhan dari obyek-obyek kebijakan sedikit, jika peraturan-peraturan ini bertentangan dengan pendapat yang dianut oleh obyek-obyekkebijakan, atau keputusan mereka.
4. Pembagian potensi
Gagalnya suatu kebijakan dapat pula disebabkan karena adanya pembagian potensi diantara aktor-aktor yang terlibat didalamnya dan adanya pembagian wewenang dan tanggung jawab yang tidak disertai dengan pembatasan-pembatasan yang jelas, serta adanya desentralisasi dalam pelaksanaan.
Nugroho (2003) mengutamakakan dua pilihan langkah dalam implementasi kebijakan yaitu :
1. Langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program
2. Melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan publik tersebut.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa fungsi implementasi itu ialah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran kebijakan negara diwujudkan sebagai hasil akhir kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Sebab, fungsi implementasi mencakup pula penciptaan apa yang dalam ilmu kebijakan negara disebut sistem penyampaian kebijakan negara yang biasanya terdiri dari cara-cara atau sasaran-sasaran tertentu yang dirancang secara khusus serta diarahkan menuju terciptanya tujuan-tujuan dan sasaran yang dikehendaki.
Berdasarkan pendapat di atas, nampak bahwa implementasi kebijakan tidak hanya terbatas pada tindakan atau perilaku badan alternatif atau unit birokrasi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan kepatuhan dari target group, namun lebih dari itu juga berlanjut dengan jaringan kekuatan politik sosial ekonomi yang berpengaruh pada perilaku semua pihak yang terlibat dan pada akhirnya terdapat dampak yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan.

No comments:

Lagu Kei "WATAT"

NEN NEN O DEN BE O, NEN NEN O DEN BE O TANAT NA HU DANG BO NA EN SAR O NEN O MATAM DAN BE O, NEN O MATAM DAN BE O UM VAL WAHAM DO FO MLI...