Monday, March 22, 2010

Birokrasi

A. Konsep Birokrasi

Birokrasi berasal dari dari bahasa inggris Bureaucracy yakni Bereau (meja) dan Cratein (kekuasaan) yang berart kekuasaan berada pada orang-orang yang berada dibelakang meja. Beberapa ahli atau pakar memberikan gambaran atau definisi tentang birokrasi salah satunya adalah Albrow (1996) : menyimpulkan tujuh konsep modern tentang birokrasi yakni : (1).Birokrasi sebagai organisasi rasional, (2).Birokrasi sebagai ineffensia organisasi, (3). Birokrasi sebagai kekuasaan yang dijalankan oleh pejabat, (4). Birokrasi sebagai administrasi public, (5). Birokrasi sebagai administrasi yang dijalankan oleh pejabat, (6). Birokrasi sebagai sebuah organisasi dan (7). Birokrasi sebagai masyarakat modern.

Ahli lain yang turut memberikan sumbangsih pemikiran adalah Max Weber (birokrasi adalah tata cara penyelenggaraan suatu organisasi), dan Blau&Mayer (menyebut birokrasi sebagai tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administrative yang besar dengan cara mengkoordinasikan secara sistematis pekerjaan dari banyak orang dalam suatu organisasi).

Birokrasi dapat dibedakan dalam tiga konsep yakni birokrasi pemerintahan, birokasi umum dan birokrasi pelayanan (Thoha, 1987).

Secara umum menurut Carino birokrasi meletakkan aparatur pemerintah atau pegewai negeri sebagai mesin birokrasi yang harus netral. Netralitas disini memiliki makna bahwa pegawai negeri berkeinginan dan harus mampu melayani secara adil dan bebas dari keberpihakan partai politik atau kelompok kepentingan dalam arti bahwa didalam menjalankan tugas sebagai penyelenggara pelayanan publik (masyarakat) pemerintah harus betul-betul memberikan pelayanan yang prima atau yang betul-betul memuaskan kepada pelangggan dalam hal ini publik tanpa memandang dari segi apa ada mana masyarakat itu berasal. Pertanyaan kemudian muncul, apakah pemerintah sejauh ini telah memberikan standar pelayanan prima kepada publik ? ataukah fungsi birokrasi yang bertumpu kepada pelayanan public justru sama sekali tidak dijalankan.

B. Masalah Kekinian Birokrasi Pemerintahan

Birokrasi sebenarnya tidak secara mutlak melekat kepada pemerintahan, yang dinamakan birokrasi bisa saja dipergunakan di organisasi mana saja. Akan tetapi untuk memudahkan pemahaman dalam tugas ini kita bahas seja birokrasi dalam perspektif pemerintah.

Menurut Ryaas Rasyid tugas pokok pemerintah dibagi menjadi 3 (tiga) fungsi yang hakiki yakni :

1. Pelayanan (service)

2. Pemberdayaan (empowerment)

3. Pembangunan (development)

Ketiga fungsi ini harus dilakukan oleh pemerintah untuk membangun sebuah pemerintahan yang baik dan benar.

Fungsi utama birokrasi pemerintah adalah memberikan regulation dan service (Rakhmat,2009) dengan demikian pemerintah memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam menyatukan masyarakat di suatu daerah. Namun dalam konteks pelayanan kepada masyarakat masih sangat jauh dari harapan, masih sangat banyak masyarakat yang belum mendapatkan pelayanan oleh pemerintah yang meliputi pemberian pelayanan, peningkatan kemampuan masyarakat dan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Kurangnya fungsi pelayanan birokrasi ini lebih disebabkan karena keterbatasan sumber daya maupun adanya suatu budaya kekuasaan yang kurang berpihak pada masyarakat.

Memang dalam penyelenggaraan pemerintahan dewasa ini kita mesti sepakat bahwa kesepuluh indiator di atas masih sering terjadi dalam birokrasi pemerintah. Pelayanan pada umumnya dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan (front line staff) untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan dilain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan, juga sangat sulit. Ini baru ditinjau dari segi pelayanan, belum lagi apabila kita melihat masalah yang timbul dari dampak pemberdayaan dan pembangunan yang belum sesuai dengan tujuannya akibatnya berbagai masalah muncul silih berganti dan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan.

Menurut Flippo ada 10 bentuk penyalahgunaan wewenang dalam birokrasi pemerintahan oleh pejabat publik antara lain :

1. Ketidakjujuran;

2. Perilaku yang buruk;

3. Konflik kepentingan (membuat keputusan yang menguntungkan pribadi atau kelompok);

4. Melanggar peraturan perundang-undangan;

5. Perlakuan yang tidak adil terhadap bawahan;

6. Pelanggaran terhadap prosedur;

7. Ineffisiensi ;

8. Tidak menghormati kehendak peraturan perundangan;

9. Menutup-nutupi kesalahan;

10. Kegagalan mengambil prakarsa.

Harus ada sebuah perubahan yang terstruktur sehingga diharapkan birokrasi dapat tumbuh dan berjalan sesuai dengan harapan dalam menjawab tantangan pembangunan

C. Birokrasi Yang Efektif Mewujudkan Good Governance

Agar birokrasi pemerintahan kembali kepada fungsinya yakni memberikan pelayanan yang baik didalam mewujudkan suatu good governance maka menurut Ismail Mohamad birokrasi pemerintahan sebagai organisasi perlu dilakukan hal-hal berikut :

1. Penetapan Standar Pelayanan

Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting dalam pelayanan publik. Standar pelayanan merupakan suatu komitmen penyelenggara pelayanan untuk menyediakan pelayanan dengan suatu kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar perpaduan harapan-harapan masyarakat dan kemampuan penyelenggara pelayanan. Penetapan standar pelayanan yang dilakukan melalui proses identifikasi jenis pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi dan misi pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan biaya pelayanan. Proses ini tidak hanya akan memberikan informasi mengenai standar pelayanan yang harus ditetapkan, tetapi juga informasi mengenai kelembagaan yang mampu mendukung terselenggaranya proses manajemen yang menghasilkan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Informasi lain yang juga dihasilkan adalah informasi mengenai kuantitas dan kompetensi-kompetensi sumber daya manusia yang dibutuhkan serta distribusinya beban tugas pelayanan yang akan ditanganinya.

2. Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP)

Untuk memastikan bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten diperlukan adanya Standard Operating Procedures. Dengan adanya SOP, maka proses pengolahan yang dilakukan secara internal dalam unit pelayanan dapat berjalan sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga dapat berjalan secara konsisten.

3. Pengembangan Survey Kepuasan Pelanggan

Untuk menjaga kepuasan masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme penilaian kepuasan masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dalam konsep manajemen pelayanan, kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila produk pelayanan yang diberikan oleh penyedia pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Oleh karena itu, survey kepuasan pelanggan memiliki arti penting dalam upaya peningkatan pelayanan publik;

4. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan

Pengaduan masyarakat merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggara pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu didisain suatu sistem pengelolaan pengaduan yang secara dapat efektif dan efisien mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan bagi perbaikan kualitas pelayanan.

Sedangkan untuk aparat birokrasi pemerintahan sendiri perlu dilakukan ahal-hal berikut :

1. Rekrutmen yang sesuai dengan kemampuan;

2. Mutasi atau promosi berdasarkan kompetensi;

3. Keteladanan dalam sikap dan perilaku;

4. Kesempatan pengembangan diri bagi yang berpotensi;

5. Memberikan kewenangan kerja;

6. Memberikan reward yang pantas sesuai prestasi;

7. Menegakkan disiplin secara objektif;

8. Mencptakan sense of enterpreneurhsip (ada kemandirian pada aparat birokrasi).

Dengan demikian kita berharap birokrasi pemerintah dapat memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada publik sesuai dengan apa yang menjadi fungsi dan tugasnya dengan disertai harapan agar tidak terjadi kesalahan atau kekurangan dalam pemberian pelayanan sehingga akan terwujud good governance.

Monday, March 8, 2010

Aplikasi Manajemen Pengetahuan Bagi Pembelajaran Organisasi

Pada era informasi memunculkan karakteristik masyarakat informasi dimana keberadaan informasi menjadi sangat penting dan menjadi salah satu kebutuhan pokok bagi setiap orang. Bagi masyarakat informasi banyak aspek kehidupan sangat bergantung kepada informasi. Tanpa informasi, kehidupan masyarakat informasi tidak akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan, dan didalam melakukan setiap kegiatannya, masyarakat informasi akan selalu membutuhkan informasi dan semakin menuntut informasi yang cepat, aktual, akurat, dan relevan. Informasi tersebut senantiasa mengisi segala aspek kehidupan, mulai dari lingkup individu, keluarga, sosial, hingga lingkup kelompok dan organisasi. Begitu pula bagi suatu organisasi, apapun jenis organisasinya, informasi merupakan salah satu jenis sumberdaya yang paling utama. Karena informasi, orang-orang di dalam suatu organisasi memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sehingga informasi menjadi penuntun bagi siapapun saat melakukan aktivitas keorganisasian. Dari sinilah kemudian muncul apa yang dinamakan pengetahuan.

Pengetahuan dari organisasi dapat menjadikan organisasi tersebut memahami tujuan keberadaannya. Diantara tujuan yang terpenting adalah bagaimana organisasi memahami cara mencapai tujuannya. Organisasi-organisasi yang sukses, adalah organisasi yang secara konsisten menciptakan pengetahuan baru dan menyebarkannya secara menyeluruh didalam organisasinya, dan secara cepat mengadaptasinya kedalam teknologi dan produk serta layanan mereka. Melihat perannya yang begitu penting bagi suatu organisasi, maka semua pengetahuan yang dimiliki oleh suatu organisasi harus dikelola dengan baik, sehingga pengetahuan tersebut dapat berperan optimal untuk organisasinya. Bentuk dan kemampuan organisasi dalam mengelola pengetahuan sangat mempengaruhi kualitas pengetahuan yang dihasilkan dan juga akan mempengaruhi kualitas hubungan atau integrasi di antara komponen-komponennya.

Sehubungan dengan paparan tersebut, akhir - akhir ini banyak organisasi yang telah menjadikan manajemen pengetahuan (Knowledge Management) sebagai salah satu strategi untuk menciptakan nilai, meningkatkan efektivitas dan produktifitas organisasi, serta keunggulan kompetitif organisasi. Mereka mulai menerapkan manajemen pengetahuan dalam rangka peningkatan kinerja usaha dan daya tahan organisasi mereka. Dalam lingkungan yang sangat cepat berubah, pengetahuan akan mengalami keusangan oleh sebab itu perlu terus menerus diperbarui melalui proses pembelajaran.

Pengetahuan manusia dimulai sejak manusia mengenal informasi, yaitu informasi mengenai apa yang sedang terjadi, apa yang telah dikatakan, bagaimana terjadinya, atau apa yang sedang dipikirkan. Kemudian informasi yang didapat selanjutnya diteruskan kepada orang lain melalui komunikasi. Komunikasi berlangsung antara manusia dengan manusia, baik itu komunikasi secara langsung maupun tidak langsung. Kemudian, pengetahuan dan informasi tersebut bergerak dinamis melalui organisasi dalam berbagai cara, tergantung bagaimana organisasi memandangnya. Jika kita melihat situasi saat ini, dimana hal yang pasti adalah ketidakpastian, maka ada satu hal pasti yang akan menjadi sumber utama organisasi untuk mendapatkan keberhasilan jangka panjang dan untuk tetap kompetitif, hal tersebut adalah pengetahuan. Pengetahuan bagi organisasi merupakan modal intelektual yang dapat dibeda-bedakan menurut jenis pengetahuan yang dimiliki seseorang.

Dilihat dari jenisnya, ada dua jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan explicit dan pengetahuan tacit. Seperti yang dikemukakan oleh Polanyi; Pengetahuan juga bisa dibagi menurut pengetahuan tacit dan explicit (Polanyi, 1967).

  • Tacit

Tersimpan dalam pikiran manusia, sulit diformulasikan (misalnya keahlian seseorang)

Penting untuk kreatifitas dan inovasi

Dikonversikan ke eksplisit dengan eksternalisasi

Misalnya pengalaman bertahun-tahun yang dimiliki oleh ahli

· Explisit

Dapat dikodifikasi/formulasi

Dikonversikan ke tacit dengan pemahaman dan penyerapan

Misalnya dokumen, database, materi audio visual dll

Pengetahuan eksplisit dapat diungkapkan dengan kata-kata dan angka, disebarkan dalam bentuk data, rumus, spesifikasi, dan manual. Pengetahuan tacit sifatnya sangat personal, sulit diformulasikan sehingga sulit dikomunikasikan dan disebarkan kepada orang lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa Explicit Knowledge merupakan bentuk pengetahuan yang sudah terdokumentasi/ terformalisasi, mudah disimpan, diperbanyak, disebarluaskan dan dipelajari. Contoh manual, buku, laporan, dokumen, surat, file-file elektronik, dsb.

Sedangkan Tacit Knowledge, merupakan bentuk pengetahuan yang masih tersimpan dalam pikiran manusia. Misalnya gagasan, persepsi,cara berpikir, wawasan, keahlian/kemahiran, dan sebagainya.

Menurut Polanyi, selalu ada pengetahuan yang akan tetap tacit, sehingga proses menjadi tahu (knowing) sama pentingnya dengan pengetahuan itu sendiri. Selain itu, ada pandangan yang menganggap bahwa semua pembelajaran terjadi di dalam kepala manusia, sebuah organisasi belajar melalui dua cara saja :

(a) Dengan kegiatan belajar anggota – anggotanya

(b) Dengan menyerap anggota baru yang memiliki pengetahuan yang tidak dimiliki organisasi itu (Simon, 1991: 126).

Sedangkan menurut Moran dan Goshal (1996), pengetahuan diciptakan melalui dua cara, yaitu : penggabungan (kombinasi) dan pertukaran. Dalam situasi di mana pengetahuan dimiliki oleh pihak – pihak yang berbeda, maka pertukaran merupakan prasyarat bagi penggabungan pengetahuan. Modal intelektual pada umumnya diciptakan melalui proses penggabungan pengetahuan dari pihak berbeda, sebab itu, modal ini tergantung kepada pertukaran antar pihak yang terlibat. Kadang – kadang pertukaran ini melibatkan perpindahan pengetahuan explicit, baik yang dimiliki secara individual maupun kolektif.

Di sisi lain, I Made Wiryana dan Ernianti Hasibuan (2002) memiliki pandangan lain tentang pengetahuan. Mereka mengelompokkan knowledge (pengetahuan) menjadi 3 jenis yaitu :

· Tacit knowledge

Pada dasarnya suatu informasi akan menjadi tacit knowledge ketika diproses oleh pikiran seseorang. Knowledge jenis ini biasanya belum dikodifikasikan atau disusun dalam bentuk tertulis. Dalam knowledge ini termasuk intuisi, cognitive knowledge. Tacit knowledge seperti intuisi, dan pandangan biasanya sangat sulit untuk dikodifikasikan. Biasanya pengetahuan ini terkumpul melalui pengalaman sehari-hari pada pelaksanaan suatu pekerjaan. Pengetahuan jenis ini akan menjadi explicit knowledge ketika dikomunikasikan kepada pihak lain dengan format yang tepat (tertulis, grafik dan lain sebagainya).

· Explicit Knowledge

Pengetahuan yang telah dikodifikasi atau dieksplisitkan. Jadi biasanya telah direpresentasikan dalam suatu bentuk yang tertulis dan terstruktur pengetahuan jenis ini jelas lebih mudah direkam, dikelola dan dimanfaatkan serta ditransfer ke pihak lain.

· Shared KnowledgeExplicit knowledge yang digunakan bersama-sama pada suatu komunitas.

Dalam suatu komunitas, agar terjadi akselerasi dalam domain pembahasan pengetahuan itu sendiri, maka biasanya tacit knowledge akan ditransformasikan menjadi explicit knowledge. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat tulisan, laporan dan lain sebagainya. Memang tidak semua tacit knowledge dapat diubah menjadi explicit knowledge. Pada tahapan berikutnya agar dapat dimanfaatkan oleh komunitas, ataupun agar dapat dilakukannya peer-review untuk perbaikan, pengetahuan itu sendiri akan dicoba ditransformasikan sebagai suatu bentuk shared knowledge yang dapat digunakan bersama-­sama oleh anggota komunitas. Hal ini misal dilakukan melalui media publikasi.

Aspirasi tentang nilai pengetahuan dalam kegiatan seseorang sama sekali bukan hal baru, dan sudah menjadi bahan pembicaraan para filsuf sejak Socrates. Khususnya yang berkaitan dengan manajemen pengetahuan (knowledge management) juga bukan hal baru; berbagai pemikiran tentang peran pengetahuan dalam organisasi dan bisnis sudah marak sejak 1987, sebagaimana digambarkan oleh Amidon (1998) yang menyatakan bahwa penulis – penulis Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa sejak awal telah menganjurkan integrasi antara pengetahuan di dalam diri manusia dengan organisasi tempat mereka bekerja, agar tercipta inovasi yang terus menerus. Pemikiran tentang “kekayaan tak berwujud”, organisasi yang berdasarkan “knowhow” dan “organisasi yang belajar”, berkembang sepanjang akhir 1980-an dan awal 1990-an.

Minat berbagai organisasi untuk menerapkan manajemen pengetahuan (knowledge management) sangatlah besar. Menurut sebuah studi di tahun 1997, walaupun hanya 28 persen organisasi terbesar di AS dan Eropa mengaku sudah menerapkan manajemen pengetahuan saat survey dilakukan, 50 % lainnya sedang bersiap – siap melaksanakan dan 93 % menyatakan sudah membuat rencana. Tiga tahun setelah itu, sebuah studi lain menunjukkan bahwa 80 % dari organisasi – organisasi terbesar di dunia menerapkan manajemen pengetahuan (Smith dan Farquhar, 2000).

Pada awal kepopulerannya, manajemen pengetahuan banyak sekali dipengaruhi oleh pertimbangan – pertimbangan teknologi informasi. Bahkan dapat dikatakan, bahwa pada awalnya teknologi informasi, terutama yang bisa menciptakan jaringan organisasi (interp rise-wide network) dan dianggap sebagai inti dari manajemen pengetahuan. Organisasi menerapkan teknologi informasi dengan harapan agar para pegawai berbagi pengetahuan (knowledge sharing). Pada sistem informasi konvensional biasanya sudah dapat mendukung explicit knowledge. Tetapi masih sedikit dukungan terhadap tacit knowledge. Menyajikan suatu sarana untuk dapat saling menggunakan tacit knowledge merupakan tantangan manajemen pengetahuan di masa depan. Jadi pada dasarnya, pada suatu komunitas ilmiah untuk suatu disiplin ilmu akan terjadi proses kodifikasi tacit knowledge menjadi explicit knowledge. Bentuk explicit knowledge inilah yang akan di''shared'' kepada komunitas. Maka, sebagai aset intelektual, pengetahuan perlu diperbarui, diuji, dimutahirkan, dialihkan, diakumulasikan, agar tetap memiliki nilai.

Oleh karena itu, pengetahuan harus dikelola sebaik-baiknya oleh organisasi yang bersangkutan. Pengetahuan diolah sedemikian rupa melalui pendekatan yang sekarang dikenal dengan manajemen-pengetahuan atau Knowledge Management .

Manajemen Pengetahuan yang diusahakan untuk mengikat secara eksplisit informasi dan pengetahuan terstuktur yang ada di organisasi. Sehingga, tujuan utama dari manajemen pengetahuan adalah untuk meningkatkan komunikasi antar individu, meningkatkan kualitas keputusan, sehingga akan mempercepat perkembangan ke bidang baru, membuat hasil kerja lebih cepat, meningkatkan kerjasama, dan secara keseluruhan memuaskan pengguna.

Manajemen pengetahuan awalnya memang cenderung didominasi oleh dunia bisnis. Terutama oleh organisasi – organisasi yang berorientasi pada bidang bisnis. Mereka menerapkan manajemen pengetahuan dalam rangka peningkatan kinerja usaha dan daya tahan organisasi. Bahkan secara spesifik, sisi bisnis melihat pengetahuan sebagai faktor produksi, sebagaimana Burton-Jones (1999) dalam bukunya yang berjudul Knowledge Capitalism mengatakan, . . .knowledge is transformating the nature of production and thus work, jobs, the firm, the market, and every aspect of economic activity (h.5). lebih jauh, ia juga mengatakan bahwa . . .mental exertion is replacing physical extertation (h.22), sehingga kemudian ia menyimpulkan bahwa . . . the principlal functions of the firm will be knowledge coordination, protection, and integration (h.43).

Manajemen pengetahuan berakar pada banyak sekali disiplin ilmu, dengan demikian banyak sekali definisi mengenai manajemen pengetahuan itu sendiri. Definisi itu juga makin bervariasi dilihat dari cara organisasi menggunakan dan memanfaatkan pengetahuan. Cara pandang terhadap pengetahuan juga menentukan definisi manajemen pengetahuan tersebut, misalnya cara pandang mengenai kepemilikan pengetahuan akan mengarahkannya pada pengetahuan yang terkodifikasi yang dilindungi oleh hak cipta dan paten.

Beberapa dari definisi tersebut diantaranya, manajemen pengetahuan adalah proses sistematis untuk menemukan, memilih, mengorganisasikan, menyarikan dan menyajikan informasi dengan cara tertentu yang dapat meningkatkan penguasaan karyawan dalam suatu bidang kaji yang spesifik. Manajemen pengetahuan adalah proses dari organisasi untuk menciptakan kesejahteraan dari aset intelektualnya dan aset pengetahuannya.

Definisi lain tentang manajemen pengetahuan dikemukakan pula oleh Jerry Honeycutt, menurutnya manajemen pengetahuan adalah suatu disiplin yang memperlakukan modal intelektual aset yang dikelola (Jerry Honeycutt, 2000). Sebab, konsep manajemen pengetahuan (Knowledge Management) pada dasarnya adalah berkembang dari kenyataan bahwa dimasa sekarang dan dimasa depan, aset utama sebuah organisasi agar mampu berkompetisi adalah aset intelektual atau pengetahuan bukan aset kapital. Secara umum manajemen pengetahuan merupakan teknik atau cara untuk mengelola pengetahuan dalam organisasi untuk menciptakan nilai dan meningkatkan keunggulan kompetitif.

Untuk itu, organisasi membutuhkan bukan lagi sekedar Basis Data (Database) tetapi Basis Pengetahuan (Knowledge Base) yang baik. Basis Pengetahuan baru bisa terbentuk bila organisasi tersebut mengetahui apa saja sumberdaya yang mereka miliki dan apa saja yang bisa dimanfaatkan serta bagaimana melakukannya. Setiap organisasi melaksanakan manajemen pengetahuan dengan cara berbeda. Masing – masing memiliki aset pengetahuan dan tantangan yang unik di dalam organisasi mereka sendiri. Masing – masing memiliki proses dan dapat mengukur sukses dengan cara berbeda. Karena itu, solusi manajemen pengetahuan merupakan hal yang unik bagi organisasi atau organisasi yang menerapkannya. Dalam mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan adanya SDM yang memiliki Pengetahuan (Knowledge), Gagasan (Idea), Keahlian (Skill) serta Pengalaman (Experience) untuk dapat membentuk SDM yang superior yang menjadi aset penting bagi organisasi. Keempat unsur tersebut di atas merupakan modal yang tidak akan habis atau hilang begitu saja. Berbeda dengan unsur finansial yang akan habis jika tidak dikelola baik dengan menggunakan keempat unsur tersebut. Kemauan untuk belajar, bertanya, mencoba, mengemukan ide atau pendapat dan menumbuhkan rasa percaya diri kita. Jadi, keempat unsur tersebut pada dasarnya saling berhubungan satu sama lain dimana intinya adalah peningkatan informasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa inti dari Manajemen Pengetahuan adalah peningkatan informasi dan pengetahuan organisasi secara sistematis untuk meningkatkan efektivitas organisasi maupun lembaga lainnya. Dengan didukung oleh SDM yang berkualitas (Knowledge, Idea, Experience, Skill) serta teknologi yang tepat guna ditambah dengan Budaya (Culture) yang baik, maka peningkatan produktifitas (productivity), dan kecakapan/kemampuan (competence) akan tercapai sehingga tercipta organisasi organisasi

yang baik dan dapat memenangkan persaingan. Autio et al. (2000) mendefinisikan pembelajaran organisasi sebagai proses asimilasi pengetahuan baru kedalam dasar pengetahuan organisasi. Pembelajaran organisasional dimulai pada tingkat individual. Proses pembelajaran ini meliputi akuisisi informasi yang diolah menjadi pengetahuan kemudian disimpan dalam memori seseorang. Ketika seseorang melakukan sesuatu, maka komponen kognitif dan afektif serta komponen konatif yang tersimpan dalam memori akan mempengaruhi perilaku tersebut. Proses pembelajaran ini dapat menghasilkan perbedaan interpretasi seseorang dengan yang lainnya. Sebagai contoh, dua orang karyawan melihat dan memperhatikan satu bentuk dasi yang digunakan oleh seorang manajer. Interpretasi karyawan pertama fokus pada harga dasi tersebut, sedangkan interpretasi karyawan kedua fokus pada keserasian dasi tersebut dengan pakaian yang digunakan manajer. Dari contoh ini, terdapat perbedaan interpretasi walaupun kedua subjek melihat satu jenis objek yang sama. Mengapa hal ini dapat terjadi? Hal ini terjadi dikarenakan kedua karyawan tersebut mengalami proses pembelajaran, penerimaan akuisisi, serta pengolahan informasi yang berbeda. Proses pembelajaran seseorang yang berbeda menyebabkan perilaku orang menjadi beragam. Hal ini berkaitan dengan proses pembelajaran organisasi dimana terjadi kerjasama dan berbagai pembelajaran secara bersama-sama. Findlay et al. (2000) menyatakan jembatan penghubung dari individu ke kolektif yang biasanya dilakukan dalam pembelajaran organisasi meliputi berbagai pengetahuan, nilai, atau asumsi .Terjadi proses penyebaran dan penciptaan pengetahuan dari satu pihak ke pihak lain dalam organisasi. Proses pembelajaran organisasi memiliki beberapa komponen yaitu meliputi mentransfer, membagikan, dan menciptakan pengetahuan. Pada tahap organisasi, berbagai pengetahuan merupakan bagian yang sangat penting.

Berdasarkan pendapat Fiol dan Lyles dalam Jashapara (2003) memandang pembelajaran organisasi sebagai perbedaan antara:

a. Pengembangan kognitif (Cognitive development)

Pengembangan kognitif dipandang sebagai perubahan organisasional yang mempengaruhi interpretasi peristiwa dan pengembangan berbagai pengertian diantara anggota organisasi (Daft et al., 1988).

b. Pengembangan keperilakuan (Behavioural development)

Pengembangan keperilakuan dipandang sebagai respon atau tindakan baru berdasarkan interpretasi yang ada. Argyris dan Schein (1978) menunjuk pembelajaran perilaku sebagai “single-loop” learning. Hal ini memerlukan deteksi dan koreksi kesalahan yang mengarah pada modifikasi peraturan dalam sekumpulan variabel perintah yang ditetapkan. Tingkat kognitif yang lebih tinggi disebut “double-loop” learning, terjadi ketika asumsi-asumsi dan prinsip-prinsip yang merupakan variabel perintah diuji dan dipertanyakan. Hayes dan Allinson (1998) menyatakan dengan lebih ringkas “doing things better” untuk singleloop learning dan “doing things differently or doing different things” untuk double-loop learning.

Pennings et al. (1994) menyatakan bahwa pembelajaran dapat diperoleh secara sementara dan kumulatif pengalaman organisasi atau proses melakukan sesuatu.

Pembelajaran harus memberikan manfaat positif bagi semua pihak yang terlibat dalam kegiatan dan tujuan organisasi. Penerapan pembelajaran organisasional harus memperhatikan struktur organisasi yang lebih mensyaratkan fleksibilitas dan kerjasama kelompok.

Gambaran lingkup kegiatan manajemen pengetahuan bagi pembelajaran organisasi secara ringkas dapat dijelaskan dalam kegiatan berikut ini :

a. Membangun ruang penyimpanan pengetahuan (knowledge repository),

b. Menyempurnakan akses ke pengetahuan,

c. Memperbaiki lingkungan pengetahuan, dan

d. Mengelola pengetahuan sebagai kekayaan organisasi (aset).

Pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan explicit yang terdapat dalam bentuk dokumen, baik yang berasal dari dalam dan dari luar organisasi. Salah satu kegiatan penting dalam upaya – upaya ini adalah penyaringan, sintesa, dan pengenaan konteks terhadap berbagai informasi dan data, sebelum menyalurkannya ke pihak – pihak yang memerlukan pengetahuan tertentu untuk kegiatan yang tertentu. Dan selalu ada seseorang yang bertanggungjawab secara keseluruhan dan ada petugas khusus yang mengelola pengetahuan. Selain itu, untuk mengisi pangkalan data pengetahuan, tidak semua kegiatan mengandalkan petugas khusus, melainkan mendorong pemakai untuk mengisi sendiri. Sebelum mengisinya, para pemakai didorong untuk melakukan diskusi dengan sesamanya di ruang diskusi elektronik. Dalam upaya mendorong pertukaran dan pemakaian bersama pengetahuan, kegiatan-kegiatan ini secara khusus memperhatikan lingkungan kerja yang kondusif.

Manajemen pengetahuan bukan perkara yang sederhana, karena luas dan kompleksnya bidang manajemen pengetahuan ini para ahli mencoba membangun model untuk manajemen pengetahuan. Manajemen Pengetahuan dilaksanakan dalam sistem pengelolaan pengetahuan, atau Knowledge Management System (KMS). Sebagian besar organisasi yang menerapkan KMS, menggunakan pendekatan tiga-cabang untuk mengelola pengetahuannya, yaitu – Manusia (People), Proses (Process), dan Teknologi (Technology). Penekanan terhadap tiap-tiap elemen bisa berbeda di setiap bagian organisasi.

Model lain adalah yang dikemukakan oleh ahli lain yang membagi model manajemen pengetahuan menjadi dua dimensi, sebagai berikut:

Dimensi pertama (bawah) terdiri dari aktifitas-aktifitas yang sangat penting bagi proses penciptaan pengetahuan dan inovasi seperti :

· knowledge exchange,

· knowledge capture,

· knowledge reuse, dan

· knowledge internalization.

Secara keseluruhan, proses ini menciptakan sebuah organisasi pembelajaran (learning organization) yaitu sebuah organisasi yang memiliki keahlian dalam penciptaan, perolehan, dan penyebaran pengetahuan serta mengadaptasikan aktifitasnya untuk merefleksikan pemahaman dan inovasi baru yang didapat.

Sedangkan dimensi kedua (atas) terdiri dari elemen yang memungkinkan atau mempengaruhi aktifitas penciptaan pengetahuan, yaitu:

· Strategy – penyelarasan strategi organisasi dengan strategi KMS.

· Measurement – pengukuran yang diambil untuk menentukan apakah terjadi perbaikan KM atau ada manfaat yang telah diambil.

· Policy – aturan tertulis atau petunjuk-petunjuk yang telah dibuat oleh organisasi.

· Content – bagian dari knowledge-base organisasi yang ditangkap secara elektronik.

· Process – proses-proses yang digunakan oleh knowledge worker organsisasi dalam rangka mencapai misi dan tujuan organisasi.

· Technology – teknologi informasi yang memfasilitasi proses identifikasi, penciptaan, dan difusi pengetahuan diantara elemen-elemen organisasi di seluruh bagian organisasi. Peran penting teknologi dalam KMS adalah memperluas jangkauan dan meningkatkan kecepatan transfer pengetahuan. Peran ini sangat tergantung pada dua aspek yang paling banyak mendukung, yaitu penyimpanan dan komunikasi.

· Culture – lingkungan dan konteks yang di dalamnya proses-proses KM harus terjadi (sering disebut dengan istilah nilai, norma, dan praktek).

Banyak usaha-usaha yang telah dilakukan untuk mendefinisikan proses-proses Knowledge Management. Nonaka dan Takeuchi (1995) menggambarkan 4 proses konversi pengetahuan: sosialisasi, eksternalisasi, kombinasi dan internalisasi. Masing-masing proses melibatkan perubahan satu bentuk pengetahuan (tacit atau explicit) ke bentuk pengetahuan lain (tacit atau explicit). Model ini memfokuskan pada persoalan penting pada bagaimana pengetahuan dapat diciptakan melalui pembagian keorganisasian dan menjadi berguna untuk

mengidentifikasi dan menilai aktifitas-aktifitas penting tertentu dalam manajemen pengetahuan.

Model lain, yang dikemukakan oleh Oluic-Vukovic (2001) menguraikan 5 langkah dalam rantai pemrosesan pengetahuan: pengumpulan, penyusunan, penyaringan, penyampaian dan penyebaran. Model ini melingkupi lebih lengkap lagi cakupan aktifitas yang dilibatkan dalam aliran pengetahuan organisasi. Hampir menyerupai proses siklus hidup informasi yang menyarankan sekali lagi aspek yang saling berhubungan dari Information Management dan Knowledge Management.

Penemuan (discovery) melibatkan penempatan pengetahuan internal ke dalam organisasi. Proses ini membicarakan ungkapan yang sering dikutip, “seandainya kita mengetahui apa yang kita tahu” (if only we knew what we know”). Organisasi besar yang tersebar secara geografis, non hirarki sadar bahwa proses pengumpulan pengetahuan (gathering) ini berguna terutama ketika satu bagian dari organisasi tidak mengetahui pengetahuan yang terdapat dalam bagian lainnya. Sedangkan perolehan atau penambahan (acquisition) berkaitan dengan membawa pengetahuan ke sebuah organisasi dari sumber eksternal. Penciptaan (creation) pengetahuan baru dapat dikerjakan dalam berbagai cara. Pertama, pengetahuan internal dapat digabungkan dengan pengetahuan internal lainnya untuk menciptakan pengetahuan yang baru. Dan yang kedua, informasi dapat dianalisis untuk menciptakan pengetahuan yang baru. Cara-cara tersebut adalah menambah nilai terhadap informasi sehingga dapat menghasilkan tindakan. Satu contoh dari proses penciptaan pengetahuan ini adalah competitive intelligence (kecerdasan yang kompetitif). Teknologi menjadi berguna pada tahap ini karena teknologi dapat memudahkan penciptaan pengetahuan baru melalui sintesis / perpaduan data dan informasi yang didapat dari sumber yang bermacam-macam (Oulic-Vukovic, 2001).

Setelah pengetahuan telah dikumpulkan, lalu harus disimpan (stored) dan dibagikan (shared). Berbagi (sharing) pengetahuan melibatkan pemindahan pengetahuan dari satu (atau lebih) orang ke seseorang (atau lebih) lain. Berbagi pengetahuan sering kali menjadi perhatian utama dalam manajemen pengetahuan dan jarang dibicarakan dalam literatur. Tidak hanya sebagian besar organisasi mengabaikan pemikiran bahwa semua pengetahuan harus didokumentasikan, melainkan mereka juga harus siap untuk mengimplementasikan metode­metode yang berbeda untuk membagikan jenis-jenis pengetahuan yang berbeda (Snowden, 1998).

Hal tersebut adalah perdebatan bahwa fokus dari Knowledge Management tidak hanya pada pendistribusian (distribution) tidak juga pada penyebaran (dissemination) pengetahuan, tetapi pada pembagiannya (share). Meskipun pengetahuan dapat di peroleh pada tahapan individu, agar dapat berguna harus dibagikan dalam suatu komunitas, yang seringkali digambarkan sebagai komunitas praktek. Contohnya, jika terdapat hanya satu orang yang mengetahui aturan dan prosedur organisasi, aturan dan prosedur seperti itu akan menjadi tidak berguna dan tak berarti. Disisi lain, aturan dan prosedur berasal dari komunitas dan ada dengan tepat untuk mengatur aktifitas kelompok. Berbagi pengetahuan (knowledge sharing) kemudian menjadi krusial ketika anggota baru datang dan yang lain keluar. Manajemen informasi tidak benar-benar memfokuskan pada pembagian informasi dan lebih diorientasikan kepada pengawasan, pemeliharaan, dan penyimpanan informasi. Seseorang juga dapat berpendapat bahwa kegunaan dan nilai dari informasi tidak bergantung sebanyak pada konsumsi dan pembagian kolektifnya: konsumsi dan penggunaan individunya dapat menjadi sangat efektif dari suatu sudut pandang organisasi. Sebenarnya, terlalu banyak pendistribusian informasi dapat mengarah pada kelebihan informasi yang dapat melumpuhkan tindakan. Berbagi pengetahuan dipahami, contohnya, oleh Bank Dunia sebagai kritikan untuk pembangunan ekonomi dan sebagai langkah penting berikutnya melampaui penyebaran informasi (MacMorrow, 2001).

Pada akhirnya, siklus manajemen pengetahuan tidak lengkap juga tidak berhasil jika tidak ada usaha yang dibuat untuk memastikan penggunaan pengetahuan yang telah disimpan dan dibagikan. Di sisi lain, kesuksesan proyek Information Management dicapai ketika pemeliharaan dan pencarian informasi dijamin sementara kesuksesan program Knowledge Management pada akhirnya bergantung pada sharing (berbagi) pengetahuan (Martens son, 2000)

Ada kendala-kendala yang dihadapi sebelum akhirnya dapat memanfaatkan dan menciptakan pengetahuan-pengetahuan baru, yaitu kendala dalam mengakses, mengorganisasikan, dan menangkap pengetahuan. Selain kendala dari dimensi proses tersebut, juga ada kendala dari dimensi budaya. Sebelum terciptanya suasana yang mendorong inovasi (innovate), diperlukan suasana yang mendorong dilakukannya berbagi (share) pengetahuan dan bekerja sama (collaborate).

Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan mengenai konsep dan model Manajemen Pengetahuan, pada bagian ini akan diberikan langkah praktis untuk menerapkan manajemen pengetahuan dalam organisasi.

1. Identifikasi dan Analisa

Tahapan awal dari kegiatan ini adalah kita perlu mengetahui dimana posisi organisasi atau organisasi saat ini dalam pengelolaan pengetahuan. Hal ini perlu dilakukan karena pengetahuan organisasi spesifik dan berbeda-beda untuk setiap organisasi. Pertama yang perlu dilakukan adalah identifikasi pengetahuan yang ada, baik tacit maupun eksplisit dimana pengetahuan tersebut tersimpan dan bagaimana peranan pengetahuan tersebut dalam kegiatan organisasi. Hasilnya adalah sebuah peta pengetahuan yang ada dalam organisasi. Selanjutnya melihat proses-proses, budaya dan kebiasaan yang terkait dengan pengelolaan pengetahuan dalam organisasi, misalnya training, pendidikan dan latihan, tanya jawab, budaya diskusi/debat, dsb. Kemudian melihat aktor pelaku atau bagian organisasi yang berkaitan dengan proses pengelolaan pengetahuan tersebut (bagian diklat, bagian IT, kelompok ahli, pustakawan dll). Perlu juga diketahui bagaimana karyawan dalam organisasi mendapatkan pengetahuan. Tahap selanjutnya adalah indentifikasi infrastruktur yang ada, kita perlu melihat infrastruktur apa yang telah ada, misalnya perpustakaan, intranet, media komunikasi internal, email, forum diskusi, digital library dan lain-lain. Infrastruktur ini akan digunakan untuk membangun sistem Knowledge Management dalam organisasi. Dari informasi-informasi tersebut akan diperoleh gambaran mengenai proses pengelolaan pengetahuan yang ada saat ini, dan infrastruktur apa yang bisa digunakan untuk membangun manajemen pengetahuan.

2. Perancangan, Penerapan, Sosialisasi, dan Evaluasi

Tahap berikut setelah dilakukan identifikasi dan analisa adalah perancangan manajemen pengetahuan dalam organisasi. Beberapa pedoman yang bisa digunakan adalah:

· Penerapan teknologi, pada tahap awal gunakan teknologi yang tepat dan sederhana dan yang telah ada. Kemudian dapat dikembangkan lebih lanjut.

· Pendekatan top-down, dengan kebijakan, anjuran dan bottom-up dengan menggerakan karyawan melalui perubahan budaya.

· Dorong terciptanya Community of Practice.

· Bangun fasilitas untuk berbagi pengetahuan (formal maupun informal)

· Sosialisasi infrastruktur untuk dapat dimanfaatkan oleh seluruh karyawan.

· Evaluasi keberhasilan penerapan, misalnya dengan pengukuran kinerja.

3. Tipe Kegiatan manajemen pengetahuan

Kegiatan manajemen pengetahuan dapat diklasifikasikan dalam beberapa tipe yaitu:

a. Mengumpulkan dan menggunakan ulang pengetahuan terstruktur. Pengetahuan sering tersimpan dalam beberapa bagian dari output yang dihasilkan organisasi, seperti disain produk, proposal dan laporan kegiatan, prosedur-prosedur yang sudah dimplementasikan dan terdokumentasikan dan kode-kode software yang semuanya dapat dipergunakan ulang untuk mengurangi waktu dan sumber yang diperlukan untuk membuatnya kembali.

b. Mengumpulkan dan berbagi pelajaran yang sudah dipelajari (lessons learned) dari praktek-praktek. Tipe kegiatan ini mengumpulkan pengetahuan yang berasal dari pengalaman, yang harus diinterpretasikan dan diadopsi oleh user dalam konteks yang baru.

c. Mengidentifikasi sumber dan jaringan kepakaran. Kegiatan ini bermaksud untuk menjadikan kepakaran lebih mudah terlihat dan mudah diakses bagi setiap karyawan. Dalam hal ini adalah untuk membuat fasilitas koneksi antara orang yang mengetahui pengetahuan dan orang yang membutuhkan pengetahuan.

d. Membuat struktur dan memetakan pengetahuan yang diperlukan untuk meningkatkan performansi. Kegiatan ini memberikan pengaruh seperti pada proses pengembangan produk baru atau disain ulang proses bisnis dengam menjadikan lebih eksplisit atau terbuka dari pengetahuan yang diperlukan pada tahap-tahap tertentu.

e. Mengukur dan mengelola nilai ekonomis dari pengetahuan. Banyak organisasi mempunyai aset intelektual yang terstuktur, seperti hak paten, copyright, software licenses dan database pelanggan. Dengan mengetahui semua aset-aset ini memungkinkan organisasi untuk membuat revenue dan biaya untuk organisasi.

f. Menyusun dan menyebarkan pengetahuan dari sumber-sumber eksternal. Perubahan lingkungan bisnis yang cepat dan tidak menentu telah meningkatkan kepentingan dan kesungguhan pada business intelligence system. Dalam kegiatan ini organisasi berusaha mengumpulkan semua laporan dari luar yang berhubungan dengan bisnis. Dalam kegiatan ini diperlukan editor dan analis untuk menyusun dan memberikan konteks terhadap informasi-informasi yang diperoleh tersebut.

4. Tujuan Penerapan Knowledge Management (KM)

Penerapan KM akan memberikan pengaruh terhadap proses bisnis organisasi:

a. Penghematan waktu dan biaya. Dengan adanya sumber pengetahuan yang terstruktur dengan baik, maka organisasi akan mudah untuk menggunakan pengetahuan tersebut untuk konteks yang lainnya, sehingga organisasi akan dapat menghemat waktu dan biaya.

b. Peningkatan aset pengetahuan. Sumber pengetahuan akan memberikan kemudahaan kepada setiap karyawan untuk memanfaatkannya, sehingga proses pemanfaatan pengetahuan di lingkungan organisasi akan meningkat, yang akhirnya proses kreatifitas dan inovasi akan terdorong lebih luas dan setiap karyawan dapat meningkatkan kompetensinya.

c. Kemampuan beradaptasi. Organisasi akan dapat dengan mudah beradaptasi dengan perubahan lingkungan bisnis yang terjadi.

d. Peningkatan produktfitas. Pengetahuan yang sudah ada dapat digunakan ulang untuk proses atau produk yang akan dikembangkan, sehingga produktifitas dari organisasi akan meningkat.

5. Strategi Untuk Mengelola Pengetahuan

Dalam praktek KM di lapangan terdapat dua buah strategi KM yang sangat berbeda. Kedua strategi tersebut adalah :

1. Strategi Kodifikasi

2. Strategi Personalia

Strategi Kodifikasi, pengetahuan dikodifikasi, didokumentasikan dengan baik, dan disimpan ke dalam database sehingga dapat diakses dan digunakan berulang-ulang oleh siapapun dalam organisasi tersebut. Komputer membantu komunikasi antara individu-ke­dokumen. Untuk itu diperlukan sebuah sistem yang mirip dengan perpustakaan tradisional, yang menyimpan dokumen elektronik dengan fasilitas search engine yang bagus. Strategi ini biasanya dipakai oleh organisasi yang menjual produk yang standard dan umum.

Strategi Personalia, pengetahuan disebarkan melalui kontak individu-ke-individu. Fungsi utama komputer hanyalah untuk membantu mereka berkomunikasi seperti melalui email, chatting, video conferensi, lalu meeting. Untuk itu diperlukan sebuah sistem pencarian data keahlian (expertise directory) sehingga setiap individu bisa menghubungi individu lainnya dengan informasi kontak yang disediakan. Strategi ini biasanya dipakai oleh organisasi yang memberikan solusi sangat costumized kepada setiap permasalahan yang unik. Sebuah organisasi tidak bisa menggunakan kedua strategi sekaligus dengan proporsi yang sama juga tidak bisa hanya menggunakan salah satu strategi saja. Strategi yang tidak sesuai dengan budaya dan kehidupan bisnis organisasi juga akan menghasilkan kegagalan bisnis organisasi juga akan menghasilkan kegagalan besar dalam menerapkan manajemen pengetahuan.

Dewasa ini para praktisi dan ahli manajemen telah melihat peran yang sangat besar dari modal yang bersifat maya (virtual) dalam menciptakan nilai. Modal maya ini mencakup modal intelektual, modal sosial, kredibilitas, pengaruh, semangat atau motivasi dan modal – modal lainnya yang tidak kasat mata. Dalam lingkungan yang sangat cepat berubah, modal maya inipun mengalami keusangan, sebab itu perlu terus menerus diperbaharui. Proses pembaruan ini dapat dilakukan melalui proses belajar. Anggota – anggota atau warga sebuah organisasi dituntut untuk bisa belajar bersama dengan cepat, mudah dan gembira, kapan dan dimana saja. Pengetahuan yang melekat pada anggota suatu organisasi juga perlu diperbarui, diuji, dimutakhirkan, dialihkan, diakumulasikan, agar tetap memiliki nilai. Hal ini menyebabkan para praktisi dan pakar manajemen mencari pendekatan untuk mengelola pengetahuan yang sekarang dikenal dengan manajemen pengetahuan. Mengelola pengetahuan bukanlah hal yang mudah, pengelolaan pengetahuan merupakan aktifitas yang kompleks, dan membutuhkan perencanaan yang sempurna.

Pendekatan yang dikembangkan tidak akan lepas dari penerapan Teknologi Informasi. Berkembangnya kemajuan di bidang TI dapat memacu efisiensi dan efektivitas organisasi, sehingga usaha-usaha untuk memaksimalkan TI terus berkembang. Sehingga ada tanggapan bahwa, manajemen pengetahuan merupakan suatu upaya menempatkan kembali TI sebgai usaha peningkatan pengelolaan informasi dan pengetahuan organisasi secara siatematis. Sekaligus menempatkan kembali orang-orang yang telah terlatih dan memiliki kecakapan sesuai lini pendidikan dan organisasional. Pengaruh baik dari penerapan manajemen pengetahuan tersebut, telah banyak menarik perhatian beberapa organisasi-organisasi di dunia, bahkan di Indonesia.


Salam.


Lagu Kei "WATAT"

NEN NEN O DEN BE O, NEN NEN O DEN BE O TANAT NA HU DANG BO NA EN SAR O NEN O MATAM DAN BE O, NEN O MATAM DAN BE O UM VAL WAHAM DO FO MLI...