Monday, March 8, 2010

Kajian Tentang Manajemen Pengetahuan

(Lesson of Knowledge management)


Alvin Toffler membagi sejarah peradaban manusia dalam tiga gelombang yaitu era pertanian, era industri dan era informasi. Dalam era pertanian faktor yang menonjol adalah otot (Muscle) karena pada saat itu produktivitasditentukan oleh otot. Dalam era industri, faktor yang menonjol adalah mesin (Machine), dan pada era informasi faktor yang menonjol adalah pikiran,pengetahuan (Mind). Pengetahuan sebagai modal intelektual mempunyaipengaruh yang sangat besar dalam menentukan kemajuan suatu organisasi. Pada era informasi memunculkan karakteristik masyarakat informasidimana keberadaan informasi menjadi sangat penting dan menjadi salah satukebutuhan pokok bagi setiap orang. Bagi masyarakat informasi banyak aspek kehidupan sangat bergantung kepada informasi. Tanpa informasi, kehidupan masyarakat informasi tidak akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan, dan didalam melakukan setiap kegiatannya, masyarakat informasi akan selalu membutuhkan informasi dan semakin menuntut informasi yang cepat, aktual,akurat, dan relevan. Informasi tersebut senantiasa mengisi segala aspek kehidupan, mulai dari lingkup individu, keluarga, sosial, hingga lingkup kelompok dan organisasi. Begitu pula bagi suatu organisasi, apapun jenis organisasinya, informasi merupakan salah satu jenis sumberdaya yang paling utama. Karena informasi, orang-orang di dalam suatu organisasi memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sehingga informasi menjadi penuntun bagi siapapun saat melakukan aktivitas keorganisasian. Dari sinilah kemudian muncul apa yang dinamakan pengetahuan. Pengetahuan dari organisasi dapat menjadikan organisasi tersebutmemahami tujuan keberadaannya. Diantara tujuan yang terpenting adalah bagaimana organisasi memahami cara mencapai tujuannya. Organisasi-organisasi yang sukses, adalah organisasi yang secara konsisten menciptakan pengetahuan baru dan menyebarkannya secara menyeluruh didalam organisasinya, dan secara cepat mengadaptasinya kedalam teknologi dan produk serta layanan mereka. Melihat perannya yang begitu penting bagi suatu organisasi, maka semua pengetahuan yang dimiliki oleh suatu organisasi harus dikelola dengan baik, sehingga pengetahuan tersebut dapat berperan optimal untuk organisasinya. Bentuk dan kemampuan organisasi dalam mengelola pengetahuan sangat mempengaruhi kualitas pengetahuan yang dihasilkan dan juga akan mempengaruhi kualitas hubungan atau integrasi di antara komponen-komponennya. Sehubungan dengan paparan tersebut, akhir - akhir ini banyak organisasiyang telah menjadikan manajemen pengetahuan (Knowledge Management) sebagai salah satu strategi untuk menciptakan nilai, meningkatkan efektivitas dan produktifitas organisasi, serta keunggulan kompetitif organisasi. Mereka mulai menerapkan manajemen pengetahuan dalam rangka peningkatan kinerja usaha dan daya tahan organisasi mereka. Dalam lingkungan yang sangat cepat berubah,pengetahuan akan mengalami keusangan oleh sebab itu perlu terus menerus diperbarui melalui proses pembelajaran.
Pengetahuan manusia dimulai sejak manusia mengenal informasi, kemudian informasi yang didapat selanjutnya diteruskan kepada orang lainmelalui komunikasi. Komunikasi berlangsung antara manusia dengan manusia, baik itu komunikasi secara langsung maupun tidak langsung. Kemudian, pengetahuan dan informasi tersebut bergerak dinamis melalui organisasi dalam berbagai cara, tergantung bagaimana organisasi memandangnya. Jika kita melihat situasi saat ini, dimana hal yang pasti adalah ketidakpastian, maka ada satu hal pasti yang akan menjadi sumber utama organisasi untuk mendapatkan keberhasilan jangka panjang dan untuk tetap kompetitif, hal tersebut adalah pengetahuan. Pengetahuan bagi organisasi merupakan modal intelektual yang dapat dibeda–bedakan menurut jenis pengetahuan yang dimiliki seseorang. Dilihat dari jenisnya, ada dua jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan explicit dan pengetahuan tacit. Seperti yang dikemukakan oleh Polanyi (1967) bahwa, Pengetahuan juga bisa dibagi menurut pengetahuan tacit dan explicit.


• Tacit
– Tersimpan dalam pikiran manusia, sulit diformulasikan (misalnya
keahlian seseorang)
– Penting untuk kreatifitas dan inovasi
– Dikonversikan ke eksplisit dengan eksternalisasi
– Misalnya pengalaman bertahun-tahun yang dimiliki oleh ahli
• Explisit
– Dapat dikodifikasi/formulasi
– Dikonversikan ke tacit dengan pemahaman dan penyerapan
– Misalnya dokumen, database, materi audio visual dll
Pengetahuan eksplisit dapat diungkapkan dengan kata-kata dan angka,disebarkan dalam bentuk data, rumus, spesifikasi, dan manual. Pengetahuan tacit sifatnya sangat personal, sulit diformulasikan sehingga sulit dikomunikasikan dan disebarkan kepada orang lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa Explicit Knowledge merupakan bentuk pengetahuan yang sudah terdokumentasi/terformalisasi, mudah disimpan, diperbanyak, disebarluaskan dan dipelajari. Contoh manual, buku, laporan, dokumen, surat, file-file elektronik, dsb. Sedangkan Tacit Knowledge, merupakan bentuk pengetahuan yang masih tersimpan dalam pikiran manusia. Misalnya gagasan, persepsi, cara berpikir, wawasan, keahlian/kemahiran, dan sebagainya. Menurut Polanyi, selalu ada pengetahuan yang akan tetap tacit, sehingga proses menjadi tahu (knowing) sama pentingnya dengan pengetahuan itu sendiri. Selain itu, ada pandangan yang menganggap bahwa semua pembelajaran terjadi di dalam kepala manusia, sebuah organisasi belajar melalui dua cara saja :
(a) Dengan kegiatan belajar anggota – anggotanya
(b) Dengan menyerap anggota baru yang memiliki pengetahuan yang tidak dimiliki organisasi itu (Simon, 1991: 126).
Sedangkan menurut Moran dan Goshal (1996), pengetahuan diciptakan melalui dua cara, yaitu : penggabungan (kombinasi) dan pertukaran. Dalam situasi di mana pengetahuan dimiliki oleh pihak – pihak yang berbeda, maka pertukaran merupakan prasyarat bagi penggabungan pengetahuan. Modal intelektual pada umumnya diciptakan melalui proses penggabungan pengetahuan dari pihak berbeda, oleh karena itu, modal ini tergantung kepada pertukaran antar pihak yang terlibat. Kadang – kadang pertukaran ini melibatkan perpindahan pengetahuan explicit, baik yang dimiliki secara individual maupun kolektif.
Di sisi lain, I Made Wiryana dan Ernianti Hasibuan (2002) memiliki
pandangan lain tentang pengetahuan. Mereka mengelompokkan knowledge
(pengetahuan) menjadi 3 jenis yaitu :
• Tacit knowledge
Pada dasarnya suatu informasi akan menjadi tacit knowledge ketika diproses oleh pikiran seseorang. Knowledge jenis ini biasanya belum dikodifikasikan atau disusun dalam bentuk tertulis. Dalam knowledge ini termasuk intuisi, cognitive knowledge. Tacit knowledge seperti intuisi, dan pandangan biasanya sangat sulit untuk dikodifikasikan. Biasanya pengetahuan ini terkumpul melalui pengalaman sehari-hari pada pelaksanaan suatu pekerjaan. Pengetahuan jenis ini akan menjadi explicit knowledge ketika dikomunikasikan kepada pihak lain dengan format yang tepat (tertulis, grafik dan lain sebagainya).
• Explicit Knowledge
Pengetahuan yang telah dikodifikasi atau dieksplisitkan. Jadi biasanya telah direpresentasikan dalam suatu bentuk yang tertulis dan terstruktur pengetahuan jenis ini jelas lebih mudah direkam, dikelola dan dimanfaatkan serta ditransfer ke pihak lain.
• Shared Knowledge
Explicit knowledge yang digunakan bersama-sama pada suatu komunitas. Dalam suatu komunitas, agar terjadi akselerasi dalam wilayah pembahasan pengetahuan itu sendiri, maka biasanya tacit knowledge akan ditransformasikan menjadi explicit knowledge. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat tulisan, laporan dan lain sebagainya. Memang tidak semua tacit knowledge dapat diubah menjadi explicit knowledge. Pada tahapan berikutnya agar dapat dimanfaatkan oleh komunitas, ataupun agar dapat dilakukannya peer-review untuk perbaikan, pengetahuan itu sendiri akan dicoba ditransformasikan sebagai suatu bentuk shared knowledge yang dapat digunakan bersama-sama oleh anggota komunitas. Hal ini misal dilakukan melalui media publikasi.
Proses penciptaan pengetahuan adalah proses spiral yang merupakan interaksi antara pengetahuan tacit dan eksplisit. Interaksi dari pengetahuan ini menghasilkan pengetahuan baru. Ada empat langkah penciptaan pengetahuan (Sumber: Ikujiro Nonaka, The Concept of “Ba”, 1998).
• Socialization
Sosialisasi meliputi kegiatan berbagi pengetahuan tacit antar individu. Istilah sosialisasi digunakan, karena pengetahuan tacit disebarkan melalui kegiatan bersama – seperti tinggal bersama, meluangkan waktu bersama – bukan melalui tulisan atau instruksi verbal. Dengan demikian, dalam kasus tertentu pengetahuan tacit hanya bisa disebarkan jika seseorang merasa bebas untuk menjadi seseorang yang lebih besar yang memiliki pengetahuan tacit dari orang lain.
• Externalization
Eksternalisasi membutuhkan penyajian pengetahuan tacit ke dalam bentuk yang lebih umum sehingga dapat dipahami oleh orang lain. Pada tahap eksternalisasi ini, individu memiliki komitmen terhadap sebuah kelompok dan menjadi satu dengan kelompok tersebut. Dalam prakteknya, eksternalisasi didukung oleh dua faktor kunci. Pertama, artikulasi pengetahuan tacit – yaitu konversi dari tacit ke eksplisit – seperti dalam dialog. Kedua, menerjemahkan pengetahuan tacit dari para ahli ke dalam bentuk yang dapat dipahami, misal
dokumen, manual, dsb.
• Combination
Kombinasi meliputi konversi pengetahuan eksplisit ke dalam bentuk himpunan pengetahuan eksplisit yang lebih kompleks. Dalam prakteknya, fase kombinasi tergantung pada tiga proses berikut:
Pertama, penangkapan dan integrasi pengetahuan eksplisit baru – termasuk pengumpulan data eksternal dari dalam atau luar institusi kemudian mengkombinasikan data - data tersebut.
Kedua, penyebarluasan pengetahuan eksplisit tersebut melalui presentasi atau pertemuan langsung
Ketiga, pengolahan pengetahuan eksplisit sehingga lebih mudah dimanfaatkan kembali – misal menjadi dokumen rencana, laporan, data pasar, dsb.
• Internalization
internalisasi pengetahuan baru merupakan konversi dari pengetahuan eksplisit ke dalam pengetahuan tacit organisasi. Individu harus mengidentifikasi pengetahuan yang relevan dengan kebutuhannya di dalam organizational knowledge tersebut. Dalam prakteknya, internalisasi dapat dilakukan dalam dua dimensi. Pertama, penerapan pengetahuan eksplisit dalam tindakan dan praktek langsung. Contoh melalui program pelatihan. Kedua, penguasaan pengetahuan eksplisit melalui simulasi, eksperimen, atau belajar sambil bekerja.

Manajemen pengetahuan bukan perkara yang sederhana, karena luas dan kompleksnya bidang manajemen pengetahuan ini para ahli mencoba membangun model untuk manajemen pengetahuan. Manajemen Pengetahuan dilaksanakan dalam sistem pengelolaan pengetahuan, atau Knowledge Management System (KMS). Sebagian besar organisasi yang menerapkan KMS, menggunakan pendekatan tiga-cabang untuk mengelola pengetahuannya, yaitu – Manusia (People), Proses (Process), dan Teknologi (Technology). Penekanan terhadap tiap-tiap elemen bisa berbeda di setiap bagian organisasi. Berdasarkan model pendekatan di atas maka batasan dari knowledge management sebagai berikut :
Teknologi (Technology), Manusia (People), Proses (Process), Manajemen Pengetahuan
Model lain adalah yang dikemukakan oleh ahli lain yang membagi model manajemen pengetahuan menjadi dua dimensi, sebagai berikut:
Dimensi pertama (bawah) terdiri dari aktifitas-aktifitas yang sangat penting bagi proses penciptaan pengetahuan dan inovasi seperti :
• knowledge exchange,
• knowledge capture,
• knowledge reuse, dan
• knowledge internalization.
Secara keseluruhan, proses ini menciptakan sebuah organisasi pembelajaran (learning organization) yaitu sebuah organisasi yang memiliki keahlian dalam penciptaan, perolehan, dan penyebaran pengetahuan serta mengadaptasikan aktifitasnya untuk merefleksikan pemahaman dan inovasi baru yang didapat.
Sedangkan dimensi kedua (atas) terdiri dari elemen yang memungkinkan atau mempengaruhi aktifitas penciptaan pengetahuan, yaitu:
Strategy – penyelarasan strategi organisasi dengan strategi KMS.
Measurement – pengukuran yang diambil untuk menentukan apakah terjadi perbaikan KM atau ada manfaat yang telah diambil.
Policy – aturan tertulis atau petunjuk-petunjuk yang telah dibuat oleh Organisasi
Content – bagian dari knowledge-base organisasi yang ditangkap secara elektronik.
Process – proses-proses yang digunakan oleh knowledge worker organsisasi dalam rangka mencapai misi dan tujuan organisasi
Technology – teknologi informasi yang memfasilitasi proses identifikasi, penciptaan, dan difusi pengetahuan diantara elemen-elemen organisasi di seluruh bagian organisasi. Peran penting teknologi dalam KMS adalah memperluas jangkauan dan meningkatkan kecepatan transfer pengetahuan. Peran ini sangat tergantung pada dua aspek yang paling banyak mendukung, yaitu penyimpanan dan komunikasi.
Culture – lingkungan dan konteks yang di dalamnya proses-proses KM harus terjadi (sering disebut dengan istilah nilai, norma, dan praktek). Banyak usaha-usaha yang telah dilakukan untuk mendefinisikan proses-proses Knowledge Management. Nonaka dan Takeuchi (1995) menggambarkan 4 proses konversi pengetahuan: sosialisasi, eksternalisasi, kombinasi dan internalisasi. Masing-masing proses melibatkan perubahan satu bentuk pengetahuan (tacit atau explicit) ke bentuk pengetahuan lain (tacit atau explicit). Model ini memfokuskan pada persoalan penting pada bagaimana pengetahuan dapat diciptakan melalui pembagian keorganisasian dan menjadi berguna untuk mengidentifikasi dan menilai aktifitas-aktifitas penting tertentu dalam manajemen pengetahuan. Model lain, yang dikemukakan oleh Oluic-Vukovic (2001) menguraikan langkah dalam rantai pemrosesan pengetahuan: pengumpulan, penyusunan, penyaringan, penyampaian dan penyebaran. Model ini melingkupi lebih lengkap lagi cakupan aktifitas yang dilibatkan dalam aliran pengetahuan organisasi. Hampir menyerupai proses siklus hidup informasi yang menyarankan sekali lagi aspek yang saling berhubungan dari Information Management dan Knowledge Management. Untuk menganalisis beberapa inisiasi Knowledge Management, kita memerlukan sebuah kerangka yang dapat membantu kita untuk membandingkan aktifitas-aktifitas yang dilibatkan dalam inisiasi tersebut. France Bouthillier dan Kathleen Shearer (2002) memutuskan bahwa proses pengidentifikasian atau pengelompokkan terhadap aktifitas-aktifitas akan membantu tanpa memperdulikan masalah-masalah konseptual yang telah disebutkan sebelumnya. (Sumber : France Bouthillier and Kathleen Shearer, Information Research, Vol. 8 No. 1, October 2002)
Penemuan (discovery) melibatkan penempatan pengetahuan internal ke dalam organisasi. Proses ini membicarakan ungkapan yang sering dikutip, “seandainya kita mengetahui apa yang kita tahu” (“if only we knew what we know”). Organisasi besar yang tersebar secara geografis, non hirarki sadar bahwa proses pengumpulan pengetahuan (gathering) ini berguna terutama ketika satu bagian dari organisasi tidak mengetahui pengetahuan yang terdapat dalam bagian lainnya. Sedangkan perolehan atau penambahan (acquisition) berkaitan dengan membawa pengetahuan ke sebuah organisasi dari sumber eksternal. Penciptaan (creation) pengetahuan baru dapat dikerjakan dalam berbagai cara. Pertama, pengetahuan internal dapat digabungkan dengan pengetahuan internal lainnya untuk menciptakan pengetahuan yang baru. Dan yang kedua, informasi dapat dianalisis untuk menciptakan pengetahuan yang baru. Cara-cara tersebut adalah menambah nilai terhadap informasi sehingga dapat menghasilkan tindakan. Satu contoh dari proses penciptaan pengetahuan ini adalah competitive intelligence (kecerdasan yang kompetitif). Teknologi menjadi berguna pada tahap ini karena teknologi dapat memudahkan penciptaan pengetahuan baru melalui sintesis /
perpaduan data dan informasi yang didapat dari sumber yang bermacam- Setelah pengetahuan telah dikumpulkan, lalu harus disimpan (stored) dan dibagikan (shared). Berbagi (sharing) pengetahuan melibatkan pemindahan pengetahuan dari satu (atau lebih) orang ke seseorang (atau lebih) lain. Berbagi pengetahuan sering kali menjadi perhatian utama dalam manajemen pengetahuan dan jarang dibicarakan dalam literatur. Tidak hanya sebagian besar organisasi mengabaikan pemikiran bahwa semua pengetahuan harus didokumentasikan, melainkan mereka juga harus siap untuk mengimplementasikan metode-metode yang berbeda untuk membagikan jenis-jenis pengetahuan yang berbeda (Snowden, 1998). Hal tersebut adalah perdebatan bahwa fokus dari Knowledge Management tidak hanya pada pendistribusian (distribution) tidak juga pada penyebaran (dissemination) pengetahuan, tetapi pada pembagiannya (share). Meskipun pengetahuan dapat di peroleh pada tahapan individu, agar dapat berguna harus dibagikan dalam suatu komunitas, yang seringkali digambarkan sebagai komunitas praktek. Contohnya, jika terdapat hanya satu orang yang mengetahui aturan dan prosedur organisasi, aturan dan prosedur seperti itu akan menjadi tidak
berguna dan tak berarti. Disisi lain, aturan dan prosedur berasal dari komunitas dan ada dengan tepat untuk mengatur aktifitas kelompok. Berbagi pengetahuan (knowledge sharing) kemudian menjadi krusial ketika anggota baru datang dan yang lain keluar. Manajemen informasi tidak benar-benar memfokuskan pada pembagian informasi dan lebih diorientasikan kepada pengawasan, pemeliharaan, dan penyimpanan informasi. Seseorang juga dapat berpendapat bahwa kegunaan dan nilai dari informasi tidak bergantung sebanyak pada konsumsi dan pembagian kolektifnya: konsumsi dan penggunaan individunya dapat menjadi sangat efektif
dari suatu sudut pandang organisasi. Sebenarnya, terlalu banyak pendistribusian informasi dapat mengarah pada kelebihan informasi yang dapat melumpuhkan tindakan. Berbagi pengetahuan dipahami, contohnya, oleh Bank Dunia sebagai kritikan untuk pembangunan ekonomi dan sebagai langkah penting berikutnya
melampaui penyebaran informasi (MacMorrow, 2001). Pada akhirnya, siklus manajemen pengetahuan tidak lengkap juga tidak berhasil jika tidak ada usaha yang dibuat untuk memastikan penggunaan pengetahuan yang telah disimpan dan dibagikan. Di sisi lain, kesuksesan proyek Information Management dicapai ketika pemeliharaan dan pencarian informasi dijamin sementara kesuksesan program Knowledge Management pada akhirnya bergantung pada sharing (berbagi) pengetahuan (Martensson, 2000) Ada kendala-kendala yang dihadapi sebelum akhirnya dapat memanfaatkan dan menciptakan pengetahuan-pengetahuan baru, yaitu kendala dalam mengakses, mengorganisasikan, dan menangkap pengetahuan. Selain kendala dari dimensi proses tersebut, juga ada kendala dari dimensi budaya. Sebelum terciptanya suasana yang mendorong inovasi (innovate), diperlukan suasana yang mendorong dilakukannya berbagi (share) pengetahuan dan bekerja sama (collaborate).
Aplikasi teknologi yang memadai dapat memungkinkan teknologi menjadi hak milik yang strategik. Penggunaan teknologi informasi sebagai suatu aset yang strategik dalam mendesign dan mengelola organisasi dapat membuat organisasi lebih responsif, fleksibel dan efisien atau bahkan organisasi dalam posisi ofensif. Namun demikian aplikasi ini tidaklah selalu berhasil. Kesalahan dalam implikasi dan konsep dapat menyebabkan kegagalan dalam mengadopsi teknologi informasi. Masalah yang berkaitan dengan perencanaan dan implementasi teknologi informasi seharusnya mendapatkan perhatian yang serius oleh manajemen, hal ini ditujukan untuk memperoleh informasi dalam waktu singkat. Teknologi informasi adalah “teknologi elektronika yang mampu mendukung percepatan dan meningkatkan kualitas informasi, serta percepatan arus informasi ini tidak mungkin lagi dibatasi oleh ruang dan waktu”. (J.B.Wahyudi, 1990).
Perkembangan teknologi informasi memainkan peranan amat penting dalam perkembangan konsep manajemen pengetahuan. Dalam catatan Beckman (1999, h.1.2), peristiwa penting yang menandai tonggak perkembangan manajemen pengetahuan adalah ketika di tahun 1980 organisasi DEC (Digital Equipment Corporation) dan Universitas Carnagie mellon mengembangkan sistem pakar untuk menetapkan konfigurasi perangkat keras komputer. Sejak itu banyak penelitian yang menuju pada pemanfaatan teknologi untuk memanfaatkan pengetahuan yang tersimpan di kepala manusia. Namun baru enam tahun kemudian istilah “manajemen pengetahuan” diperkenalkan secara formal oleh Dr. Karl Wiig dalam sebuah pidatonya di konferensi ILO (badan buruh PBB). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam penerapan manajemen pengetahuan dapat didukung dengan teknologi informasi. Oleh karena itu, komponen selanjutnya dalam penerapan manajemen pengetahuan ini adalah teknologi; dalam hal ini berkaitan dengan pemanfaatan Teknologi Informasi (TI). Istilah Teknologi Informasi merupakan gabungan dua istilah dasar yaitu teknologi dan informasi. Teknologi dapat diartikan sebagai pelaksanaan ilmu, sinonim dengan ilmu terapan. Bila kita dengan mudah dapat menemukan batasan teknologi, tidaklah demikian halnya dengan batasan informasi. Hampir dapat dipastikan bahwa hampir semua kamus memberikan batasan yang berbeda tentang informasi. Oleh karena itu, secara umum informasi merupakan sesuatu arti yang diungkapkan oleh manusia atau oleh ekstrak dari fakta dan sama dengan cara konvensi yang diketahui dari representasi yang digunakan. Teknologi tidak saja terbatas pada perangkat keras (alat) dan perangkat lunak (program), tetapi juga mengikutsertakan manusia serta tujuan yang ditentukan, nilai yang digunakan untuk membuat pilihan pelaksanaan, dan criteria penilaian yang digunakan untuk memutuskan apakah manusia mengendalikan teknologi dan diperkaya oleh teknologi atau tidak. Yang termasuk teknologi informasi adalah antara lain (1) telekomunikasi, (2) sistem komunikasi optik, (3) sistem pita-video dan cakram video, (4) komputer, termasuk visi komputer, lingkungan data dan sistem pakar, (5) mikrobentuk, (6) komunikasi suara dengan bantuan komputer, (7) jaringan kerja data, (8) surat elektronik, dan (videoteks dan teleteks. Keberadaan teknologi informasi mampu menawarkan berbagai metode, antara lain :
Metode dan perkakas untuk merekam pengetahuan termasuk komputer, media simpan seperti pita magnetis dan cakram atau disc. Pengakalan data teks lengkap memungkinkan pemakai menelusuri direktori, ensiklopedia, data statistik, dan keuangan yang terbacakan mesin. Ini semua dipermudah dengan tersedianya media simpan optik.
Metode menyimpan cantuman (record) mengenai berbagai kegiatan termasuk perangkat keras komputer seperti media simpan, yang dilengkapi perangkat lunak untuk merancang bangun, menciptakan, dan menyunting pangkalan data, spreadsheet, dan perangkat lunak sejenis.
Metode untuk mengindeks dokumen dan informasi termasuk berbagai teknik pembuatan indeks berbantuan komputer serta berkas (files) khusus untuk memudahkan temu balik dokumen berdasarkan istilah atau kondisi istilah dalam berkas. Pangkalan data bibliografis yang besar yang memudahkan temu balik dokumen yang memenuhi syarat tertentu (misalnya berdasarkan pengarang atau subjek), kini berkembang dengan katalog terbacakan mesin sehingga membantu menentukan lokasi dokumen.
Metode mengkomunikasikan pengetahuan termasuk : (a) sistem pos elektronik untuk transmisi teks memo dan surat dokumen ; (b) system transmisi faksimili (facsimile) untuk transmisi dokumen jarak jauh berdasarkan prinsip fotokopi. Ini sama saja dengan fotokopi jarak jauh ; (c) majalah elektronik sebagai sarana komunikasi kegiatan dan hasil penelitian ; (d) telekonferensi artinya pertemuan jarak jauh, masing-masing peserta berada di berbagai tempat, saling berkomunikasi serta terlihat wajah masing-masing ; dan (e) jaringan komunikasi data untuk mengkomunikasikan data dalam bentuk terbacakan mesin.
Teknologi informasi adalah suatu teknologi yang menitikberatkan penggunaan komputer dan teknologi yang berhubungan dengan pengaturan sumber informasi (Wilkinson & Cerullo, 1997). Pengertian yang senada menyatakan bahwa TI berkaitan dengan perhitungan bisnis, komunikasi, dan teknologi kantor (Jones & Terry, 1988). Secara khusus TI diartikan oleh The Management in the 1990s Research Program dalam Indriantoro (1996) terdiri dari enam elemen yang semakin terintegrasi dan berevolusi yaitu (1) perangkat keras, (2) perangkat lunak, (3) jaringan, (4) workstation, (5) robotik, dan (6) smart chips. Secara singkat TI diartikan sebagai computing dan networking. Perkembangan TI juga memiliki kecenderungan yang terus berubah setiap
waktunya. Kecenderungan ini dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu era pemrosesan data (data processing), era mikro, dan era jaringan (network) yang berdurasi antara setiap era 15 sampai dengan 20 tahun (Nolan, 1995, dalam Indriantoro,1996). Perkembangan ini menandakan bahwa TI terus berubah dan berintegrasi dengan perkembangan dunia secara menyeluruh. Trend TI dibagi menjadi tiga, yaitu:
- computer hardware trends
- computer sofware trends
- telecommunication trends.
Kecenderungan perangkat keras yang terus berkembang ditandai dengan ukuran (size) yang semakin kecil, kecepatan (speed) yang semakin tinggi, kapasitas (storage capacity) yang semakin besar, daya tahan (reliability) yang semakin kuat, biaya (cost) yang semakin murah, dan pilihan (options) yang semakin banyak. Trend perangkat lunak komputer juga berkembang ditandai dengan mudahnya pemrograman dan banyak program yang digunakan (software package). Trend telekomunikasi juga ikut berkembang seiring dengan
perkembangan TI. Perkembangan yang paling signifikan dalam trend ini adalah teknologi digital, transmisi serat optik, telekomunikasi tanpa kabel, dan jaringan intelijen. Ketiga trend ini telah membuat TI sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan organisasi. Mulai dari proses produksi sampai dengan pemasaran membutuhkan teknologi informasi, sehingga teknologi informasi menjadi hal yang mutlak harus ada dalam setiap organisasi yang ingin mempertahankan kelangsungan bisnisnya. Dengan mengaplikasikan teknologi informasi akan membuat organisasi menjadi lebih kompetitif, karena mendapatkan banyak manfaat dan keuntungan yang diperoleh dari kecanggihan teknologi informasi. Kemampuan TI ditinjau dari segi teknis masih berkembang semakin maju dan canggih, tetapi implementasi dalam praktek masih memerlukan banyak penyesuaian dan waktu. Kemajuan teknologi sangat mempengaruhi banyak aspek dalam manajemen, struktur, dan aktifitas tugas dalam organisasi. Dalam banyak industri, teknologi informasi telah memungkinkan organisasi dalam mentransformasikan secara besar-besaran berbagai aspek operasional organisasi yang membentuk value chain. Mengaplikasikan teknologi dalam produk, computer-aided design and manufacturing (CAD/CAM), otomatisasi pabrik dan logistik, menyebabkan kualitas kinerja lebih baik, dan penurunan biaya yang cukup signifikan telah mengubah standar kompetisi industri dalam memproduksi barang dan jasa. Rockart (1988) menyatakan bahwa TI merupakan senjata strategik, dan mamanfaatkan TI menjadi amat penting. Suadi (1993) dan juga Sudibyo (1992) menyatakan bahwa dampak teknologi informasi terhadap organisasi, pengguna, dan manusia pendukungnya antara lain adalah meningkatkan efisiensi operasi, mendukung inisiatif strategis, memperluas batas organisasional, mengubah pola kerja, mengubah persyaratan
kemampuan individu dalam organisasi, mengubah sifat pengawasan, meningkatkan daya saing, dan mengusahakan platform budaya yang sesuai. Perkembangan dan pengaruh teknologi informasi terhadap organisasi telah mendorong organisasi untuk dapat mengaplikasikan teknologi tersebut, dengan tujuan agar organisasi lebih dapat memperbaiki kinerja, daya tahan dan respon organisasi. Namun demikian tidak ada jaminan keberhasilan dengan aplikasi ini (McFarlan, 1990). Penggunaan teknologi informasi menuntut suatu perencanaan yang memadai yang menjamin tujuan strategis dan menuntut adanya perubahan organisasi yang memungkinkan integrasi sitem. Farrel dan Song (1988) mengusulkan empat bidang aplikasi teknologi informasi yaitu: operasi internal, unit bisnis, batas organisasi, dan produk baru. Pertama, operasi internal. Dalam bidang ini, selain penggunaan teknologi informasi untuk pemrosesan data secara elektronis, peran utamanya adalah untuk mendesain kembali pemrosesan operasi dan pengembangan produk. Sebagai contoh, dalam integrated manufacturing system, teknologi memungkinkan produk berjalan tanpa menambah cost melalui computerized aid manufacturing. Pada online systems dan just in time, kualitas produk akan diperbaiki secara terus menerus dengan melalui model CAD yang memberi kemudahan simulasi terhadap kinerja produk dan mesin. Siklus pengembangan produk baru meningkat secara dramatis menurut waktu dan merefleksikan kebutuhan pelanggan melalui koordinasi antar departemen, yang didukung teknologi. Dalam bidang lainnya, pemrosesan informasi akuntansi dapat dilakukan lebih cepat dan akurat, sehingga informasi dapat disediakan lebih tepat waktu. Penggunaan integrated computerized systems dapat mengurangi pekerjaan klerikal dan dapat dilakukan pegawai yang dapat mengirim dan menerima secara langsung dari pihak luar dengan menggunakan
data manajemen sistem. Kedua, teknologi informasi dapat digunakan untuk mengkoordinasi secara efektif diantara unit bisnis. Pengaplikasian teknologi informasi untuk mengkoordinasi diantara unit bisnis di dalam organisasi besar dapat meningkatkan corporate portofolio management. Adapun tujuan strategik koordinasi tersebut yaitu memperbaiki sinergi diantara unit bisnis, sehingga mengakibatkan total produktivitas dan keuntungan bagi setiap unit bisnis bertambah besar. Ketiga, batas organisasi. Teknologi informasi dapat memberi kemudahan dalam memperbaiki pemrosesan transaksi antar organisasi dan mendukung negosiasi dan partnership antar organisasi, menghubungkan dengan suppliers, customers dan bahkan rekanan organisasi. Dengan menyediakan jasa pemrosesan data, pelaporan dan transaksi ke customers dan suppliers, suatu organisasi menjadi “electronically bound” bagi mereka. Aplikasi ini meliputi konsep just intime. Tenologi informasi yang baru juga membantu aliansi strategis diantara organisasi, yang memudahkan joint marketing campaigns diadakan oleh organisasi dalam industri yang berbeda (McFarlan, 1990). Keempat, produk baru. Organisasi yang memiliki slack dalam kemampuan sistem informasinya (manusia dan mesin) dikenalkan organisasi baru dengan menjual kelebihan kemampuan pemrosesan dan informasi. Skala ekonomi dalam sistem informasi dan nilai kerusakan secara cepat dari informasi memotivasi jenis ini untuk diversifikasi. Sebagai contoh, JC Penney dan Sears menyediakan pemrosesan kartu kredit bagi organisasi lainnya. Aplikasi dalam bidang yang lain adalah dalam desain organisasi. Dalam bidang ini, teknologi informasi mampu mengubah atau menciptakan struktur organisasi baru dan proses manajemen yang lebih responsif, fleksibel dan efisien. Dalam penentuan suatu pabrik, teknologi dapat digunakan dalam pengendalian yang lebih formal atas pekerjaan unit desentralisasi melalui implementasi prosedur pengecualian. Meskipun terdapat banyak kemungkinan aplikasi teknologi informasi, penggunaan teknologi informasi tidak menjamin keberhasilan organisasi.

Kesalahan dalam keputusan dan konsep dapat menyebabkan kegagalan dalam menggunakan teknologi informasi. Menurut Ressetti dan DeZoort (1989), kesalahan umum dalam mengenalkan teknologi baru adalah: (1) manajemen gagal merencanakan pengenalan sistem yang baru, (2) manajemen mengasumsikan bahwa pekerja dapat segera melakukan kerja yang lebih produktif, (3) manajemen gagal memberi kompensasi bagi pekerja sesuai tuntutan skill yang berkaitan dengan aspek pengenalan sistem baru, (4) pekerja tidak layak berintegrasi dalam planning, designing, dan implementasi sistem. Menurut McFarlan (1990), kegagalan secara konsep adalah (1) system tidak menyediakan potensi dan nilai yang memadai bagi customers untuk melakukan investasi, (2) jasa baru tidak memiliki daya tahan dan dorongan bagi organisasi, yang hanya berkompetisi secara positif dalam jangka pendek, (3) ketika organisasi mulai ofensif dalam aplikasi bidang ini, perusahan ternyata tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk melanjutkan perbaikan teknologinya, (4) pasar tidak dipertimbangkan secara layak, yang berarti sistem tidak memperbaiki sinergy diantara unit bisnis, dan (5) dalam proyek yang besar, partners bisnis dan teknologi partners yang tidak cukup stabil dapat mengakibatkan ketidakpastian dalam aliansi, dan (6) organisasi tidak mempertimbangkan implikasi kebijakan publik, seperti masalah anti trust, yang dapat menyebabkan berhentinya aliansi diantara berbagai industri. Teknologi Informasi (TI) selalu mengalami perubahan dan perkembangan yang cukup pesat. Tanpa terasa, kita terus dihadapkan pada situasi dimana teknologi informasi berkembang cepat dan menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Perkembangan ini bisa dikatakan sebagai kekuatan pendorong yang sangat besar bagi meningkatnya minat organisasi terhadap manajemen pengetahuan. Smith dan Farquhar secara tepat menyatakan bahwa ada tiga faktor mengapa manajemen pengetahuan sekarang sangat populer, yaitu (1) meningkatnya ruang kolaborasi virtual bagi organisasi yang semakin tersebar; (2) modal intelektual menjadi penting karena kemampuan belajar secara cepat dan terus menerus menjadi faktor penentu keberhasilan; dan (3) kemajuan teknologi yang memungkinkan manipulasi berbagai bentuk data dan informasi.

Sementara itu, ketika teknologi jaringan dan telekomunikasi semakin maju, maka boleh dikatakan bahwa teknologi pengelolaan pengetahuan mengalami pertumbuhan sangat dinamik. Seperti dikatakan Jablonski, Horn, dan Schlundt (2001), manajemen pengetahuan kini berdiri di atas tiga kaki yaitu :

Intelegensi buatan (artificial intelligence) yang membantu mengekstraksi informasi dari berbagai sumber untuk disimpan di knowledge base. Sebuah knowledge base memiliki format yang bisa ditelusur dan diakses sesuai keperluan pemakai. Pendekatannya berdasarkan asumsi bahwa knowledge base bisa dipisahkan dari knowledge carriers.
Manajemen dokumen (document management) untuk menyimpan dan mengelola berbagai tipe dokumen di dalam satu pusat. Pemanfaatannya adalah melalui metadata.
Teknologi jaringan komputer dan hypertext yang memungkinkan berbagai dokumen dihubungkan, sedangkan pencariannya didukung oleh search engine.
Majunya Teknologi Informasi (TI) memang bisa memacu efisiensi dan efektifitas organisasi. Karena dirasa banyak manfaatnya bagi organisasi, sehingga usaha-usaha untuk lebih memaksimalkan TI terus berkembang. Bagi mereka, TI telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dan merupakan infrastruktur yang penting bagi organisasi atau organisasi dalam memberikan nilai tambah atau keuntungan kompetitif. Berikut ini dijelaskan lima meta-komponen dari framework teknologi Knowledge Management. Fungsi dari masing-masing komponen tersebut adalah:
Knowledge Flow: komponen ini memfasilitasi aliran pengetahuan di dalam KMS.
Information Mapping: komponen ini membuat link dan peta dari informasi yang kemungkinan nanti akan dikonversikan menjadi pengetahuan untuk dimanfaatkan oleh seluruh organisasi.
Information Sources: sumber data yang memasok data dan informasi ke dalam KMS.
Information and Knowledge Exchange: perangkat dan fasilitator non-teknologi yang memungkinkan pertukaran informasi antara sumber- sumber tacit dan eksplisit, membantu membuat dan menyebarkan konteks, dan memfasilitasi sensemaking (kemampuan untuk memahami informasi dan pengetahuan sesuai dengan konteksnya).
Intelligent Agent and Network Mining: perangkat penggalian, linking, dan pengambilan pengetahuan, yang memfasilitasi penemuan pengetahuan menggunakan intelligent agents dan pattern mining tools.
Penerapan manajemen pengetahuan hanya akan memberikan dampak positif bila terintegrasi sepenuhnya antara aspek teknologi dengan aspek social dan organsiasi (O Leary et al., 2001). Teknologi informasi merupakan sesuatu yang penting untuk kesuksesan, tetapi bukan yang paling penting. Tanpa organisasi dan pengelolaan sumber daya maka TI tidak akan sukses. Pendekatan yang perlu dilakukan di samping pendekatan disain teknis adalah:
Menciptakan perasaan membutuhkan komputerisasi
Membuat dukungan yang dibutuhkan untuk proyek hingga operasi dapat berjalan dengan memuaskan
Memonitor perkembangan proyek dan menjawab tantangan yang menghambat perubahan proses atau system.
Mengembangkan komitmen pengguna pada sistem.
Seringkali timbulnya anggapan bahwa permasalahan Teknologi Informasi itu adalah permasalahan yang cukup diatasi dengan hanya solusi teknis. Sebagai dampaknya orang sering mengabaikan kebutuhan infrastruktur non teknis yang harus dipenuhi dalam pengembangan TI. Biasanya setelah kegagalan suatu pengembangan barulah kebutuhan akan infrastruktur sosial non teknis ini makin terasa. Sebagai contoh adalah permasalahan Sumber Daya Manusia (SDM). Pada dasarnya suatu Teknologi Informasi akan memiliki dua jenis infrastruktur utama :
Infrastruktur teknis
Dalam hal ini termasuk infrastruktur fisis, misal bangunan listrik, juga infrastruktur teknologi seperti jaringan komunikasi dan juga kebutuhan perangkat lunak dan perangkat keras. Biasanya dalam pengembangan TI orang sudah peduli dengan kebutuhan infrastruktur teknis, dan seringkali menempati porsi terbesar di dalam perancangan system
Infrastruktur sosial (atau non teknis)
Dalam infrastruktur ini termasuk organisasi, SDM, literacy (budaya baca-tulis), dan juga faktor pendukung ekonomi. Biasanya, banyak orang hanya memfokuskan perhatian pada infrastruktur sosial ini adalah di sisi ekonomis saja.
Seperti yang terlihat pada Gambar di bawah ini, TI sendiri bagaikan suatu lempengan yang disangga oleh kedua jenis infrastruktur itu. Agar TI dapat berjalan dan berkembang dengan baik, maka harus ada keseimbangan infrastruktur tersebut. Pengabaian salah satu komponen infrastruktur itu akan menyebabkan TI itu sendiri tak dapat berlangsung dengan baik. Jadi misalnya faktor infrastruktur sosial diabaikan, maka bentukan TI akan menjadi condong ke sisi teknis belaka, dan ini menjadikan fungsi dari TI itu sendiri tak teroptimasi, dan malah ada kemungkinan menemui kegagalan yang menyebabkan kerugian.
Sebagai ilustrasi akan diambil contoh suatu kasus yang sering terjadi pada penggunaan aplikasi perkantoran. Pada saat ini kebanyakan organisasi memilih pemakaian perangkat lunak aplikasi perkantoran dengan mempertimbangkan pada perangkat lunak yang paling lengkap, dan mungkin karena kebiasaan belaka.
Mereka rela membayar mahal untuk membeli software tersebut. Di samping harganya yang tinggi, software yang lengkap dan baru ini biasanya menuntut kebutuhan perangkat keras yang besar, misal jumlah RAM, speed proccessor dan sebagainya. Akibat biaya pembelian software dan hardware yang terlalu besar, menjadikan biaya pengembangan SDM ditekan, seperti biaya pelatihan dan juga biaya dukungan teknis eksternal. Hal ini disebabkan biaya total departemen Teknologi Informasi yang mereka miliki tetap terbatas.
Sering orang berfikir bahwa dalam teknologi digital akses adalah segala-galanya. Tetapi hal itu tidak cukup karena dapat beresiko walau akses kesenjangan akses (access gap) berkurang tetapi kesenjangan kefasihan (fluency gap) tetap besar. Kefasihan penggunaan teknologi bukan saja berarti mengetahui bagaimana menggunakan perangkat bantu teknologi tersebut, tetapi juga bagaimana mengkonstruksi sesuatu dengan alat bantu tersebut. Jadi bukan saja fasih membaca situs web, tetapi juga mampu membuat halaman web, atau
membuat publikasi. Pemberian akses saja tidak cukup tetapi juga harus dipertimbangkan bagaimana kefasihan ini dapat dicapai. Tentu saja diharapkan dengan pemanfaatan TI, maka gap yang terjadi akan semakin kecil.
Berdasarkan pertimbangan di atas sewajarnya bila sistem informasi dikembangkan dengan pendekatan yang berbeda dari pendekatan masa lalu. Sebagian besar disain sistem informasi saat ini dilakukan oleh para perekayasa perangkat lunak (software engineer) dan programer yang memfokuskan perhatian dan energi kreatifnya pada mekanisme dari sistem informasi. Programer berfikir bagaimana menulis program secara efisien dan elegan serta memaksimalkan kinerja serta kemudahan perawatan. Pada banyak kasus, kegunaan dan manfaat sistem informasi sering tidak dipertimbangkan pada tahapan disain. Pendekatan seperti ini sering kali menghasilkan sistem informasi yang tak dapat memberikan informasi yang handal pada pengguna.
Pergeseran fokus perhatian ke sisi manusia membuat kita harus merevisi perhatian kita pada perkembangan TI yang telah ditempuh selama ini. Yang tadinya hanya terfokuskan pada pembelian perangkat yang lebih canggih dan cenderung lebih mahal, kini haruslah dipertimbangkan kembali Pendekatan dengan metoda user centered atau terpusatkan pada manusia akan lebih tepat untuk diterapkan. Metode seperti collaborative design, ethnography, dan juga contextual design patut dilibatkan dan dijadikan masukan juga. Jelas hal ini akan
melibatkan pengetahuan dan kemampuan para ahli bidang sosial dan keterlibatan pakar juga.
Penggunaan basis informasi digital saat ini sudah menjadi kebutuhan dari organisasi. Hal ini sejalan dengan kebutuhan atas manajemen pengetahuan guna mendukung organisasi untuk tetap bertahan diera knowledge age. Setidaknya basis data digital dapat dipandang sebagai repositori dokumen-dokumen kritis (critical document) yang ada didalam organisasi tersebut. Repositori dokumen ini nantinya dapat dibedakan atas repositori dokumen arsip (archived) dan dokumen kerja (working document). Di dalam konsep dasar database digital sedikitnya dokumen-dokumen arsip atau biasa juga disebut sebagai dokumen pasif dapat disimpan didalamnya, sehingga dapat diakses oleh seluruh karyawan (sesuai hak aksesnya) yang terhubung dalam jaringan computer. Saat ini tersedia berbagai produk yang dapat mendukung perkembangan media digital, dari mulai media penyimpanan yang berbetuk cakram optis seperti CD (R/W), Magnetic Optical (MO), DVD dan juga semakin murahnya harga media megnetis (hardisk), sampai ke perangkat keras untuk melakukan konversi (kemajuan teknologi scanner), dan juga perangkat lunak yang memudahkan kita dalam pelaksanaan konversi dari kertas ke media elektronis (digital). Perkembangan infrastuktur jaringan computer global (internet) baik dari sisi coverage dan kecepatan akses (bandwidth) juga sangat mempengaruhi perkembangan informasi digital. Akan tetapi, teknologi yang berkembang dalam sebuah organisasi khususnya teknologi informasi
selayaknya dipandang sebagai faktor enabler dalam pelaksanaan konsep manajemen pengetahuan. Dan dalam mendukung pengembangan dan penerapan system infromasi digital (dan manajemen pengetahuan) tersebut, diperlukan sebuah strategi manajemen pengetahuan yang komprehensif. Teknologi informasi telah meniadakan jarak, ruang, dan waktu antara dua tempat di muka bumi serta antara bumi dan ruang angkasa. Teknologi informasi baru membuat dunia semakin ‘kecil’. Teknologi baru menyajikan kepada umat manusia akan terbentuknya ‘jendela dunia’ dan teknologi baru akan membentuk desa dunia (Marshall Mc.Luhan). Pendapat tersebut membuktikan bahwa potensi teknologi informasi, terutama setelah konvergensi yang sempurna antara
komputerisasi dan telekomunikasi telah membantu perwujudan ide kapitalisme pengetahuan. Jadi tidak mungkin memisahkan kepopuleran manajemen pengetahuan dari kemajuan dan inovasi teknologi informasi. Sehingga bagi organisasi, teknologi informasi telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dan
merupakan infrastruktur yang penting bagi organisasi dalam memberikan nilai tambah atau keuntungan kompetitif. Berkembangnya kemajuan di bidang teknologi informasi (TI) dapat memacu efisiensi dan efektifitas organisasi, sehingga usaha-usaha untuk lebih memaksimalkan TI terus berkembang. Sehingga ada anggapan bahwa, manajemen pengetahuan merupakan suatu upaya menempatkan kembali Teknologi Informasi sebagai usaha peningkatan pengelolaan informasi dan pengetahuan organisasi secara sistematis. Sekaligus menempatkan kembali orang–orang yang telah terlatih dan memiliki kecakapan sesuai lini pendidikan dan organisasional.


Salam.






No comments:

Lagu Kei "WATAT"

NEN NEN O DEN BE O, NEN NEN O DEN BE O TANAT NA HU DANG BO NA EN SAR O NEN O MATAM DAN BE O, NEN O MATAM DAN BE O UM VAL WAHAM DO FO MLI...