Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal berbagai jenis organisasi yang mempengaruhi semua tingkatan kehidupan manusia itu sendiri. Fakta menunjukan bahwa secara tak sadar manusia sejak ia lahir telah mendapat sebuah perlakuan keorganisasian hal ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa semua manusia terlahir dari sebuah organisasi kecil yang dinamakan keluarga itu sendiri. Menurut Mc Farland organisasi adalah suatu kelompok manusia yang dapat dikenal yang menyumbangkan usahanya terhadap tercapainya suatu tujuan.
Organisasi merupakan elemen yang amat penting dalam kehidupan manusia modern dewasa ini. Organisasi membantu kita melaksanakan hal-hal atau kegiatan-kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan oleh manusia sebagai individu, maka diperlukan adanya kerja sama dan dukungan orang lain dalam mewujudkan tujuan manusia lewat sebuah wadah yang disebut organisasi itu. Organisasi dapat memenuhi aneka macam kebutuhan manusia misalnya kebutuhan akan ekonomi, spiritual, politik, psikologis, kultur dan lainnya yang kesemuanya hanya dapat dilakukan apabila ada wadah resmi dalam wujud struktur atau organisasi untuk memenuhi kebutuhan manusia tersebut.
Organisasi sebagai suatu wadah yang menampung individu-individu untuk mewujudkan satu visi dan misi yang disepakati bersama. Organisasi senatiasa berjalan dengan tiga opsi, yaitu opsi maju, mundur, dan stagnan. Ketiga opsi tersebut secara teoritis tidak terlalu jelimet. Namun, praktiknya yang kerapkali menimbulkan sebuah usaha decode prediction di luar perkiraan. Secara kosmologis, seluruh komponen kehidupan senantiasa meyakini perubahan. Termasuk pada usaha, bisnis atau sebuah organisasi. Dalam berorganisasi, eksisitensi seperti roda yang kadang ada dibawah, dan kadang ada diatas. Otomatis, semakin besar suatu organisasi, semakin kompleks pula struktur dan sistem kerjanya dan semakin berpeluang menghasilkan produktifitas melalui prigresifitas yang mampuni. Namun, keberadaan sesuatu yang kompleks membutuhkan kinerja dan loyalitas yang tinggi pula. Semua organisasi harus berubah karena adanya tekanan di dalam lingkungan internal maupun eksternal. Walaupun perubahan yang terjadi lebih pada lingkungan, namun pada umumnya menuntut perubahan lebih pada organisasional, dan organisasi-organisasi bisa melakukan lebih banyak perubahan ataupun lebih sedikit. Organisasi-organisasi bisa merubah tujuan dan strategi-strategi, teknologi, desain pekerjaan, struktur, proses-proses, dan orang. Perubahan-perubahan pada orang senantiasa mendampingi perubahan-perubahan pada faktor-faktor yang lain.
Banyak masalah yang bisa terjadi ketika perubahan akan dilakukan. Masalah yang paling sering dan menonjol adalah “penolakan atas perubahan itu sendiri”. Istilah yang sangat populer dalam manajemen adalah resistensi perubahan (resistance to change). Penolakan atas perubahan tidak selalu negatif karena justru karena adanya penolakan tersebut maka perubahan tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Penolakan atas perubahan tidak selalu muncul dipermukaan dalam bentuk yang standar. Penolakan bisa jelas kelihatan (eksplisit) dan segera, misalnya mengajukan protes, mengancam mogok, demonstrasi, dan sejenisnya; atau bisa juga tersirat (implisit), dan lambat laun, misalnya loyalitas pada organisasi berkurang, motivasi kerja menurun, kesalahan kerja meningkat, tingkat absensi meningkat, dan lain sebagainya.
Proses perubahan pada umumnya mencakup sikap dan perilaku saat ini yang unfreezing, perubahan-perubahannya dan akhirnya kepemilikan sikap dan perilaku yang baru yang refreezing. Sejumlah isu-isu kunci dan problem harus dihadapi selama dalam proses perubahan umum. Pertama adalah, diagnosis yang akurat mengenai situasi dan kondisi saat ini. Kedua adalah, penolakan yang ditimbulkan oleh adanya unfreezing dan perubahan. Terakhir adalah, isu pelaksanaan evaluasi yang memadai dari usaha perubahan yang sukses, di mana evaluasi-evaluasi semacam itu kebanyakan lemah atau bahkan tidak ada sama sekali.
Masalah yang dirumuskan pada penulisan makalah ini adalah hanya membahas dan melihat manajemen mengelola sebuah organisasi yang sedang bergerak menuju sebuah perubahan. Karena kita ketahui bersama bahwa jaman semakin berubah dari waktu ke waktu maka organisasi juga harus berubah mengikuti perkembangan jaman tersebut, walau tidak jarang terdapat pula terdapat sebuah resistensi atau penolakan terhadap perubahan tersebut.
Kajian terhadap perubahan organisasi dilakukan dengan melihat perubahan struktur pada organisasi perangkat daerah pemerintah kota Makassar yang bertambah nomenklaturnya sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007. Apakah perubahan ini membawa dampak yang baik terhadap organisasi atau tidak atau bahkan menimbulkan resistensi atau penolakan atas perubahan tersebut serta apa langkah-langkah, tahap-tahap dan pendekatan perubahan yang dapat dilakukan ketika organisasi mengalami perubahan akan dibahas selengkapnya pada isi dari makalah ini.
1. Organisasi menurut Chester L. Barnard adalah sebagai sebuah sistem tentang aktivitas kerjasama dua orang atau lebih dari sesuatu yang tidak berwujud dan tidak pandang bulu, yang sebagian besar tentang persoalan silaturahmi. Menurut James D. Money organisasi adalah sebagai bentuk setiap perserikatan orang-orang untuk mencapai suatu tujuan bersama, dan menurut Hebert A. Simon organisasi adalah sebagai pola komunikasi yang lengkap dan hubungan-hubungan lain di dalam suatu kelompok orang-orang.
2. Manajemen Perubahan adalah upaya yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam organisasi. Perubahan dapat terjadi karena sebab-sebab yang berasal dari dalam maupun dari luar organisasi tersebut
3. Perubahan organisasi atau pembaharuan organisasi (organizational change) didefinisikan sebagai pengadopsian ide-ide perilaku baru oleh sebuah organisasi. Perubahan organisasi dicirikan dengan berbagai usaha penyesuaian-penyusaian disain organisasi di waktu mendatang. Thomas dan Bennis mendefinisikan perubahan yang direncanakan sebagai perancangan dan implementasi inovasi struktural, kebijaksanaan atau tujuan baru, atau suatu perubahan dalam filsafat, iklim dan gaya pengoprasian secara sengaja.
4. Pengembangan Organisasi yang dikemukakan oleh Pareek 1978 ” Suatu usaha yang direncanakan, yang dimulai oleh para ahli proses untuk membantu sebuah organisasi mengembangkan keterampilan diagnostiknya, kemampuan penguasaannya, strategi hubungannya dalam bentuk sistem-sistem sementara atau setengah tetap, dan persamaan budaya ”.
5. Resistance to change adalah penolakan atas perubahan itu sendiri, biasanya terjadi apabila dalam organisasi ada dua kelompok yang berlawanan yakni yang menghendaki resistensi dan yang menolak resistensi ( Kurt Lewin ).
Perubahan atau berubah secara etimologis dapat bermakna sebagai usaha atau perbuatan untuk membuat sesuatu berbeda dari sebelumnya. Dalam istilah perubahan organisasi, dikenal istilah senada yaitu change interventation; sebuah rancangan aksi atau tindakan untuk membuat inovasi merubah sesuatu menjadi berbeda. Dan change again; individu atau kelompok yang bertindak sebagai katalis atau suatu sekte yang bertanggung jawab untuk melakukan manajemen dan menentukan prosedur kerja kedepan. Perubahan organisasi akan mengarah kepada opsi mundur, apabila sistem perencanaan yang ada didalamnya baik satu ataupun banyak komponen yang menyusun mengalami disfungsi. Konsekuensinya akan tampak pada meredupnya kegiatan tanpa ada alasan yang jelas dan timbulnya kesenjangan di dalam organisasi.
Banyak masalah yang bisa terjadi ketika perubahan akan dilakukan. Masalah yang paling sering dan menonjol adalah “penolakan atas perubahan itu sendiri”. Istilah yang sangat populer dalam manajemen adalah resistensi perubahan (resistance to change). Penolakan atas perubahan tidak selalu negatif karena justru karena adanya penolakan tersebut maka perubahan tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Richard Beckhard merincikan perubahan itu sebagai berikut : makin meluasnya pasar, unsur produk yang makin singkat saja, orientasi pasara yang makin meningkat, lebih banyak ditekannya fungsi-fungsi staf versus fungsi garis, hubungan keorganisasian yang berganda, otomatisasi pekerjaan yang makin meningkat (terutama diluar negeri).
Penolakan atas perubahan tidak selalu muncul dipermukaan dalam bentuk yang standar. Penolakan bisa jelas kelihatan (eksplisit) dan segera, misalnya mengajukan protes, mengancam mogok, demonstrasi, dan sejenisnya; atau bisa juga tersirat (implisit), dan lambat laun, misalnya loyalitas pada organisasi berkurang, motivasi kerja menurun, kesalahan kerja meningkat, tingkat absensi meningkat, dan lain sebagainya.
Faktor-faktor yang memunculkan change resistance (menentang perubahan) terkait dengan penyerapan sistem informasi berbasis teknologi informasi yaitu:
- perasaan malu ( loss of face)
- kehilangan kendali (Loss of Control)
- efek yang berbeda (“difference” effect)
- bisakah saya melakukannya?( “ can I do it?’)
- more work ( lebih banyak bekerja)
- tantangan yang nyata (Real Threats)
- komitmen untuk berkompetisi (Competing Commitments)
- kerugian yang dihadapi
- menghadapi ketidakpastian yang berlebih
- segala sesuatu yang diluar dugaan (surprise)
- efek yang saling berkaitan
- kegagalan masa lalu (past resentment)
Perubahan organisasi akan mengarah pada opsi maju apabila ada kesinambungan yang harmonis antara sistem dan pelaksananya. Suasana yang berlangsung pada sistem tersebut tertata dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur atau membuat inovasi yang koorperatif satu sama lain. Contohnya, apabila sebuah organisasi bisnis yang mengalami kenaikan saham pada suatu periode hal itu tidak lepas dari rancangan manajemen POAC (Planning, Organizing, Actuating dan Controlling) yang mapan. Apabila perencanaan sebuah organisasi mapan, namun kontrolingnya lemah, maka kenaikan saham akan terjadi kalau ada keberuntungan saja.
Perubahan terdiri dari 3 tipe yang berbeda, dimana setiap tipe memerlukan strategi manajemen perubahan yang berbeda pula. Tiga macam perubahan tersebut adalah:
(1) Perubahan Rutin, dimana telah direncanakan dan dibangun melalui proses organisasi;
(2) Perubahan Peningkatan, yang mencakup keuntungan atau nilai yang telah dicapai organisasi;
(3) Perubahan Inovatif, yang mencakup cara bagaimana organisasi memberikan pelayanannya.
Tidak ada satupun pendekatan yang sesuai untuk Manajemen Perubahan. Metoda-metoda yang digunakan untuk komunikasi, kepemimpinan, dan koordinasi kegiatan harus disesuaikan dalam menemukan kebutuhan masing-masing situasi perubahan.
Tujuan perubahan organisasi :
1. Meningkatkan kemampuan organisasi
2. Meningkatkan peranan organisasi
3. Melakukan penyesuaian secara internal dan eksternal
4. Meningkatkan daya tahan organisasi
5. Mengendalikan suasana kerja
Perubahan ini menyangkut kegiatan-kegiatan yang disengaja untuk mengubah status quo. Perubahan yang direncanakan bertujuan untuk menyiapkan seluruh organisasi atau sebagian besar untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan signifikan dalam sasaran dan arah organisasi.
Perubahan organisasi seperti telah dibahas diatas mempunyai tiga tipe perubahan antara lain perubahan rutin, perubahan peningkatan dan perubahan inovatif. Masing-masing perubahan mempunyai dampak tersendiri bagi organisasi tersebut. Dalam pembahasan ini kita akan mengambil contoh perubahan organisasi rutin yakni perubahan dimana telah direncanakan dan dibangun melalui proses organisasi.
Sebagai dampak penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Struktur Organisasi Perangkat Daerah, dalam sebuah warta kota saya pernah membaca pada salah daerah tahun 2009 melakukan perubahan struktur keorganisasian Satuan Kerja Perangkat Daerah ( SKPD ) dimana Asisten Wali Kota bertambah satu, nomenklatur tiga SKPD kembali berubah dalam struktur baru tersebut, ada satu jabatan eselon II bertambah dan tiga Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) naik tingkat atau status dari hanya berupa badan menjadi sebuah kantor. Bahkan, ada SKPD yang kemudian dilebur menjadi beberapa bagian. Posisi itu, yakni jabatan Asisten III Bidang Keuangan dan Asset dimunculkan, dimana saat ini posisi Asisten dilingkup pemkot hanya berjumlah tiga saja yaitu Asisten Bidang Pemerintahan, Asisten Bidang Perkonomian, Pembangunan dan Sosial, serta Asisten Bidang Administrasi. Sementara, SKPD yang dilebur menjadi dua yakni Dinas Kelautan dan Ketahanan Pangan, berubah menjadi Dinas Kelautan,Perikanan,Pertanian dan Peternakan, serta menjadi Kantor Ketahanan Pangan (KKP).
Demikian halnya pada Badan Pemberdayaan Perempuan naik tingkat menjadi Kantor Pemberdayaan perempuan. Kemudian, menyusul Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Keindahan berubah, dan dilebur menjadi Dinas Keindahan dan Pertamanan dan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLHK). Sedangkan, Dinas Pendapatan Daerah, Bagian Keuangan dan Bagian Perlengkapan, yang sebelumnya santer diusulkan bergabung menjadi Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) batal dilakukan.
Bukan hanya pada SKPD saja yang berubah, tapi pada Sekretariat daerah (Sekda) ada perubahan hingga penambahan fungsi, di Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra), Bagian Humas, serta Bagian Ekonomi dan Pembangunan.
Perubahan atas struktur organisasi perangkat daerah ini tentunya akan menimbulkan beberapa perubahan baru dalam organisasi pemerintahan daerah ini, antara lain :
a. Bertambahnya jumlah pejabat eselon dalam SKPD
b. Bertambahnya jumlah staf
c. Pekerjaan yang semakin mudah dikerjakan sesuai dengan tugas masing-masing SKPD baru
d. Mengurangi rentang kendali pekerjaan
Tentunya ini akan membuat organisasi semakin berkembang dan semakin mudah dalam melaksanakan apa yang menjadi tugas pokok dan fungsinya tersebut.
Perubahan organisasi seperti contoh diatas tentu akan membuat setiap organisasi tidak selamanya akan menerima perubahan tersebut atau dengan kata lain akan hadir suatu resistansi terhadap perubahan tersebut. Resistensi biasanya terjadi pada tingkat individu dan juga tingkat organisasi.
Organisasi pada hakekatnya memang konservatif, secara aktif mereka menolak perubahan. Misalnya saja, organisasi pendidikan yang mengenal-kan doktrin keterbukaan dalam menghadapi tantangan ternyata merupakan lembaga yang paling sulit berubah. Sistem pendidikan yang sekarang berjalan di sekolah-sekolah hampir dipastikan relatif sama dengan apa yang terjadi dua puluh lima tahun yang lalu, atau bahkan lebih. Begitu pula sebagian besar organisasi bisnis. Terdapat enam sumber penolakan atas perubahan antara lain :
1. Inersia Struktural
Artinya penolakan yang terstrukur. Organisasi, lengkap dengan tujuan, struktur, aturan main, uraian tugas, disiplin, dan lain sebagainya menghasil kan stabilitas. Jika perubahan dilakukan, maka besar kemungkinan stabilitas terganggu.
2. Fokus Perubahan Berdampak Luas
Perubahan dalam organisasi tidak mungkin terjadi hanya difokuskan pada satu bagian saja karena organisasi merupakan suatu sistem. Jika satu bagian diubah maka bagian lain pun terpengaruh olehnya. Jika manajemen mengubah proses kerja dengan teknologi baru tanpa mengubah struktur organisasinya, maka perubahan sulit berjalan lancar.
3. Inersia Kelompok Kerja
Walau ketika individu mau mengubah perilakunya, norma kelompok punya potensi untuk menghalanginya. Sebagai anggota serikat pekerja, walau sebagai pribadi kita setuju atas suatu perubahan, namun jika perubahan itu tidak sesuai dengan norma serikat kerja, maka dukungan individual menjadi lemah.
4. Ancaman Terhadap Keakhlian
Perubahan dalam pola organisasional bisa mengancam keakhlian kelompok kerja tertentu. Misalnya, penggunaan komputer untuk merancang suatu desain, mengancam kedudukan para juru gambar.
5. Ancaman Terhadap Hubungan Kekuasaan Yang Telah Mapan
Mengintroduksi sistem pengambilan keputusan partisipatif seringkali bisa dipandang sebagai ancaman kewenangan para penyelia dan manajer tingkat menengah.
6. Ancaman Terhadap Alokasi Sumber Daya
Kelompok-kelompok dalam organisasi yang mengendalikan sumber daya dengan jumlah relatif besar sering melihat perubahan organisasi sebagai ancaman bagi mereka. Apakah perubahan akan mengurangi anggaran atau pegawai kelompok kerjanya?.
Mengapa harus ada resistensi ? pertanyaan ini layak dikemukakan apabila kita ingin mendapatkan sebuah jawaban atas perubahan organisasi tersebut seperti salah satu perubahan organisasi yang telah dikemukakan di atas. Setiap daerah mempunyai kondisi yang sangat berbeda dengan daerah lain, ada yang mempunyai sumber daya manusia yang baik akan tetapi tidak mempunyai sumber daya alam yang mencukupi pun demikian sebaliknya.
Kondisi ini akan menyebabkan daerah akan melakukan resistensi atau penolakan atas inisiatif PP Nomor 41 Tahun 2007 tersebut, biasanya resistensi terjadi karena kurangnya keterbatasan daerah dalam mengakses sarana yang tersedia. Tentu akan timbul masalah yang negatif dan positif atas perubahan sebagaimana dimaksud di atas. Perampingan atau penambahan struktur organisasi perangkat daerah memungkinkan terjadinya efek positif bagi organisasi dan individu yakni penambahan jumlah personalia, budget, dan lainnya yang berarti kesempatan kerja akan semakin terbuka.
Efek negatif adalah apakah perubahan ini akan menjadi solusi bagi daerah atau akan menjadi pekerjaan rumah baru bagi pemerintah untuk mencari jalan keluar terhadap timbulnya masalah lain yang datang, utang luar negeri bertambah misalnya. Hanya pemerintah yang dapat memberikan solusi jawaban atas kebijakan yang dibuat untuk pembangunan nasional tersebut.
Perubahan ini menyangkut kegiatan-kegiatan yang disengaja untuk mengubah status quo. Thomas dan Bennis mendefinisikan perubahan yang direncanakan sebagai perancangan dan implementasi inovasi struktural, kebijaksanaan atau tujuan baru, atau suatu perubahan dalam filsafat, iklim dan gaya pengoprasian secara sengaja. Perubahan yang direncanakan bertujuan untuk menyiapkan seluruh organisasi atau sebagian besar untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan signifikan dalam sasaran dan arah organisasi.
Ketika anda harus memanaj perubahan, pertama-tama perlu mengidentifikasi tipe dari perubahan tersebut sebagai berikut :
a. Tipe Peningkatan Perubahan seperti penggunaan waktu secara moderat, ini akan memerlukan waktu untuk mencapainya, karena kebiasaan buruk dari staf. Untuk mencapai sukses akan memerlukan manajemen waktu untuk memonitor secara reguler.
b. Tugas kedua adalah mengidentifikasi tujuan-tujuan perubahan. Kemudian merencanakan tujuan-tujuan tersebut secara jelas dan memberikan batasan antara waktu dengan perubahan mana yang dapat diterima.
Perubahan organisasi atau pembaharuan organisasi (organizational change) didefinisikan sebagai pengadopsian ide-ide perilaku baru oleh sebuah organisasi. Organisasi dirancang untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan melalui pembaharuan dan pengembangan internal. Perubahan organisasi dicirikan dengan berbagai usaha penyesuaian-penyusaian disain organisasi di waktu mendatang. Pengelola perubahan secara efektif tidak hanya diperlukan bagi kelangsungan hidup organisasi, tetapi juga sebagai tantangan pengembangan. Dalam pengertian lain perubahan organisasi merupakan proses penyesuaian desain organisasi terhadap kondisi lingkungan yang dihadapi. Perubahan dapat bersifat reaktif dan proaktif.
Perubahan reaktif adalah perubahan yang dilakukan sebagai reaksi terhadap tanda-tanda bahwa perubahan diperlukan melalui pelaksanaan modifikasi sedikit demi sedikit untuk menangani masalah tertentu yang timbul. Organisasi membuat perubahan structural kecil sebagai reaksi terhadap perubahan dalam lingkungan mikro dan makro.
Perubahan proaktif adalah perubahan yang diarahkan melalui inovasi structural, kebijakan atau sasaran baru atau perubahan filosofi operasi yang dengan sengaja didesain dan diimplementasikan. Proses reaktif dilakukan melalui pelaksanaan bebagai investasi waktu dan sumber daya lainnya yang berarti untuk mengubah cara-cara operasi organisasi. Perubahan ini disebut juga sebagai perubahan yang direncanakan (planned change). Perubahan yang direncanakan adalah usaha sistematik untuk mendesain ulang suatu organisasi dengan cara yang akan membantunya melakukan adaptasi pada perubahan yang terjadi di lingkungan eksternal dan internal.
Kesulitan perubahan, adalah upaya lebih lanjut yang harus dimasukkan dalam perencanaan tujuan. Perencanaan tujuan mengklarifikasi kebutuhan akan situasi dan meningkatkan ketelitian respon. Ini akan memberikan fleksibilitas yang lebih, dalam manajemen perubahan. Kejelasan tujuan memberikan arahan dan petunjuk dalam mengambil keputusan mengenai apa yang harus dilakukan. Dengan membuat perencanaan untuk mencapai tujuan-tujuan yang spesifik akan mengurangi pemborosan waktu dan upaya.
Suatu perubahan terjadi melalui tahap-tahapnya. Pertama-tama adanya dorongan dari dalam (dorongan internal), kemudian ada dorongan dari luar (dorongan eksternal). Untuk manajemen perubahan perlu diketahui adanya tahapan perubahan. Tahap-tahap manajemen perubahan ada empat, yaitu:
Tahap 1 :
yang merupakan tahap identifikasi perubahan, diharapkan seseorang dapat mengenal perubahan apa yang akan dilakukan /terjadi. Dalam tahap ini seseorang atau kelompok dapat mengenal kebutuhan perubahan dan mengidentifikasi tipe perubahan.
Tahap 2 :
adalah tahap perencanaan perubahan. Pada tahap ini harus dianalisis mengenai diagnostik situasional tehnik, pemilihan strategi umum, dan pemilihan. Dalam proses ini perlu dipertimbangkan adanya factor pendukung sehingga perubahan dapat terjadi dengan baik.
Tahap 3 :
merupakan tahap implementasi perubahan dimana terjadi proses pencairan, perubahan dan pembekuan yang diharapkan. Apabila suatu perubahan sedang terjadi kemungkinan timbul masalah. Untuk itu perlu dilakukan monitoring perubahan.
Tahap 4 :
adalah tahap evaluasi dan umpan balik. Untuk melakukan evaluaasi diperlukan data, oleh karena itu dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data dan evaluasi data tersebut. Hasil evaluasi ini dapat di umpan balik kepada tahap 1 sehingga memberi dampak pada perubahan yang diinginkan berikutnya.
Suatu perubahan melibatkan perasaan, aksi, perilaku, sikap, nilai-nilai dari orang yang terlibat dan tipe gaya manajemen yang dibutuhkan. Jika perubahan melibatkan sebagian besar terhadap perilaku dan sikap mereka, maka akan lebih sulit untuk merubahnya dan membutuhkan waktu yang lama.
Selain itu terdapat juga beberapa tahapan yang dapat menjawab tantangan perubahan sebuah organisasi sebagai berikut :
Tahap 1 : Membangun Kebutuhan untuk Melakukan Perubahan.
Sebuah proses perubahan tidak akan berhasil tanpa ditopang oleh sebuah kebutuhan yang jelas. Mengapa kita harus berubah; inilah pertanyaan yang perlu dikelola dalam fase ini
Dalam tahapan ini kita perlu memberikan sejumlah alasan untuk bisa menumbuhkan kesadaran untuk berubah. Kita bisa mengungkapkan gap antara situasi saat ini dengan yang dikehendaki. Dan juga melakukan komunikasi untuk menyebarkan ekspektasi yang positif terhadap perubahan.
Tahap 2 : Menciptakan Visi dan Tujuan Perubahan
Setelah kita sadar bahwa perubahan merupakan kebutuhan yang perlu dilakukan, maka dalam fase berikutnya kita mesti membangun tujuan perubahan secara jelas. Visi dan tujuan perubahan akan memberikan arahan yang jelas bagi proses transformasi yang tengah dilakukan.
Dalam hal ini, tujuan perubahan sebaiknya disusun secara artikulatif, jelas, mudah dicerna, dan mampu memotivasi karyawan untuk bersama mencapainya. Tujuan dan visi perubahan mesti diterjemahkan kedalam sasaran (goals) yang lebih rinci dan terukur (measurable).
Tahap 3 : Mengelola Implementasi Proses Perubahan
Tekad dan tujuan perubahan yang sudah dideklarasikan hanya akan sia-sia jika tidak didukung dengan impelemntasi yang jelas dan sistematis. Bahkan kadang dalam fase ini perusahaan banyak yang mengalami kegagalan.
Serangkain tindakan yang bisa dilakukan untuk mendukung proses perubahan antara lain adalah:
· Menciptakan sistem penghargaan yang mendukung proses perubahan merupakan sarana manajemen yang sangat kuat untuk meningkatkan buy-in dan komitmen karyawan
· Membuat anggaran yang lebih mendukung proses perubahan menjadi bagian yang krusial dari proses implementasi
· Membuat aturan dan prosedur pengoperasian yang lebih baru dan lebih sesuai dengan arah implementasi perubahan. Kebijakan dan aturan yang kondusif akan sangat membantu menciptakan iklim kerja dam kultur perusahaan yang mendukung proses perubahan.
Tahap 4 : Memelihara Momentum Perubahan
Fase ini perlu dilakukan agar proses perubahan yang telah dijalankan tetap berada on track, dan tidak mundur lagi ke belakang. Bebarapa tindakan konkrit yang dapat dilakukan disini antara lain adalah membangun support sistem bagi para change agent. Selain itu juga perlu dikembangkan kompetensi dan perilaku baru yang lebih sesuai dengan tujuan perubahan yang hendak diraih.
1. Model Tiga Langkah Kurt Lewin
Pendekatan klasik yang dikemukaan oleh Kurt Lewin mencakup tiga langkah. Pertama : UNFREEZING the status quo, lalu MOVEMENT to the new state, dan ketiga REFREEZING the new change to make it pemanent.
Selama proses perubahan terjadi terdapat kekuatan-kekuatan yang mendukung dan yang menolak . Melalui strategi yang dikemukakan oleh Kurt Lewin, kekuatan pendukung akan semakin banyak dan kekuatan penolak akan semakin sedikit.
Unfreezing : Upaya-upaya untuk mengatasi tekanan-tekanan dari kelompok penentang dan pendukung perubahan. Status quo dicairkan, biasanya kondisi yang sekarang berlangsung (status quo) diguncang sehingga orang merasa kurang nyaman.
Movement : Secara bertahap (step by step) tapi pasti, perubahan dilakukan. Jumlah penentang perubahan berkurang dan jumlah pendukung bertambah. Untuk mencapainya, hasil-hasil perubahan harus segera dirasakan.
Refreezing : Jika kondisi yang diinginkan telah tercapai, stabilkan melalui aturan-aturan baru, sistem kompensasi baru, dan cara pengelolaan organisasi yang baru lainnya. Jika berhasil maka jumlah penentang akan sangat berkurang, sedangkan jumlah pendudung makin bertambah.
Ketika hambatan dapat dilalui, bukan berarti hambatan akan hilang secara keseluruhan. Yang bisa kita lakukan adalah mereduksi hambatan itu sendiri untuk merubah dan dapat dipahami dengan mempertimbangkan kompleksitas yang ada dalam merubah proses.
Kurt Lewin dalam bukunya yang berjudul Field Theory in Social Science menyatakan bahwa merubah proses menuju sukses adalah merubah usaha untuk menangani tekanan dari ham batan individual dan konformasi kelompok yang dikenal dengan istilah unfreezing dan menstabilkan change intervention dengan menyeimbangkan manajemen dan mengelola kekuatan yang dikenal dengan istilah refreezing.
Hal itu berarti bahwa unfreezing dilakukan untuk menanggulangi status quo, dan melakukan gerakan ke wilayah ide baru dan refreezing perubahan yang baru dan menjadikannya permanent.
Dalam unfreezing, status quo dikenal dengan tiga metode alternatif, yaitu driving force (mendorong dan menguatkan daya secarsa langsung) dan restraining force (mendorong dan menguatkan daya secara tidak langsung).
2. Action Research
Action Research yaitu proses perubahan yang berlandaskan pengumpulan data secara sistematis dan pemiliahn suatu kegiatan perubahan (change action) yang didasarkan pada apa yang diindikasikan oleh data yang dianalisis (Warrick). Ada lima macam langkah yang ditawarkan sebagai berikut :
a) Diagnosis
b) Analisis ( Analysis )
c) Umpan Balik ( Feed Back )
d) Tindakan ( Action )
e) Evaluasi ( Evaluation )
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa action research sedikitnya memberikan dua macam keuntungan kepada sebuah organisasi. Pertama : ia bersifat terfokuskan pada problem yang dihadapi, kedua bahwa action research sangat intensif melibatkan para karyawan dalam proses yang berlangsung maka penolakan-penolakan terhadap perubahan akan berkurang.
Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa perubahan organisasi adalah upaya atau usaha merubah organisasi dari bentuk yang satu menjadi bentuk yang lain secara sistematis dan juga merupakan hal yang mesti terjadi di dalam sebuah organisasi. Maka, perlu manajemen pengelolaan perubahan organisasi yang yang berpedoman kepada perencaan dan aplikasi yang sistematis. Di samping itu juga perlu evaluasi yang berkelajutan, dan yang terpenting adalah bagaimana komponen-komponen yang ada di dalamnya dapat berinteraksi dengan harmonis. Peter Senge menuliskan bahwa "Kini dalam organisasi, kata perubahan dapat dipahami secara berbeda-beda bahkan secara bertentangan. Perubahan dapat berarti perubahan eksternal dalam bentuk perubahan teknologi, pelanggan, pesaing atau struktur pasar bahkan perubahan sosial dan politis. Perubahan juga dapat berarti perubahan dinamika internal seperti perubahan organisasi, praktek kerja, cara pandang, dan strategi dalam menjawab tantangan eksternal.
Mengapa perubahan ditolak, Untuk keperluan analitis dapat dikategorikan sumber penolakan atas perubahan, yaitu penolakan yang dilakukan oleh individual dan yang dilakukan oleh kelompok atau organisasional.
Resistensi Individual biasanya karena persoalan kepribadian, persepsi, dan kebutuhan, maka individu punya potensi sebagai sumber penolakan atas perubahan antara lain karena kebiasaan, rasa aman, faktor ekonomi, takut akan sesuatu yang tidak diketahui, dan persepsi.
Sedangkan Resistensi Organisasional pada hakekatnya memang konservatif. Secara aktif mereka menolak perubahan. Misalnya saja, organisasi pendidikan yang mengenal-kan doktrin keterbukaan dalam menghadapi tantangan ternyata merupakan lembaga yang paling sulit berubah. Sistem pendidikan yang sekarang berjalan di sekolah-sekolah hampir dipastikan relatif sama dengan apa yang terjadi dua puluh lima tahun yang lalu, atau bahkan lebih. Begitu pula sebagian besar organisasi bisnis. Terdapat enam sumber penolakan atas perubahan pada tingkat organisasi antara lain : inersia struktural, fokus perubahan berdampak luas, inersia kelompok kerja, ancaman terhadap keakhlian, ancaman terhadap hubungan kekuasaan yang telah mapan, dan ancaman terhadap alokasi sumberdaya.
Coch dan French Jr. mengusulkan ada enam taktik yang bisa dipakai untuk mengatasi resistensi perubahan yakni :
1. Pendidikan dan Komunikasi.
2. Partisipasi.
3. Memberikan kemudahan dan dukungan.
4. Negosiasi.
5. Manipulasi dan Kooptasi.
6. Paksaan.
Hanya dengan memahami karakter organisasi maka sebuah organisasi dapat melakukan sebuah perubahan kedepan menuju sebuah organisasi yang efektif dan efisien.
Beberapa saran yang perlu diperhatikan antara lain :
a. Perlu adanya sosialisasi terhadap lapisan-lapisan masyarakat tentang cara melakukan perubahan organisasi yang efektif dan efisien
b. Perlu adanya upaya oleh para organisatoris untuk melakukan aplikasi perubahan organisasi sesuai dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi
c. Perlu pelatihan ketrampilan terhadap anggota organisasi secara berkala
d. Sistem keorganisasian mesti di tata lebih baik perubahan yang terjadi dapat di ikuti oleh elemen organisasi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku :
Handayaningrat, Soewarno Drs. 1984. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Managemen. Gunung Agung. Jakarta.
Rakhmat. 2009. Teori Administrasi dan Manajemen Publik. Pustaka Arif. Jakarta.
Robbins, SP. 1989. Organizational Behavior. Prentince-Hall. USA.
S U, Syamsi Ibu. 1994. Pokok-Pokok Organisasi dan Manajemen. Rineka Cipta. Jakarta.
Winardi J. 2009. Teori Organisasi dan Pengorganisasian. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta.
B. Peraturan-Peraturan :
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Struktur Organisasi Perangkat Daerah.
C. Pustaka Elektronik :
www.google.com
Salam.
No comments:
Post a Comment