Kebijakan publik atau dalam kepustakaan internasional disebut sebagai publik policy menurut Thomas R. Dye adalah segala sesuatu yang dikerjakan oleh pemerintah, mengapa mereka melakukan, dan hasil yang membuat sebuah kehidupan bersama tampil berbeda (1992,2-3). David Easton melukiskannya sebagai pengaruh (impact) dari aktivitas pemerintah (1965,212), sedangkan Harold Laswell menjabarkannya sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan praktek-praktek tertentu (1979,4). Untuk memudahkan saja maka kita kebijakan publik kita artikan saja sebagai segala sesuatu yang dkerjakan oleh pemerintah. Mengapa pemerintah membuat kebijakan publik, ini adalah pertanyaan yang timbul ketika publik policy mulai muncul. Tentunya kebijakan yang dibuat adalah untuk mengatur, membatasi, menata suatu sistem tata kehidupan dalam suatu negara sebab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara segala sesuatu harus diatur karena jika tidak diatur dalam sebuah aturan (kebijakan)maka antara satu dan yang lain akan saling merugikan. Maka jadilah sebuah kebijakan itu disusun oleh pemerintah untuk mengatur kehidupan bersama didalam masyarakat. Siapa pemerintah yang dimaksud dalam istilah kebijakan publik diatas ? jawabannya adalah semua yang mencakup organisasi negara baik itu MPR, DPR, Presiden, BPK, MA dan Pemerintah Daerah yang bertugas untuk menyusun sebuah kebijakan bagi masyarakat. Secara luas kebijakan publik dapat dikelompokkan dalam dua (2) kelompok (Riant Nugrogo,2003,57) yakni :
Kebijakan dalam bentuk peraturan-peraturan pemerintah yang tertulis dalam bentuk peraturan perundang-undangan;
Peraturan yang tidak tertulis namun disepakati yang disebut sebagai konvensi.
Untuk memudahkan maka bentuk-bentuk dari pada kebijakan adalah berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Daerah, Keputusan Gubernur, Keputusan Bupati, Keputusan Wali Kota. Dalam penyusunan sebuah kebijakan publik ada tiga (3) konsep yang sering digunakan yakni Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Ketiga konsep kebijakan ini tidak akan pernah terlepas dari proses penyusunan sebuah kebijakan yang hendak digunakan. Kebijakan itu berawal dari sebuah isu yang berkembang dalam masyarakat dan dilihat oleh pemerintah layak untuk di agendakan sebagai sebuah kebijakan untuk publik, berikut siklus penyusunan sebuah kebijakan publik :
Isu sosial
Agenda Setting/Agenda Politik/Agenda Kebijakan
Delibrasi Politik ( Formulasi Kebijakan )
Output/Implementasi Kebijakan
Evaluasi dalam bentuk Revisi dan Terminasi
Isu baru dalam Kebijakan
Kebijakan itu muncul karena sebuah isu sosial yang terjadi di dalam lingkungan masyarakat katakanlah adanya isu nikah siri, kawin kontrak, poligami, pornografi dan pornoaksi ketika isu ini muncul dan menganggu ketentaraman masyarakat maka pemerintah melakukan sebuah agenda setting untuk menyusun hal-hal yang dianggap dapat memuat isu dimaksud dalam bentuk formulasi kebijakan. Setelah kebijakan selesai disusun maka kebijakan tersebut di implementasikan kepada publik, selanjutnya upaya evaluasi akan dilakukan apabila oleh publik kebijakan ini masih lemah melalui isu-isu baru yang muncul dari dalam lingkungan sosial masyarakat.
D Nugroho Riant, 2003, Kebijakan Publik : Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi, Elex Media Komputindo, Jakarta.
Majalah itu terletak di rak dekat tempat pembayaran toko pangan. Karena antreannya panjang, aku menarik majalah tersebut dan membaca sepintas lalu halaman-halamannya, kemudian berhenti pada sebuah artikel yang membahas tentang kekuatan tertawa sebagai penyembuh. "Yang benar saja,"gumamku, menutup majalah itu dan meletakkannya kembali di rak. Aku merasa sedikit tidak enak badan dan lelah, dan merasa tidak nyaman selama berhari-hari. Tidak ada yang serius-aku hanya merasa tidak nyaman dengan diri sendiri. Kalender di mejaku menunjukkan bulan Januari, bulan yang terkenal akan kesensitifan dan kemuramannya, yang satu menyebar ke lainnya. Aku meyakinkan diri sendiri bahwa aku terserang keduanya, dan hal terakhir yang ingin aku dengar sekarang adalah beberapa dokter menyarankan aku untuk mulai tertawa. Hari ini aku tidak ada waktu menuruti rasa sakitku. Meskipun tubuhku memprotes, aku meninggalkan toko itu dan berjalan menembus dinginnya malam di musim dingin demi memenuhi janji yang telah kubuat dengan keluarga Johnson, anggota keluarga baru dalam gereja kami yang ingin disambut secara pribadi oleh komite layanan jarak jauh. Ini merupakan tugas pertamaku sebagai jemaat gereja selain menjadi anggota paduan suara, jauh di barus belakang. Mengunjungi rumah orang yang tidak dikenal dan berbincang-bincang tentang Gereja? Wuih, kenapa aku tidak menjadi sukarelawan yang berdiri di depan seluruh jemaat dan berpidato saja? Yang bisa menghilangkan semua ketakutan sekaligus fobiaku. Ini benar-benar gila, pikirku sendiri saat memandang tajam kegelapann lewat kaca depan mobilku. Mungkin aku bisa mendahuluinya dengan cepat. Selain cemas (dan sedikit tidak enak badan), aku juga sedikit tersesat. Jalanan di pedesaan Wisconsin menjadi simpang-siur dalam kegelapan saat aku berjuang membaca nomor bangunan yang ditancapkan di parit, dan rambu-rambu jalan diselimuti tumpukan salju. Ketika akhrnya aku tiba, seorang pria tua melihat melalu jendela besar saat aku masuk ke halaman, dan ia menunggu di pintu untuk menyambutku. "Hai! Aku Bu Pennington," seruku sewaktu keluar dari mobil. "Aku kemari ingin berbincang-bincang dengan Anda dan istri Anda tentang perasaan kalian akan segala sesuatu yang menyangkut Gereja. Kami ingin mengetahui apakah kalian punya pertanyaan atau saran. "Masuklah," ia menawarkan. "Sayang," ia mempersilahkan aku masuk," Ada Bu Pennington di sini. Katanya ia ingin berbincang-bincang dengan kita soal Gereja. Dengan mengikutinya, aku masuk ke dapur pertanian yang besar, tempat istrinya sedang membuat sambal dan memanggang sejumlah kue. Aroma yang menggoda memenuhi ruangan di dalam dapur yang lapang itu, dan tiba-tiba perasaan lelahku berkurang."Aku harus tetap bekerja di sini," ia meminta maaf,"tapi jika Anda duduk di meja itu, kita masih tetap bisa berbincang-bincang." Tak lama kemudian tersaji di depanku sepiring kue, segelas tinggi susu, dan semangkuk sup. Hmmm...bagaimana bisa "tugas penyambutan" ini tiba-tba tersedia? Satu gigitan kue buatan sendiri yang masih hangat dan baru keluar dari oven, dan aku baik-baik saja. Kecanggungan karena menjadi seorang asing telah sirna, dan kecemasanku telah mencair. Karena mereka berdua merasa semua hal di gereja "baik-baik saja", kami menghabiskan sebagian besar waktu kami-beberapa jam kunjungan-membicarakan kehidupan secara umum sampai kemudian teman "lama"ku yang baru mengantarkan aku ke pintu dan mengucapkan selamat malam dengan ramah. Sebuah tugas yang semula kupikirkan menakutkan. "Terima kasih atas semuanya, Bapak dan Ibu Johnson," jawabku. "Benar-benar pengalaman yanng luar biasa." Masih berdiri di depan pintu masuk, ekspresi muka mereka perlahan berubah dari tersenyum menjadi sedikit kebingungan. "Bapak dan Ibu Johnson?" ujar mereka serempak. "Kami keluarga Hanovers. Bapak dan Ibu Johnson tinggal di ujung jalan nomor 1881. Nomor rumah kami 1887." Kami bertiga berdiri tanpa kata, tak seorangpun yang tahu apa yang harus diucapkan saat itu. Dan, karena tak satu pun dari kami bisa memecahkan kesunyian itu, kami semua hanya tertawa- benar-benar histeris yang membuat badan sampai membungkuk dan pipi terasa sakit. Apa yang baru saja terjadi di sini? Selama dua jam aku duduk di rumah yang salah, membicarakan gereja yang mereka kira gereja mereka-St.Lucas Lutheran-padahal sebenarnya yang dimaksud adalah gerejaku, Peace United. Berkendara pulang dengan masih tertawa, aku merasa luar biasa. Benar-benar luar biasa! Jadi, aku melakukan dua kunjungan terakhir: pertama ke tempat keluarga Johnson, untuk melakukan kunjungan gereja, dan yang terakhir ke toko makanan. Ada majalah yang ingi kubeli, dan ada sebuah artikel yang ingin kubaca sampai selesai.
Rochelle Pennington. (disadur dari kisah-kisah inspirasional DON'T SWEAT STORIES belajar tidak meributkan masalah kecil) Richard Carlson, Benicia California, Maret 2002.
Suatu waktu ketika umurku tujuh tahun ayahku memberiku sebuah pilihan, ditangannya ada dua potong pisang goreng saya disuruh untuk memilih mana yang baik dan bagus untuk saya makan. Sejenak setelah melihat saya tanpa ragu mengambil sepotong yang agak panjang dan besar, sedang ayahku kebagian sepotong yang kecil. Manusia sering diperhadapkan dengan keharusan untuk memilih apa yang terbaik dalam hidupnya, ketika pilihan itu datang akan ada sebuah dilema yang menerpa antara memilih untuk yang paling baik atau yang terbaik. Menentukan pilihan memang sulit apalagi pilihan itu diambil dengan mempertimbangkan aspek baik atau buruknya, untung dan ruginya. Kodrat manusia memang selalu ingin mencari sesuatu yang sempurna dan baik untuk kehidupannya, terkadang manusia justru mencari aman dengan berani melakukan sesuatu yang tidak sesuai justru untuk mencari aman terhadap dirinya. Dalam teori-teori keputusan menekankan bahwa terdapat 7 langkah yang harus ditempuh dalam pengambilan keputusan untuk menentukan sebuah pilihan yaitu (a) identifikasi masalah, (b) pengumpulan data, (c) analisis data, (d) pengkajian berbagai alternatif, (e) pemilihan alternatif, (f) implementasi, (g) evaluasi. Memang teori lebih banyak digunakan pada birokrasi, organisasi atau lainnya jika keputusan itu diambil untuk kepentingan orang banyak. Pada kenyataannya di Indonesia yang menganut paham demokrasi ini terkadang keputusan yang diambil juga bukan menjadi sebuah pilihan yang baik. Beberapa fakta dapat kita lihat nyata yakni kasus bank century yang belum rampung hingga saat ini, bagaimana bail out yang diambil oleh pemerintah bagi sebagian orang adalan pilihan atau keputusan keliru yang sangat merugikan negara. Ketika masalah ini timbul tentu sulit untuk menentukan pilhan untuk menentukan yang paling baik atau yang terbaik, maka pada akhirnya memang harus kita sadari bahwa sangat sulit menentukan sebuah pilihan yang benar-benar sempurna. Setiap pilihan keputusan pasti akan ada konsekuensi, mesti harus ada yang dikorbankan dari sebuah keputusan yang diambil. Maka marilah kita sedikit membuka ruang hati untuk menyadari bahwa menentukan sebuah pilihan yang terbaik itu bukan sebuah pekerjaan yang mudah.
Etnografi berasal dari kata ethnography (Inggris), yaitu ethno yang berarti bangsa atau suku bangsa dan graphy yang berarti tulisan, deskripsi. Jadi, etnografi adalah deskripsi tentang suku-suku bangsa atau kelompok masyarakat tertentu.
Penelitian etnografi adalah suatu kegiatan pengumpulan bahan keterangan yang dilakukan secara sistematis mengenai cara hidup serta berbagai kegiatan sosial yang berkaitan dengan berbagai unsur kebudayaan dari suatu masyarakat. Metode pengamatan (observasi) dan wawancara (interview) merupakan metode pengumpulan data terpenting pada penelitian etnografi. Held, Seorang ahli antropologi yang pernah bekerja di Papua pada tahun 1950an mengatakan bahwa kebudayaan orang Papua bersifat longgar. Strukturnya yang longgar itu disebabkan oleh ciri-ciri orang Papua pada umumnya “Improvisitor kebudayaan“. Hal ini disebabkan karena rata – rata orang papua gaya hidupnya berorientasi subsistens yang artinya apa yang diperoleh dipergunakan untuk hari ini, hari esok akan dicari lagi. Orientasi seperti ini disebutOrientasi Sesaat ( masa kini )
Orang Papua tidak pernah diteliti oleh para ahli mengenai cri-ciri ras. Hanya beberapa orang dokter dan ahli antropologi ragawi saja yang telah melakukan pengukuran tinggi badan dan indeks ukuran tengkorak pada beberapa individu dibeberapa tempat yang terpencar. Bahan-bahan itu belum cukup untuk mendapatkangambaran yang menyeluruh tentang ciri-ciri fisik masyarakat di Papua.
Kata PAPUA atau “Pua-pua” BerasalMelayu kuno yang berarti Keriting atau hitam, hal ini disebabkan karena sesuai ciri – ciri umum orang papua dapat dilihat bahwa orang papua mempunyai ciri Hitam dan berambut keriting sesuai dengan arti dari Pua-Pua tersebut.
Pada masa jajahan Belanda sebelum diserahkan kembali ke pangkuan NKRI pulau Papua disebut istilah Nieuw Guinea atau papua barat. Setelah masuk menjadi bagian dari NKRI Nieuw Guinea diganti menjadi Irian Jaya dan setelah reformasi diubah menjadi Papua. Penduduk pribumi yang sekarang tinggal di Provinsi Papua dan Papua Barat merupakan Ras Papua danRas Melanesia.
Luas Wilayah
317,062.00
km2
Letak Geografis Provinsi
130
°
-
'
-
"
BT
s.d
141
°
-
'
-
"
BT
2
°
25
'
-
"
LU
s.d
9
°
-
'
-
"
LS
Menurut SIL (Sumer Institute of Language) bahwa Kebudayaan Papua, apabila dikategori berdasarkan kebudayaan bahasa terdapatkurang lebih sekitar 252 kebudayaan berupa bahasa. Ragam bahasa ini menurut rumpun bahasa di Papua dibagi menjadi 2 rumpun bahasa yakni Austronesia dan Non-Austronesia dan menurut famili bahasa di Papua dikategori menjadi 12 famili bahasa. Akan tetapi rataan bahasa yang digunakan sehari – hari adalah bahasa indonesia murni bercampur dialek, bahasa tertulis berupa petunjuk adat serta perbendaharaan kata yang sering digunakan umum.
Umumnya manusia pada jaman dahulu menganut kepercayaan animisme atau kepercayaan terhadap mereka yang dianggap mempunyai kekuatan seperti pohon besar, gunung, patung, sungai dan sebagainya. Kepercayaan itu timbul karena mereka beranggapan bahwa dengan memuja mereka maka mereka akan sembuh serta terbebas dari segala yang jahat.
Perkembangan selanjutnya setelah era animisme usai di Pulau Mansinam tahun 1855 lewat Ottow dan Geisler menyebar agama protestan pada tahun 1894 di papua bagian selatan di Kapaur dekat Fakfak pada untuk pertama kalinya ajaran agama Roma Khatolik disebar oleh Le Cocq d’Armandville S.J. Sedangkan di selatan papua di merauke tepatnya tahun 1905 lewat Misionaris dari belanda muncul agama kristen katolik di selatan papua.
Penyebaran agama di papua rata – rata memeluk kepercayaan Nasrani atau Kristen, yang terbagi antara Utara yang didominasi oleh agama kristen protestan dan bagian selatan yang didominasi oleh agama kristen katolik.
Dalam system kepemimpinan tradisional di Papua mengenal 4 ( empat ) tipe kepemimpinan antara lain :
1.Sistem Big man atau pria wibawa: diperoleh melalui pencapaian. Sumber kekuasaan terletak pada kemampuan individual, kekayaan material, kepandaian berdiplomasi/pidato, keberanian memimpin perang, fisik tubuh yang besar, sifat bermurah hati (Sahlins, 1963; Koentjaraningrat, 1970; Mansoben, 1995).Pelaksanaan kekuasaan biasanya dijalankan oleh satu orang. Adapun etnik yang menganut sistem iniadalahorang Dani, Asmat, Mee, Meibrat, Muyu. (Mansoben, 1995).
2.Sistem Politik Kerajaan: sistem ini adalahpewarisanberdasarkan senioritas kelahiran dan klen.Weber (1972:126) mengatakansebagai birokrasi patrimonial atau birokrasi tradisional . Birokrasi tradisional terdapat pada cara merekrut orang untuk duduk dalam birokrasi.Biasanya mereka yang direkrut mempunyai hubungan tertentu dengan penguasa, misalnya hubungan keluarga atau hubungan pertemanan. Di sini terdapat pembagiankewenangan tugas yang jelas, pusat orientasi adalah perdagangan. Tipe ini terdapat di Raja Ampat, Semenanjung Onin, Teluk MacCluer (teluk Beraur) dan Kaimana. (Mansoben, 1995: 48).
3.Sistem Politik Ondoafi: sistem ini merupakan pewarisan kedudukan dan birokrasi tradisional. Wilayah/teritorial kekuasaan seseorang pemimpin hanya terbatas pada satu kampung dan kesatuan sosialnya terdiri dari golongan atau sub golongan etnik saja dan pusat orientasi adalah religi. Terdapat di bagian timur Papua; Nimboran, Teluk Humboldt, Tabla, Yaona, Skou, Arso, Waris (Mansoben, 1995: 201-220).
4.Sistem Kepemimpinan Campuran. Menurut Mansoben (1985) terdapat juga sistem lainyang menampakkan ciri pencapaian dan pewarisan yang disebut sistem campuran. Sedangkan menurut Sahlins, sistem kepemimpinan yang berciri pewarisan (chief) dibedakan atas dua tipe yaitu sistem kerajaan dan sistem ondoafi. Perbedaan pokok kedua sistem politik tersebut terletak pada unsur luas jangkauan kekuasaan dan orientasi politiknya. Sistem Kepemimpinan Campuran, kedudukan pemimpin diperoleh melalui pewarisan dan pencapaian atau berdasarkan kemampuan individualnya (prestasi dan keturunan). Tipe ini terdapat pada penduduk teluk Cenderawasih, Biak, Wandamen, Waropen, Yawa, dan Maya (Mansoben, 1995:263-307).
Semoga menjadi tambahan pengetahuan bagi kita sekalian.
Terlepas dari semua kontroversi yang menyertai hari valentine tahun ini, valentine tetap menjadi sebuah fenomena yang telah memasyarakat. Valentine Day melekat dengan istilah kasih sayang, identik pula dengan pemberian bunga, coklat, kado dan berbagai hadiah lain antara satu pasangan ataupun dengan kaum kerabat lainnya sebagai lambang tanda kasih. Kasih sayang datang menembus batas tanpa mengenal status dan sebagainya. Mereka yang telah dikaruniai pasangan tentu sangat bergembira saling berbagi, namun yang belum mempunyai pasangan istilah black valentine yang identik dengan kesendirian menjadi sahabat pada perayaan ini. Kata orang kasih sayang tidak selalu identik dengan valentine day, kasih sayang bisa diwujudkan setiap hari setiap saat dalam perkataan dan tindakan kita sehari-hari, namun mesti juga kita sadari bahwa perlu sebuah moment untuk mengingatkan kita akan kasih sayang tersebut tanpa adanya sebuah peringatan saya yakin walau 1% saja pasti kita akan lupa kasih sayang itu sadar atau tidak, salah atau benar kita mesti mengakui hal itu. Jadi terlepas dari semua perdebatan soal valentine day mari kita bersama membagi setidaknya senyum di hari ini yang menandakan bahwa kitapun mempunyai kasih sayang kepada sesama kita. Selamat hari Valentine 14 Februari 2010, semoga kasih sayang dalam diri kita tidak akan pudar di telan gelombang waktu.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang mau menghargai budayanya, mungkin itu adalah istilah yang tepat untuk menggambarkan begitu beragamnya budaya orang Indonesia mulai dari Sabang sampai Merauke. Beribu – ribu pulau, suku, bahasa, adat, membuat Indonesia menjadi salah satu daya tarik dan Negara yang paling kaya dipandang dari budayanya. Secara matematis kita tidak dapat menghitung betapa melimpahnya kekayaan budaya kita
Dipandang dari adatnya ke-Timuran-nya maka Indonesia sangat berbeda dengan daerah yang ada di Barat, rata – rata orang Timur sangat menjunjung tinggi nilai – nilai budayanya sendiri sebagai aset untuk melestarikan daerah dan budayanya secara turun – temurun. Nilai – nilai budaya yang secara turun – temurun yang dimaksud adalah Sopan, Santun, Taat, Menghormati, Menghargai, Menjunjung Tinggi Adat, Tata Krama Pergaulan, dan lainnya yang menjadi ciri khas orang Indonesia. Kebiasaan mengalah, menghargai jasa orang lain, menghormati hak milik orang merupakan gambaran betapa orang Indonesia merupakan bangsa yang sangat menjunjung tinggi budayanya. Bagi orang Indonesia budaya adalah jembatan menuju kesuksesan, budaya adalah tempat untuk mencari solusi jika terdapat permasalahan, budaya adalah harta yang tak ternilai harganya.
Perubahan dalam hidup boleh terjadi akan budaya dengan nilainya yang tak terhingga akan tetap menjadi simbol bagi orang Indonesia dalam kehidupannya. Terbukti walaupun kemajuan begitu pesat saat ini akan tetapi dalam setiap kesempatan tetaplah budaya dikedepankan dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan.
Pada prinsipnya setiap perkembangan dan kemajuan dalam segi apapun baik adanya, setiap manusia menginginkan perubahan pun demikian dalam konteks kehidupan bermasyarakat.
Dari sekian banyak bidang ada dan berpacu untuk kemajuan salah satunya adalah bidang teknologi, yang menghadirkan perubahan dan kemajuan untuk selanjutnya digunakan oleh manusia. Beragam teknologi yang diciptakan memungkinkan manusia untuk bebas memilih apa yang diinginkan.
Perkembangan teknologi seperti yang sudah tersaji diatas tentu membawa perubahan yang begitu baik dan pesat dalam kehidupan manusia. Perkembangan itu baik adanya jika sesuai dengan apa yang diharapkan. Bagaimana jika perkembangan teknologi membawa pengaruh negatif dalam hidup manusia ? apakah pengaruh negatif dari teknologi mempengaruhi pergeseran nilai – nilai budaya dalam kehidupan manusia ? Kedua pertanyaan ini menjadi wajar apabila kita perhatikan dengan seksama dampak dari kemajuan saat ini.
Tidak dipungkiri bahwa perkembangan teknologi saat ini juga membawa pengaruh yang kurang baik atau negatif dalam kehidupan manusia. Kehadiran tekologi yang sedemikian canggih membuat masyarakat umum mempunyai begitu banyak pilihan untuk memilih apa yang dikehendakinya.
Pertanyaan kedua apakah pengaruh negatif teknologi mempengaruhi bergesernya nilai – nilai budaya dalam masyarakat, jawabannya iya. Teknologi diciptakan oleh manusia untuk dapat memenuhi kebutuan manusia itu sendiri, akan tetapi pada perkembangan selanjutnya justru teknologi tersebut disalah gunakan. Misalnya lewat teknologi internet atau dunia maya orang akan semakin mudah mengakses situs – situs porno yang justru itu datang dari kaum muda, hal ini tentu membuat pergeseran norma asusila dalam hidup kaum muda tersebut. Ini menjadi satu contoh dari sekian banyak contoh yang ada dalam kehidupan sehari hari masyarakat.
Contoh lain adalah dampak teknologi adalah dalam bidang militer, berpuluh – puluh macam senjata dicipatakan untuk membunuh manusia, kemana larinya budaya untuk saling menolong, menghargai sesama manusia kalau teknologi yang diciptakan justru dipakai untuk membunuh manusia sendiri. Yang paling hangat dalam ingatan kita tentunya kasus penculikan dan perkosaan yang dilakukan oleh pelajar beberapa waktu lalu yang justru dilakukan setelah pada mulanya berkenalan lewat media teknologi jejaring sosial online facebook. Dengan begitu mudahnya orang dapat mengakses informasi diri dan menyebarluaskan kepada sesama teman, akibatnya prostitusi pun dapat dilakukan lewat dunia maya ini yang justru merupakan efek dari perkembangan teknologi modern. Dan masih banyak lagi contoh betapa perkembangan teknologi yang begitu canggih justru disalah gunakan mengakibatkan bergesernya nilai – nilai budaya umat manusia itu sendiri.
Dalam upaya mempertahankan nilai nilai budaya dalam lingkungan masyarakat tentunya dibutuhkan kerja yang eksta, mengingat bahwa nilai – nilai budaya dalam masyarakat menentukan pula perkembangan kehidupan sosial masyarakat itu sendiri. Mereka yang mampu bertahan di tengah kehidupan teknologi yang semakin canggih tentunya akan mendapatkan kehidupan yang diinginkan, demikian sebaliknya.
Bagaimana upaya mempertahankan nilai – nilai budaya dalam kehidupan masyarakat ? ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh manusia dalam upaya membentengi diri dari arus negatif teknologi. Beberapa hal tersebut antara lain :
1.Memperkenalkan pentingya nilai – nilai budaya kepada anak sejak usia dini
2.Memberikan pemahaman kepada anak, masyarakat dan elemen lainnya betapa vitalnya nilai – nilai budaya terhadap kehidupan
3.Memberikan batasan terhadap hal yang bersifat negatif yang masuk dalam hidup dan kehidupan suatu masyarakat
4.Menjadikan nilai – nilai budaya sebagai ujung tombak dari norma kehidupan keluarga dan masyarakat
5.Menjunjung tinggi nilai – nilai budaya
6.Memandang teknologi dengan segala kemajuan dan perubahannya dalam arti yang positif
7.Menggunakan fasilitas kemajuan teknologi untuk hal yang baik dan positif
8.Sebagai orang tua wajib untuk memberikan pengawasan ekstra kepada anak, baik dalam penggunaan teknologi atau pergaulan sehari-hari.
Memang dalam penerapannya terkadang sulit untuk mengikuti keinginan dibanding kata hati, akan tetapi untuk hidup yang lebih baik kita dituntut untuk melakukan perubahan dalam hidup kita.
Setinggi apapun kemajuan teknologi yang ditawarkan kepada kita akan tetapi kita salah menggunakannya tentu akan membuat hidup kita menjadi salah jalan, justru teknologi tersebut akan menyesatkan hidup kita sehingga nilai – nilai budaya hidup kita tidak lagi sesuai dengan yang kita harapkan, akhirnya ada yang harus dikorbankan dari kejadian tersebut.
Semuanya berpulang kembali kepada kita manusia sebagai makluk sosial, apakah teknologi yang sedemikian canggih ini dapat kita maksimalkan penggunaannya atau justru perkembangan teknologi yang menyeret kita pada hancurnya kebudayaan kita ? anda dan saya yang akan menjawabnya.