KONSEP DAN
MODEL-MODEL
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
Kebijakan publik paling tidak mengandung tiga komponen
dasar, yaitu: (1) tujuan yang hendak dicapai, (2) sasaran yang spesifik, dan
(3) cara mencapai sasaran tersebut. Cara mencapai sasaran inilah yang sering
disebut dengan implementasi, yang biasanya diterjemahkan ke dalam
program-program aksi dan proyek. Aktivitas implementasi ini biasanya terkandung
di dalamnya: siapa pelaksananya, besar dana dan sumbernya, siapa kelompok
sasarannya, bagaimana manajemen program atau proyeknya, dan bagaimana
keberhasilan atau kinerja program diukur. Secara singkat implementasi kebijakan
adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan
tidak kurang. Tujuan kebijakan pada hakekatnya adalah melakukan intervensi.
Oleh karenanya implementasi kebijakan sebenarnya adalah tindakan (action)
intervensi itu sendiri.
Presman dan Wildavsky (1973: xiii) mendefinisikan
implementasi kebijakan seperti apa yang dikatakan oleh Webster and Roget,
sebagai “to carry out, accomplish, fulfill, produce, complete”. Di sini
mereka memulai studi mereka dengan asumsi bahwa implementasi adalah getting
things done. Sedang Van Horn dan Van Meter (1975: 447) mengartikan
implementasi kebijakan sebagai “those actions by public and private
individual (or groups) that are directed at the achivement of objectives set
forth in prior policy decisions”.
Martin Rein and Francise Rabinovitz, dalam bukunya Implementation:
A Theoritical Perspective (1978), mendefinisikan implementasi kebijakan
sebagai :
(a) a declaration of government preferences;
(b) mediated by a number of actors who,
(c) create a circular process
characterized by reciprocal power relations and negotiations.
Mereka mengindikasikan bahwa proses implementasi didominasi
oleh tiga “potentially conflicting imperatives”, yaitu:
a. The legal imperative (respect for
legal intent. To do what is legally required. This imperative stresses the
importance of subordinate compliance to rules which derive from legislative
mandates along the lines discribed by Lowi’s “classical” theory).
b. The rational bureaucratic imperative
(what from a bureaucratic point of view is morally correct, administrative
feasible, and intelectually defensible course of action. Emphasis here is on
such bureaucratic norms as consistency of principles, workability, and concern
for institutional maintenance, protection, and growth).
c. The concensual imperative (to do
what is necessary to attract agreement among contending influential parties who
have a stake in the outcome)
Mazmanian dan Sabatier (1983) memberikan gambaran bagaimana
melakukan intervensi atau implementasi kebijakan dengan langkah sebagai
berikut: (1) mengidentifikasi masalah yang harus diintervensi, (2) menegaskan
tujuan yang hendak dicapai, dan (3) merancang struktur proses implementasi.
Program dengan demikian harus disusun secara jelas, jika masih bersifat umum,
program harus diterjemahkan secara lebih operasional menjadi proyek.
Dalam siklus kebijakan publik, dengan demikian tindakan
implementasi kebijakan merupakan salah satu tahapan yang amat penting dari
keseluruhan proses kebijakan publik. Implementasi kebijakan merupakan
serangkaian kegiatan (tindakan) setelah suatu kebijakan dirumuskan. Tanpa suatu
kegiatan implementasi, maka suatu kebijakan yang telah dirumuskan akan menjadi
sia-sia. Implementasi kebijakan dengan demikian merupakan rantai yang
menghubungkan formulasi kebijakan dengan hasil (outcome) kebijakan yang
diharapkan.
Kelahiran studi implementasi kebijakan di awali oleh
banyaknya kegagalan yang dialami oleh negara-negara maju dalam mengimplementasikan
berbagai kebijakan publik yang telah dibuat. Sebagai contoh kebijakan
Departemen Pertahanan Amerika Serikat di bawah pemerintahan Presiden Ronald
Reagen dalam perang di Timur Tengah. Perang ini telah menimbulkan defisit
keuangan negara yang sangat besar bagi Amerika Serikat. Warga negara AS
kemudian mengkritik pemerintah dan mengancam tidak mau membayar pajak. Pada hal
keuangan negara AS sangat tergantung dari pajak yang dibayarkan oleh
warganegaranya.
Kegagalan implementasi kebijakan tersebut kemudian
memunculkan minat para pakar kebijakan publik untuk mengkaji dan mencari
penyebab kegagalan tersebut. Artinya studi (research) tentang
implementasi kebijakan dilakukan untuk mengetahui (mencari) faktor penghambat
dan pendukung implementasi suatu kebijakan. Hasil studi yang diperoleh
selanjutnya dijadikan referensi (acuan) bagi pelaksanaan kebijakan publik
selanjutnya.
Implementasi atau pelaksanaan merupakan
langkah yang sangat penting dalam proses kebijakan. Tanpa pelaksanaan, suatu
kebijakan hanyalah sekedar sebuah dokumen yang tak bermakna dalam kehidupan
masyarakat (Abidin, 2002: 185) atau kebijakan-kebijakan hanya berupa impian
atau rencana yang bagus, yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak
diimplementasikan (Udoji dalam Putra, 2001: 79). Pada titik ini, implementasi
atau langkah pelaksanaan kebijakan menjadi sangat penting tetapi tidak berarti
bahwa telah terlepas dari proses formulasi sebelumnya, artinya formulasi
kebijakan makro yang ditetapkan berpengaruh pada keberhasilan implementasi
kebijakan mikro, yaitu para pelaksana kebijakan dan kebijakan opersional serta
kelompok sasaran dalam mencermati lingkungan, disamping itu ketidakjelasan
kebijakan adalah sebab utama kegegalan pelaksanaan (Palumbo dalam Putra, 2001:
80).
Pelaksanaan sangat penting dalam suatu
pemerintahan (Abidin, 2002: 58) dan mekanisme opersional kebijakan tidak hanya
berkaitan dengan prosedur-prosedur teknis administratif belaka, tetapi juga
berkaitan dengan masalah-masalah politik seperti konflik keputusan, dan
tanggapan kelompok sasaran. Pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dalam
analisis implementasi kebijaksanaan adalah Bagaimana cara kebijakan tersebut
dilaksanakan? Bagaimana interaksi antara orang-orang atau kelompok-kelompok
yang terlibat? Siapa yang secara formal diberi wewenang melaksanakan program
dan siapa yang secara informal lebih berkuasa dan mengapa? Bagaiman cara atasan
mengawasi bawahan dan cara mengkoordinasikan mereka? Bagaimana tanggapan dari target
groups? (Santoso, 1993: 8).
Secara sederhana, implementasi merupakan
tahapan yang menghubungkan
antara rencana dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain,
implementasi merupakan proses penerjemahan pernyataan kebijakan (policy
statement) ke dalam aksi kebijakan (policy action) (Cooper, et.al., 1998: 185).
Pemahaman seperti in berangkat dari pembagian proses kebijakan publik ke dalam
beberapa tahap di mana implementasi berada di tengah-tengahnya.
Implementasi juga dapat diartikan sebagai
proses yang terjadi setelah sebuah produk hukum dikeluarkan yang memberikan
otorisasi terhadap suatu kebijakan, program atau output tertentu. Implementasi
merujuk pada serangkaian aktivitas yang dijalankan oleh pemerintah yang
mengikuti arahan tertentu tentang tujuan dan hasil yang diharapkan.
Implementasi meliputi tindakan-tindakan (dan non-tindakan) oleh berbagai aktor,
terutama birokrasi, yang sengaja
didesain untuk menghasilkan efek tertentu demi tercapainya suatu tujuan (Ripley
& Franklin, 1986: 4; Shafritz & Russell, 1997: 58).
Definisi
yang lain diberikan oleh Malcolm L. Goggin, et.al. (1990). Dengan menggunakan
pendekatan komunikasi, para penulis ini melihat implementasi sebagai suatu
proses, serangkaian keputusan dan tindakan negara yang diarahkan untuk
menjalankan suatu mandat yang telah ditetapkan. Implementasi, dalam pandangan
mereka, sering disejajarkan dengan ketaatan (compliance) negara, atau suatu
pemenuhan tuntutan prosedur hukum sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
Implisit dalam pernyataan tersebut adalah tidak adanya modifikasi atau
perubahan terhadap suatu keputusan kebijakan yang justru dapat bertentangan
dengan maksud para pembuat kebijakan (Goggin, et.al., 1990: 34).
Hampir senada dengan pendapat-pendapat
di atas, Merilee Grindle menyatakan bahwa implementasi pada dasarnya merupakan
upaya menerjemahkan kebijakan publik – yang merupakan pernyataan luas tentang
maksud, tujuan dan cara mencapai tujuan – ke dalam berbagai program aksi untuk
mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan dalam suatu kebijakan. Dengan
demikian, implementasi berhubungan dengan penciptaan “policy delivery system”
yang menghubungan tujuan kebijakan dengan output atau outcomes tertentu
(Grindle, 1980: 6). Implementasi kebijakan merupakan suatu
fungsi dari implementasi program
dan berpengaruh terhadap pencapaian outcome‐nya. Oleh karena itu studi
terhadap proses implementasi kebijakan hampir
selalu menggunakan metode investigasi dan
analisis dari aktivitas program.
Tujuan kebijakan pada prinsipnya adalah
melakukan intervensi, oleh karena itu
implementasi kebijakan sebenarnya adalah tindakan (action)
intervensi itu sendiri (Nugroho, 2003: 161). Bentuk intervensi dalam implentasi
ini setidaknya melalui elemen-elemen berikut (Lineberry dalam Putra,
2001: 81), yaitu :
- Pembentukan unit organisasi baru dan staf pelaksana
- Penjabaran tujuan kedalam aturan pelaksanaaan (standard operating procedures)
- Koordinasi; pembagian tugas-tugas didalam dan diantara
dinas-dinas/badan pelaksana
- Pengalokasian sumber-sumber daya untuk mencapai tujuan.
Tahap
implementasi kebijakan akan menempatkan kebijakan dalam pengaruh berbagai
faktor dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan itu sendiri (Ali, 2001: 31). Yang
dimaksudkan dengan faktor-faktor di sini adalah segala aspek yang sangat
berpengaruh, dan karenanya menentukan, kinerja implementasi. Aspek-aspek
tersebut perlu diidentifikasi secara
teoritis sehingga nantinya dapat diperoleh gambaran yang jelas mengenai
penyebab tinggi atau rendahnya kinerja implementasi suatu kebijakan.
Selama
ini memang sudah terdapat beberapa tulisan yang mencoba mengidentifikasi
faktor-faktor tersebut. Tulisan-tulisan tersebut cenderung berjalan
sendiri-sendiri dalam menentukan variabel-variabel penentu kinerja implementasi
(O’Toole, 1984: 182). Kendati demikian sudah ada kesadaran bersama akan
meluasnya defisit implementasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor tersebut
(Hill, 1997: 130).
MODEL IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN
1.
Model Merilee S. Grindle
Keberhasilan implementasi
menurut Merilee S. Grindle dalam Nugroho (2006) dipengaruhi oleh isi
kebijakan (content of policy) dan lingkungan kebijakan (content of
implementation). Ide dasarnya adalah
bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, dilakukan implementasi kebijakan.
Isi Kebijakan (content of
policy) mencakup:
a) Kepentingan yang terpengaruhi oleh
kebijakan;
b) Jenis
manfaat yang dihasilkan;
c) Derajat perubahan yang diinginkan;
d) Kedudukan pembuat kebijakan;
e) Siapa pelaksana program;
f) Sumber daya yang dikerahkan.
Sedangkan Lingkungan
Kebijakan (content of implementation) mencakup :
a) kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat;
b) Karateristik
lembaga dan penguasa
c)
kepatuhan dan daya
tanggap.
Gambar 1.1
Model
Implementasi Grindle
Implementasi Kebijakan Dipengaruhi
Oleh :
A. Isi
Kebijakan :
1. Kepentingan
kelompok sasaran
2. Tipe
manfaat
3. Derajad
perubahan yang diinginkan
4. Letak
pengambilan keputusan
5. Pelaksanaan
program
6. Sumberdaya
yang dilibatkan
B. Lingkungan
Implementasi :
1. Kekuasaan,
kepentingan dan strategi aktor yang terlibat
2. Karakteristik
lembaga dan penguasa
3. Kepatuhan
dan daya tanggap
|
Hasil Kebijakan :
a.
Dampak pada masyarakat, individu dan
kelompok
b.
Perubahan dan penerimaan masyarakat
|
Mengukur
keberhasilan
|
Program
aksi dan proyek individu yang di desain dan didanai
|
Program
yang dilaksanakan sesuai rencana
|
Tujuan
Kebijakan
|
Sumber
: Nugroho. 2006.
2.
Model George C. Edward III
Selanjutnya
George C. Edward III dalam Subarsono (2005)
mengemukakan beberapa 4 (empat) variabel
yang mempengaruhi implementasi
kebijakan yakni
komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi. Keempat variabel
tersebut saling berhubungan satu sama lain.
(1) Komunikasi
Keberhasilan
implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus
dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan
kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi
implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau
bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan
terjadi resistensi dari kelompok sasaran.
(2) Sumberdaya
Walaupun isi kebijakan sudah
dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor
kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan
efektif. Sumberdaya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni
kompetensi implementor, dan sumberdaya finansial. Sumberdaya adalah faktor
penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumberdaya, kebijakan
hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.
(3) Disposisi
Disposisi adalah watak dan
karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran,
sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia
dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh
pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak
efektif.
(4) Struktur
Birokrasi
Struktur organisasi yang
bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting
dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard
operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor
dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung
melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini pada
gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.
Gambar 1.2
Komunikasi
|
Sumber Daya
|
Disposisi
|
Implementasi
|
Struktur Birokrasi
|
Sumber
: Subarsono.
2005.
3. Model Mazmanian
dan Sabatier
Selanjutnya
Mazmanian dan Sabatier dalam
Subarsono (2005) menjelaskan bahwa ada tiga
kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yakni :
1. Karateristik
dari masalah (tractability of the problems), indikatornya :
a. Tingkat
kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan;
b. Tingkat
kemajemukan dari kelompok sasaran;
c. Proporsi
kelompok sasaran terhadap total populasi;
d. Cakupan
perubahan perilaku yang diharapkan.
2. Karateristik
kebijakan / undang-undang (ability of statute to structure implementation),
indikatornya :
a. Kejelasan
isi kebijakan;
b. Seberapa
jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis;
c. Besarnya
alokasi sumberdaya financial terhadap kebijakan tersebut;
d. Seberapa
besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksana;
e. Kejelasan
dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana;
f. Tingkat
komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan;
g. Seberapa
luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi
kebijakan.
3. Variabel
lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation), indikatornya :
a. Kondisi
sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi;
b. Dukungan
publik terhadap sebuah kebijakan;
c.
Sikap dari kelompok pemilih
(constituency groups).
d. Tingkat
komitmen dan keterampilan dari aparat dan implementor
Gambar 1.3
Model Implementasi Model Mazmanidan dan Sabatier
Mudah / tidaknya
Masalah dikendalikan
1. Kesulitan
teknis
2. Keragaman
perilaku kelompok sasaran
3. Prosentase
kelompok sasaran dibanding jumlah populasi
4. Ruang
lingkup perubahan perilaku yang diinginkan
|
Kemampuan Kebijaksanaan untuk
Menstrukturkan Proses Implementasi
1. Kejelasan
dan konsistensi tujuan
2. Digunakannya
teori kausal yang memadai
3. Ketepatan
alokasi sumber daya
4. Keterpaduan
hierarki dalam dan di antara lembaga pelaksana
5. Aturan-aturan
keputusan dari badan pelaksana
6. Rekrutmen
pejabat pelaksana
7. Akses
formal pihak luar
|
Variabel diluar Kebijaksanaan yang
Mempengaruhi Proses Implementasi
1. Kondisi
sosio-ekonomi dan teknologi
2. Dukungan publik
3. Sikap
dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok pemilih
4. Dukungan
dari pejabat atasan
5. Komitmen
dan ketrampilan kepemimpinan pejabat-pejabat pelaksana
|
Tahap-tahap Dalam
Proses Implementasi (Variabel Tergantung)
|
Sumber : Subarsono.2005.
4. Model Donald S. Van Meter dan
Carl E. Van Horn
Van
Meter dan Van Horn dalam Subarsono (2005) menjelaskan bahwa ada 6
variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu :
1) Standar
dan sasaran kebijakan
Standar
dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur, sehingga tidak menimbulkan
interpretasi yang
dapat menyebabkan terjadinya konflik di antara para agen implementasi.
2) Sumber
daya
Kebijakan
perlu didukung oleh sumber daya, baik itu sumber daya manusia maupun sumber
daya non manusia.
3) Komunikasi
antar organisasi dan penguatan aktivitas
Dalam
berbagai kasus, implementasi sebuah program terkadang perlu didukung dan
dikoordinasikan dengan instansi lain agar tercapai keberhasilan yang
diinginkan.
4) Karateristik
agen pelaksana
Sejauhmana
kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan.
Termasuk didalamnya karateristik para partisipan yakni mendukung atau menolak,
kemudian juga bagaimana sifat opini
publik yang ada di lingkungan dan apakah elite politik mendukung implementasi
kebijakan.
5) Kondisi
sosial, ekonomi dan politik
Kondisi
sosial, ekonomi dan politik mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan.
6) Disposisi
implementor
Disposisi
implementor mencakup tiga hal penting, yaitu :
a. respons
implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk
melaksanakan kebijakan;
b.
kognisi, yakni pemahamannya
terhadap kebijakan;
c.
Intensitas
disposisi implementor yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.
Gambar 1.4
Model Implementasi Van Metter dan Van Horn
Aktifitas
Impelementasi dan Komunikasi antar organisasi
|
Standar dan
Tujuan
|
Sumber Daya
|
Karakteristik
Agen Pelaksana
|
Kondisi Ekonomi, Sosial dan Politik
|
Kecendurungan /Disposisi Pelaksana
|
Kinerja
Kebijakan Publik
|
Kebijakan
Publik
|
Sumber : Subarsono. 2005.
5.
Model G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli
Cheema dan Rondinelli dalam Subarsono (2008) menggambarkan empat kelompok variabel
yang dapat memengaruhi kinerja dan dampak suatu program antara lain (1). Kondisi lingkungan, (2). Hubungan antar organisasi, (3) Sumberdaya organisasi untuk implementasi
program, (4). Karakteristik dan kemampuan agen pelaksana.
Gambar 1.5
Model Implementasi Cheema dan Rondinelli
Hub.antar organisasi
1.
Kejelasan
dan konsistensi sasaran program
2.
Pembagian
fungsi antar instansi yang pantas
3.
Standardisasi
prosedur perencanaan, anggaran, implementasi dan evaluasi
4.
Ketepatan,
konsistensi dan kualitas komunikasi antar instansi
5.
Efektivitas
jejaring untuk mendukung program
|
Karakteristik & Kapabilitas
Instansi Pelaksana :
1.
Keterampilan
teknis, manajerial, & politis petugas
2.
Kemampuan
untuk mengkoordinasi, mengontrol, & mengintegrasikan keputusan
3.
Dukungan
dan sumberdaya politik instansi
4.
Sifat
komunikasi internal
5.
Hub.
Yang baik antara instansi dengan kelompok sasaran
6.
Hub.
Yang baik anatara instansi dengan pihak di luar pem & NGO
7.
Kualitas
pemimpin instansi yang bersangkutan
8.
Komitmen
petugas terhadap program
9.
Kedudukan
instansi dalam hirarki sistem administrasi
|
Kinerja
dan Dampak
1.
Tingkat
sejauh mana program dpt mencapai sasaran yg telah ditetapkan
2.
Adanya
perubahan kemampuan administratif pada organisasi lokal
3.
Berbagai
keluaran & hasil yang lain
|
Sumberdaya Organisasi
1.
Kontrol
terhadap sumber dana
2.
Keseimbangan
antara pembagian anggaran dan kegiatan program
3.
Ketepatan
alokasi anggaran
4.
Pendapatan
yang cukup untuk pengeluaran
5.
Dukungan
pemimpin politik pusat
6.
Dukungan
pemimpin politik lokal
7.
Komitmen
birokrasi
|
Kondisi Lingkungan
1.
Tipe
sistem politik
2.
Struktur
pemb.kebijakan
3.
Karakteristik
struktur politik lokal
4.
Kendala
sumberdaya
5.
Sosio
kultural
6.
Derajad
keterlibatan para penerima program
7.
Tersedianya
infrastruktur fisik yang cukup
|
Sumber
: Subarsono. 2005.
6.
Model Soren C. Winter
Winter dalam Peters
and Pierre memperkenalkan model
implementasi integratif (Integrated
Implementation Model). Winter berpendapat
bahwa keberhasilan implementasi kebijakan
dipengaruhi oleh formulasi kebijakan, proses implementasi
kebijakan, dan dampak/hasil implementasi
kebijakan itu sendiri.
Selanjutnya Winter
mengemukakan 3 (tiga) variabel yang mempengaruhi keberhasilan proses
implementasi yakni :
1. Perilaku
hubungan antar organisasi. Dimensinya adalah : komitmen dan koordinasi antar organisasi;
2. Perilaku
implementor (aparat/birokrat) tingkat bawah. Dimensinya adalah kontrol politik, kontrol organisasi dan etos kerja dan
norma-norma profesional
3. Perilaku
kelompok sasaran. Kelompok
sasaran tidak hanya memberi
pengaruh pada dampak kebijakan tetapi juga mempengaruhi kinerja aparat tingkat
bawah, jika dampak yang ditimbulkan baik maka kinerja aparat
tingkat bawah juga baik demikian dengan sebaliknya.
Perilaku kelompok sasaran meliputi respon positif atau negatif
masyarakat dalam mendukung atau tidak mendukung suatu kebijakan yang disertai adanya umpan balik berupa tanggapan
kelompok sasaran terhadap kebijakan yang
dibuat.
Gambar 1.6
Model Implementasi Soren
C. Winter
Policy formulation
-
Conflict
-
Symbolic policy
|
Implementation process
|
Organizational and
interorganizational implementation behavior
|
Street-level bureaucratic bahavior
|
Target group behavior
|
Policy
design
|
Performance
|
Outcome
|
Implementation results
|
Feedback
|
Socio-Economic Context
|
Sumber
: Winter dalam Peters and Pierre, 2003.
DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo. 2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Alfabeta : Bandung.
Dunn, William. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik ( Edisi
Kedua, Cetakan Kelima). Gadja Mada University : Yogyakarta.
Ekowati, Lilik Roro Mas. 2009. Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi
Kebijakan atau Program ( Suatu Kajian Teoritis dan Praktis ). Pustaka Cakra : Surakarta.
Irwan, Irmawati. 2009. Implementasi Kebijakan Sisduk Dalam Pemberdayaan
Masyarakat di Kabupaten Takalar. Tesis. Program Pascasarjana – Unhas.
Makassar.
Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi, Evaluasi. PT. Elex Media Komputindo : Jakarta.
_____________ 2006. Kebijakan Publik Untuk Negara-Negara Berkembang. PT. Elex Media Komputindo : Jakarta.
Peters, B. Guy and Jon Pierre. 2003. Handbook of Public Administration. SAGE Publications. London.
Rakhmat.
2009. Teori Administrasi dan Manajemen Publik. Penerbit Pustaka Arief. Jakarta.
Spencer,
Lyle M. & Spencer Signe M., 1993, Competence at Work, Jhon Wiley
& Sons Inc, New York.
Subarsono, AG. 2008. Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori dan
Aplikasi). Cetakan Ketiga. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.
Widodo. Joko. 2008. Analisis Kebijakan Publik (Konsep dan
Aplikasi Proses Kebijakan Publik) Cetakan Kedua. Bayumedia Publishing :
Malang.
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publlik Teori dan Proses, Edisi
Revisi. Media Pressindo : Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment