Friday, March 15, 2013

Modul 2 Perspektif Implementasi Kebijakan



PERSPEKTIF IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
Tinjauan Atas Variabel-Variabel Berpengaruh Atas
Kinerja Implementasi Kebijakan


Implementasi atau pelaksanaan merupakan langkah yang sangat penting dalam proses kebijakan. Tanpa pelaksanaan, suatu kebijakan hanyalah sekedar sebuah dokumen yang tak bermakna dalam kehidupan masyarakat (Abidin, 2002: 185) atau kebijakan-kebijakan hanya berupa impian atau rencana yang bagus, yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan (Udoji dalam Putra, 2001: 79). Pada titik ini, implementasi atau langkah pelaksanaan kebijakan menjadi sangat penting tetapi tidak berarti bahwa telah terlepas dari proses formulasi sebelumnya, artinya formulasi kebijakan makro yang ditetapkan berpengaruh pada keberhasilan implementasi kebijakan mikro, yaitu para pelaksana kebijakan dan kebijakan opersional serta kelompok sasaran dalam mencermati lingkungan, disamping itu ketidakjelasan kebijakan adalah sebab utama kegegalan pelaksanaan (Palumbo dalam Putra, 2001: 80).
Pelaksanaan sangat penting dalam suatu pemerintahan (Abidin, 2002: 58) dan mekanisme opersional kebijakan tidak hanya berkaitan dengan prosedur-prosedur teknis administratif belaka, tetapi juga berkaitan dengan masalah-masalah politik seperti konflik keputusan, dan tanggapan kelompok sasaran. Pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dalam analisis implementasi kebijaksanaan adalah Bagaimana cara kebijakan tersebut dilaksanakan? Bagaimana interaksi antara orang-orang atau kelompok-kelompok yang terlibat? Siapa yang secara formal diberi wewenang melaksanakan program dan siapa yang secara informal lebih berkuasa dan mengapa? Bagaiman cara atasan mengawasi bawahan dan cara mengkoordinasikan mereka? Bagaimana tanggapan dari target groups? (Santoso, 1993: 8).
Secara sederhana, implementasi merupakan tahapan yang menghubungkan
antara rencana dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, implementasi merupakan proses penerjemahan pernyataan kebijakan (policy statement) ke dalam aksi kebijakan (policy action) (Cooper, et.al., 1998: 185). Pemahaman seperti in berangkat dari pembagian proses kebijakan publik ke dalam beberapa tahap di mana implementasi berada di tengah-tengahnya.

 Implementasi juga dapat diartikan sebagai proses yang terjadi setelah sebuah produk hukum dikeluarkan yang memberikan otorisasi terhadap suatu kebijakan, program atau output tertentu. Implementasi merujuk pada serangkaian aktivitas yang dijalankan oleh pemerintah yang mengikuti arahan tertentu tentang tujuan dan hasil yang diharapkan. Implementasi meliputi tindakan-tindakan (dan non-tindakan) oleh berbagai aktor, terutama birokrasi, yang  sengaja didesain untuk menghasilkan efek tertentu demi tercapainya suatu tujuan (Ripley & Franklin, 1986: 4; Shafritz & Russell, 1997: 58).
Definisi yang lain diberikan oleh Malcolm L. Goggin, et.al. (1990). Dengan menggunakan pendekatan komunikasi, para penulis ini melihat implementasi sebagai suatu proses, serangkaian keputusan dan tindakan negara yang diarahkan untuk menjalankan suatu mandat yang telah ditetapkan. Implementasi, dalam pandangan mereka, sering disejajarkan dengan ketaatan (compliance) negara, atau suatu pemenuhan tuntutan prosedur hukum sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Implisit dalam pernyataan tersebut adalah tidak adanya modifikasi atau perubahan terhadap suatu keputusan kebijakan yang justru dapat bertentangan dengan maksud para pembuat kebijakan (Goggin, et.al., 1990: 34).
Hampir senada dengan pendapat-pendapat di atas, Merilee Grindle menyatakan bahwa implementasi pada dasarnya merupakan upaya menerjemahkan kebijakan publik – yang merupakan pernyataan luas tentang maksud, tujuan dan cara mencapai tujuan – ke dalam berbagai program aksi untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan dalam suatu kebijakan. Dengan demikian, implementasi berhubungan dengan penciptaan “policy delivery system” yang menghubungan tujuan kebijakan dengan output atau outcomes tertentu (Grindle, 1980: 6). Implementasi  kebijakan  merupakan  suatu  fungsi  dari  implementasi  program  dan  berpengaruh  terhadap  pencapaian  outcomenya. Oleh karena  itu  studi  terhadap proses implementasi  kebijakan  hampir  selalu  menggunakan  metode  investigasi  dan  analisis  dari aktivitas program.
Tujuan kebijakan pada prinsipnya adalah melakukan intervensi, oleh karena itu  implementasi kebijakan sebenarnya adalah tindakan (action) intervensi itu sendiri (Nugroho, 2003: 161). Bentuk intervensi dalam implentasi ini setidaknya melalui elemen-elemen berikut (Lineberry dalam Putra, 2001: 81), yaitu :
    1. Pembentukan unit organisasi baru dan staf pelaksana
    2. Penjabaran tujuan kedalam aturan pelaksanaaan (standard operating procedures)
    3. Koordinasi; pembagian tugas-tugas didalam dan diantara dinas-dinas/badan pelaksana
    4. Pengalokasian sumber-sumber daya untuk mencapai tujuan.
     Tahap implementasi kebijakan akan menempatkan kebijakan dalam pengaruh berbagai faktor dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan itu sendiri (Ali, 2001: 31). Yang dimaksudkan dengan faktor-faktor di sini adalah segala aspek yang sangat berpengaruh, dan karenanya menentukan, kinerja implementasi. Aspek-aspek tersebut perlu diidentifikasi secara  teoritis sehingga nantinya dapat diperoleh gambaran yang jelas mengenai penyebab tinggi atau rendahnya kinerja implementasi suatu kebijakan. 
Selama ini memang sudah terdapat beberapa tulisan yang mencoba mengidentifikasi faktor-faktor tersebut. Tulisan-tulisan tersebut cenderung berjalan sendiri-sendiri dalam menentukan variabel-variabel penentu kinerja implementasi (O’Toole, 1984: 182). Kendati demikian sudah ada kesadaran bersama akan meluasnya defisit implementasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor tersebut (Hill, 1997: 130). 

1.     Konteks dan Isi Kebijakan (Merilee Grindle)
Kajian klasik yang paling banyak dirujuk dalam literatur kebijakan sehubungan dengan tema di atas adalah apa yang disajikan oleh Merilee S. Grindle (1980). Oleh penulis ini dinyatakan bahwa proses implementasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang pada gilirannya  dapat mengganggu korespondensi antara kebijakan yang diadopsi dengan pelayanan (hasil) aktual yang diberikan kepada kelompok target. Secara garis besar penulis ini membedakan faktor-faktor tersebut ke dalam dua kelompok besar, yaitu faktor isi dan konteks kebijakan (policy content dan policy context).
Ke dalam kelompok isi kebijakan (policy content), Grindle memasukkan beberapa faktor penentu seperti kepentingan yang dipengaruhi, tipe keuntungan yang diharapkan, cakupan perubahan yang diupayakan, situs pembuatan keputusan, implementor program, dan  sumberdaya yang tersedia. Jika semua kepentingan benar-benar diperhitungkan dan diakomodasi maka suatu kebijakan dapat diimplementasikan dengan relatif berhasil. Suatu kebijakan juga relatif mudah diimplementasikan jika kebijakan tersebut memberikan keuntungan kolegial dan dapat langsung dirasakan daripada kebijakan yang hanya memberikan manfaat kepada kelompok tertentu dan hasilnya baru bisa dinikmati.
Sementara itu pada kelompok kedua, yaitu konteks kebijakan (policy context), Grindle memasukkan beberapa variabel seperti kekuasaan, kepentingan dan strategi para aktor yang terlibat, karakteristik rezim dan institusi, serta ketaatan dan tingkat daya tanggap. Aspek yang  terakhir ini sangat penting. Tanpa
Model Implementasi Grindle
 
responsivitas yang tinggi,  implementor akan kehilangan banyak informasi yang sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kebijakan.
 
 








2.     Faktor Teknis & Non Teknis  (Levitt)
Faktor-faktor yang mempengaruhi dapat dikelompokan kedalam faktor teknis, faktor administratif dan hubungan kerja antar organisasi atau antar instansi (Levitt dalam Abidin, 2002: 197-198). Faktor teknis antara lain berkenaan dengan:
a)     Kondisi teknis dari permasalahan yang dihadapi.
b)     Intensitas tingakt keparahan permasalahan, yang menunjukan tingkat bahaya atau resiko yang ditimbulkan oleh suatu masalah
c)      Tingkat penguasaan teknologi yang tersedia untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Faktor administratif meliputi aspek-aspek administrasi dari hal-hal yang berkaitan dengan konsep-konsep diatas:
a)     Status kebijakan
b)     Perlatan kebijakan yang dipakai
c)      Sistem administrasi dan lingkungan kerja yang ada
d)     Jangka waktu yang ditentukan dan yang diperlukan
Faktor hubungan kerja antar  instansi yang terkait, antara lain mencakup:
a)     Kepentingan pihak-pihak yang terkait
b)     Peran dan kekuasaan yang ada pada masing-masing intansi
c)      Teknik komunikasi yang dipakai

3.     Model Standar Kinerja Van Meter & Van Horn
Suatu kebijakan juga relatif mudah diimplementasikan jika kebijakan tersebut memberikan keuntungan kolegial dan dapat langsung dirasakan. Selain itu, semakin luas cakupan perubahan yang diupayakan oleh suatu kebijakan maka semakin sulit kebijakan tersebut  diimplementasikan. Karenanya, sejalan dengan pendapat Van Meter dan Van Horn (1975), suatu kebijakan lebih mungkin dapat diimplementasikan jika kebijakan tersebut tidak menuntut perubahan yang drastis dari kebijakan sebelumnya serta perubahan organisasional.
Situs pembuatan kebijakan juga memberikan pengaruh terhadap kinerja implementasi. Semakin menyebar situs implementasi suatu kebijakan, baik secara geografis maupun organisasional, maka semakin sulit  suatu kebijakan diimplementasikan.


Model Standar Kinerja Implementasi Meter dan Horn
 
 








Dari rangkaian pembahasan di atas, ada 3 teori penting sebagai sekedar penekanan yang dapat penulis ajukan. Pertama, implementasi kebijakan lebih merupakan proses politik daripada sebagai proses teknis murni. Kedua, kinerja implementasi suatu kebijakan pada dasarnya merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang dikenal sebagai faktor-faktor  penentu, baik di dalam maupun di luar struktur kebijakan. Dan ketiga, mengingat implementasi merupakan proses yang kompleks, maka kinerja implementasi kebijakan tidak hanya diukur dari output yang dihasilkan dari interaksi berbagai faktor  tersebut tetapi juga proses menghasilkan output tersebut. Dalam kaitan dengan kesimpulan ketiga ini, perhatian akan secara khusus diberikan kepada partisipasi dan kerjasama dengan stakeholders selama proses implementasi, kemampuan atau kreativitas untuk melakukan negosiasi, transparansi dalam pengelolaan kegiatan, serta keseusian antara jadwal dengan kegiatan.

Dari hasil tinjauan pustaka di atas, sebenarnya ada 3 variabel utama yang dianggap mempengaruhi kinerja (implementasi) suatu kebijakan. Dekomposisi yang
lebih rinci ke dalam berbagai kelompok variabel ataupun sub-variabel sebenarnya dapat ditelusuri dari dan dikembalikan kepada ketiga variabel utama tersebut. Ketiga variabel yang merupakan variabel independen tersebut adalah kebijakan, kapasitas organisasi dan lingkungan. Interaksi antara ketiga variabel tersebut dengan kinerja implementasi dapat dilihat pada Gambar di bawah ini. 

 




























DAFTAR PUSTAKA







Abidin, Said Zainal (2002) Kebijakan Publik, Jakarta : Yayasan Pancur Siwah.
Putra, Fadillah (2001) Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik, Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Nugroho, Riant (2003) Kebijakan Publik ; Formulasi, Implementasi, Evaluasi, Jakarta : Elex Media Komputindo.
Santoso, Amir (1993) ”Analisis Kebijaksanaan Publik” Dalam Jurnal Ilmu Politik (3), Jakarta : AIPI – LIPI & PT. Gramedia
Subarsono, AG, 2008. Analisis Kebijakan Publik : Konsep, Teori dan Aplikasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.


(bahan-bahan kuliah pasca 2009).

No comments:

Lagu Kei "WATAT"

NEN NEN O DEN BE O, NEN NEN O DEN BE O TANAT NA HU DANG BO NA EN SAR O NEN O MATAM DAN BE O, NEN O MATAM DAN BE O UM VAL WAHAM DO FO MLI...