PERSPEKTIF IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
Tinjauan
Atas Variabel-Variabel Berpengaruh Atas
Kinerja Implementasi Kebijakan
Implementasi atau pelaksanaan merupakan
langkah yang sangat penting dalam proses kebijakan. Tanpa pelaksanaan, suatu
kebijakan hanyalah sekedar sebuah dokumen yang tak bermakna dalam kehidupan
masyarakat (Abidin, 2002: 185) atau kebijakan-kebijakan hanya berupa impian
atau rencana yang bagus, yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak
diimplementasikan (Udoji dalam Putra, 2001: 79). Pada titik ini, implementasi
atau langkah pelaksanaan kebijakan menjadi sangat penting tetapi tidak berarti
bahwa telah terlepas dari proses formulasi sebelumnya, artinya formulasi
kebijakan makro yang ditetapkan berpengaruh pada keberhasilan implementasi
kebijakan mikro, yaitu para pelaksana kebijakan dan kebijakan opersional serta
kelompok sasaran dalam mencermati lingkungan, disamping itu ketidakjelasan
kebijakan adalah sebab utama kegegalan pelaksanaan (Palumbo dalam Putra, 2001:
80).
Pelaksanaan sangat penting dalam suatu
pemerintahan (Abidin, 2002: 58) dan mekanisme opersional kebijakan tidak hanya
berkaitan dengan prosedur-prosedur teknis administratif belaka, tetapi juga
berkaitan dengan masalah-masalah politik seperti konflik keputusan, dan
tanggapan kelompok sasaran. Pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dalam
analisis implementasi kebijaksanaan adalah Bagaimana cara kebijakan tersebut
dilaksanakan? Bagaimana interaksi antara orang-orang atau kelompok-kelompok
yang terlibat? Siapa yang secara formal diberi wewenang melaksanakan program
dan siapa yang secara informal lebih berkuasa dan mengapa? Bagaiman cara atasan
mengawasi bawahan dan cara mengkoordinasikan mereka? Bagaimana tanggapan dari target
groups? (Santoso, 1993: 8).
Secara sederhana,
implementasi merupakan tahapan yang menghubungkan
antara rencana dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Dengan kata lain, implementasi merupakan proses penerjemahan
pernyataan kebijakan (policy statement) ke dalam aksi kebijakan (policy action)
(Cooper, et.al., 1998: 185). Pemahaman seperti in berangkat dari pembagian
proses kebijakan publik ke dalam beberapa tahap di mana implementasi berada di
tengah-tengahnya.
Implementasi juga dapat diartikan sebagai
proses yang terjadi setelah sebuah produk hukum dikeluarkan yang memberikan
otorisasi terhadap suatu kebijakan, program atau output tertentu. Implementasi
merujuk pada serangkaian aktivitas yang dijalankan oleh pemerintah yang
mengikuti arahan tertentu tentang tujuan dan hasil yang diharapkan. Implementasi
meliputi tindakan-tindakan (dan non-tindakan) oleh berbagai aktor, terutama
birokrasi, yang sengaja didesain untuk
menghasilkan efek tertentu demi tercapainya suatu tujuan (Ripley &
Franklin, 1986: 4; Shafritz & Russell, 1997: 58).
Definisi yang lain diberikan oleh Malcolm L. Goggin,
et.al. (1990). Dengan menggunakan pendekatan komunikasi, para penulis ini
melihat implementasi sebagai suatu proses, serangkaian keputusan dan tindakan
negara yang diarahkan untuk menjalankan suatu mandat yang telah ditetapkan.
Implementasi, dalam pandangan mereka, sering disejajarkan dengan ketaatan
(compliance) negara, atau suatu pemenuhan tuntutan prosedur hukum sesuai dengan
waktu yang telah ditetapkan. Implisit dalam pernyataan tersebut adalah tidak
adanya modifikasi atau perubahan terhadap suatu keputusan kebijakan yang justru
dapat bertentangan dengan maksud para pembuat kebijakan (Goggin, et.al., 1990:
34).
Hampir senada
dengan pendapat-pendapat di atas, Merilee Grindle menyatakan bahwa implementasi
pada dasarnya merupakan upaya menerjemahkan kebijakan publik – yang merupakan
pernyataan luas tentang maksud, tujuan dan cara mencapai tujuan – ke dalam
berbagai program aksi untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan
dalam suatu kebijakan. Dengan demikian, implementasi berhubungan dengan
penciptaan “policy delivery system” yang menghubungan tujuan kebijakan dengan
output atau outcomes tertentu (Grindle, 1980: 6). Implementasi
kebijakan merupakan suatu fungsi dari
implementasi program dan berpengaruh
terhadap pencapaian outcome‐nya. Oleh karena
itu studi terhadap proses implementasi
kebijakan hampir selalu menggunakan metode
investigasi dan analisis dari aktivitas program.
Tujuan kebijakan pada prinsipnya adalah
melakukan intervensi, oleh karena itu
implementasi kebijakan sebenarnya adalah tindakan (action)
intervensi itu sendiri (Nugroho, 2003: 161). Bentuk intervensi dalam implentasi
ini setidaknya melalui elemen-elemen berikut (Lineberry dalam Putra,
2001: 81), yaitu :
- Pembentukan unit organisasi baru dan staf pelaksana
- Penjabaran tujuan kedalam aturan pelaksanaaan (standard operating procedures)
- Koordinasi; pembagian tugas-tugas didalam dan diantara
dinas-dinas/badan pelaksana
- Pengalokasian sumber-sumber daya untuk mencapai tujuan.
Tahap
implementasi kebijakan akan menempatkan kebijakan dalam pengaruh berbagai
faktor dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan itu sendiri (Ali, 2001: 31). Yang dimaksudkan dengan faktor-faktor di sini adalah
segala aspek yang sangat berpengaruh, dan karenanya menentukan, kinerja
implementasi. Aspek-aspek tersebut perlu diidentifikasi secara teoritis sehingga nantinya dapat diperoleh
gambaran yang jelas mengenai penyebab tinggi atau rendahnya kinerja
implementasi suatu kebijakan.
Selama ini memang sudah terdapat beberapa tulisan yang
mencoba mengidentifikasi faktor-faktor tersebut. Tulisan-tulisan tersebut
cenderung berjalan sendiri-sendiri dalam menentukan variabel-variabel penentu
kinerja implementasi (O’Toole, 1984: 182). Kendati demikian sudah ada kesadaran
bersama akan meluasnya defisit implementasi yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor tersebut (Hill, 1997: 130).
1. Konteks
dan Isi Kebijakan (Merilee Grindle)
Kajian klasik yang paling banyak
dirujuk dalam literatur kebijakan sehubungan dengan tema di atas adalah apa
yang disajikan oleh Merilee S. Grindle (1980). Oleh penulis ini dinyatakan
bahwa proses implementasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang pada
gilirannya dapat mengganggu
korespondensi antara kebijakan yang diadopsi dengan pelayanan (hasil) aktual
yang diberikan kepada kelompok target. Secara garis besar penulis ini
membedakan faktor-faktor tersebut ke dalam dua kelompok besar, yaitu faktor isi
dan konteks kebijakan (policy content dan policy context).
Ke dalam kelompok isi kebijakan
(policy content), Grindle memasukkan beberapa faktor penentu seperti
kepentingan yang dipengaruhi, tipe keuntungan yang diharapkan, cakupan
perubahan yang diupayakan, situs pembuatan keputusan, implementor program, dan sumberdaya yang tersedia. Jika semua
kepentingan benar-benar diperhitungkan dan diakomodasi maka suatu kebijakan
dapat diimplementasikan dengan relatif berhasil. Suatu kebijakan juga relatif
mudah diimplementasikan jika kebijakan tersebut memberikan keuntungan kolegial
dan dapat langsung dirasakan daripada kebijakan yang hanya memberikan manfaat
kepada kelompok tertentu dan hasilnya baru bisa dinikmati.
Sementara itu pada kelompok
kedua, yaitu konteks kebijakan (policy context), Grindle memasukkan beberapa variabel
seperti kekuasaan, kepentingan dan strategi para aktor yang terlibat,
karakteristik rezim dan institusi, serta ketaatan dan tingkat daya tanggap.
Aspek yang terakhir ini sangat penting.
Tanpa
|
2. Faktor
Teknis & Non Teknis (Levitt)
Faktor-faktor yang
mempengaruhi dapat dikelompokan kedalam faktor teknis, faktor administratif dan
hubungan kerja antar organisasi atau antar instansi (Levitt dalam Abidin, 2002:
197-198). Faktor teknis antara lain berkenaan dengan:
a) Kondisi teknis dari
permasalahan yang dihadapi.
b) Intensitas tingakt
keparahan permasalahan, yang menunjukan tingkat bahaya atau resiko yang
ditimbulkan oleh suatu masalah
c)
Tingkat penguasaan teknologi yang tersedia untuk mengatasi
permasalahan tersebut.
Faktor administratif
meliputi aspek-aspek administrasi dari hal-hal yang berkaitan dengan
konsep-konsep diatas:
a) Status kebijakan
b) Perlatan kebijakan yang
dipakai
c)
Sistem administrasi dan lingkungan kerja yang ada
d) Jangka waktu yang
ditentukan dan yang diperlukan
Faktor hubungan kerja
antar instansi yang terkait, antara lain
mencakup:
a) Kepentingan pihak-pihak
yang terkait
b) Peran dan kekuasaan yang
ada pada masing-masing intansi
c)
Teknik komunikasi yang dipakai
3. Model
Standar Kinerja Van Meter & Van Horn
Suatu kebijakan juga relatif
mudah diimplementasikan jika kebijakan tersebut memberikan keuntungan kolegial
dan dapat langsung dirasakan. Selain itu, semakin luas cakupan perubahan yang
diupayakan oleh suatu kebijakan maka semakin sulit kebijakan tersebut diimplementasikan. Karenanya, sejalan dengan
pendapat Van Meter dan Van Horn (1975), suatu kebijakan lebih mungkin dapat
diimplementasikan jika kebijakan tersebut tidak menuntut perubahan yang drastis
dari kebijakan sebelumnya serta perubahan organisasional.
Situs pembuatan kebijakan juga
memberikan pengaruh terhadap kinerja implementasi. Semakin menyebar situs
implementasi suatu kebijakan, baik secara geografis maupun organisasional, maka
semakin sulit suatu kebijakan
diimplementasikan.
|
|||
Dari rangkaian pembahasan di atas, ada 3 teori penting
sebagai sekedar penekanan yang dapat penulis ajukan. Pertama, implementasi
kebijakan lebih merupakan proses politik daripada sebagai proses teknis murni.
Kedua, kinerja implementasi suatu kebijakan pada dasarnya merupakan hasil
interaksi berbagai faktor yang dikenal sebagai faktor-faktor penentu, baik di dalam maupun di luar struktur
kebijakan. Dan ketiga, mengingat implementasi merupakan proses yang kompleks,
maka kinerja implementasi kebijakan tidak hanya diukur dari output yang
dihasilkan dari interaksi berbagai faktor
tersebut tetapi juga proses menghasilkan output tersebut. Dalam kaitan
dengan kesimpulan ketiga ini, perhatian akan secara khusus diberikan kepada
partisipasi dan kerjasama dengan stakeholders selama proses implementasi,
kemampuan atau kreativitas untuk melakukan negosiasi, transparansi dalam
pengelolaan kegiatan, serta keseusian antara jadwal dengan kegiatan.
Dari hasil tinjauan pustaka di atas, sebenarnya ada 3
variabel utama yang dianggap mempengaruhi kinerja (implementasi) suatu
kebijakan. Dekomposisi yang
lebih rinci ke dalam berbagai kelompok variabel
ataupun sub-variabel sebenarnya dapat ditelusuri dari dan dikembalikan kepada
ketiga variabel utama tersebut. Ketiga variabel yang merupakan variabel
independen tersebut adalah kebijakan, kapasitas organisasi dan lingkungan.
Interaksi antara ketiga variabel tersebut dengan kinerja implementasi dapat
dilihat pada Gambar di bawah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Said
Zainal (2002) Kebijakan Publik,
Jakarta : Yayasan Pancur Siwah.
Putra, Fadillah
(2001) Paradigma Kritis dalam Studi
Kebijakan Publik, Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Nugroho, Riant
(2003) Kebijakan Publik ; Formulasi, Implementasi, Evaluasi, Jakarta
: Elex Media Komputindo.
Santoso, Amir
(1993) ”Analisis Kebijaksanaan Publik” Dalam Jurnal Ilmu Politik (3),
Jakarta : AIPI – LIPI & PT. Gramedia
Subarsono,
AG, 2008. Analisis Kebijakan Publik : Konsep, Teori dan Aplikasi, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment