Saturday, December 18, 2010

Manajemen

Pengertian dan Definisi
Manajamen berasal dari bahasa Italia Maneggio yang sebenarnya berasal pula dari bahasa Latin Maneggiare dari kata Manus yang berarti tangan. Secara etimologi manajemen berasal dari katan Manage yang berarti memimpin dan mengawasi. Sehingga penegertian manajemen tersebut dapat diartikan sebagai tindakan atau seni pengurusan, mengatur, mengarahkan dan mengawasi.
Pengertian menurut John D. Millet dalam bukunya Management in Public Service manajemen adalah proses dan pemberian fasilitas kerja dari organisasi kepada orang – orang dari kelompok formal untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Menurut H. Koontz dan O’Donnel dalam bukunya Principles of management , manajemen adalah berhubungan dengan pencapaian sesuatu yang dilakukan melalui dan dengan orang lain. Menurut George R. Terry dalam bukunya Principles of Management, manajemen adalah suatu proses yang membedakan atas perencanaan dengan memanfaatkan baik ilmu maupun seni agar dapat menyelesaikan tujuan yang yang telah ditetapkan sebelumnya.

Unsur, Proses/Fungsi Manajemen
1. Organisasi
Adalah kelompok manusia yang dapat dikenal yang menyumbangkan usahanya terhadap tercapainya suatu tujuan. Organisasi sebagai sutau proses penataan, pengaturan, penyusunan usaha kerja sama dengan jalan mengelompokkan pekerjaan yang herus dilakukan, membagi tugas, menetapkan wewenang serta menyusun jalinan kerja diantara orang-orang tersebut.
2. Manajemen
Manajemen adalah aktifitas menggerakan segenap orang dan mengarahkan semua fasilitas yang ada untuk mencapai tujuan tertentu.
3. Komunikasi
Adalah sutau proses tentang penyampaian berita dari sumber ke suatu tujuan tertentu dalan rangkaian proses kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu.
4. Kepegawaian
Kepegawaian merupakan rangkaian kegiatan mengatur dan mengurus penggunaan tenaga kerja yang diperlukan.
5. Keuangan
Adalah rangkaian mengelolah dari segi pembiayaan sampai dengan pertanggungjawaban keuangan dalam usaha kerja sama
6. Perbekalan ( materiil )
Adakalanya perbekalan disebut materiil, perlengkapan, logistik, peralatan dan lainnya. Perbekalan adalah suatu proses mengurus barang-barang mulai dari menentukan perkiraan, menyediakan, mengatur pemakaian, pemeliharaan sampai dengan penyingkiran barang yang tidak digunakan lagi
7. Tata usaha
Adalah rangkain kegiatan menghimpun, mencatat, mengolah, mengadakan, mengirim dan menyimpan keterangan yang diperlukan dalm usaha kerja sama.
8. Perwakilan / hubungan masyarakat
Adalah rangkaian kegiatan menciptakan hubungan baik dan dukungan dari masyarakat sekeliling terhadap usaha kerja sama antara organisasi yang satu dengan yang lainnya.

Proses/Fungsi Manajemen
Pengertian proses berarti serangkaian tahap kegiatan mulai dari menentukan sasaran sampai berakhirnya sasaran atau tujuan, sedangkan fungsi adalah tugas atau kegiatan. Akan tetapi antara proses dan fungsi mempunyai pengertian yang sama.
Proses/fungsi manajemen menurut para hali sebagai berikut :
Willian H. Newman menyebut The Work of Administrastor/Manager (pekerjaan seorang manajer) dibagi menjadi 5 proses dengan istilah POASCO :
• Planning ( perencanaan )
• Organizing ( pengorganisasian )
• Assembling Resources ( Pengumpulan sumber )
• Supervising ( pengendalian kerja )
• Controlling ( pengawasan )
Dalton E. Mc. Farland menyebut fungsi pimpinan adalah POCO :
• Planning ( perencanaan )
• Organizing ( pengorganisasian )
• Controlling ( pengawasan )
F. W. Taylor menyebut fungsi manajer dengan istilah PDO :
• Planning ( perencanaan )
• Directing ( pembinaan kerja )
• Organizing work ( mengatur pekerjaan )
George R. Terry menyebut proses manajemen dengan sebutan POAC :
• Planning ( perencanaan )
• Organizing ( pengorganisasian )
• Actuating ( penggerakan pelaksanaan )
• Controlling ( pengawasan )

Sarana Manajemen
Sarana-sarana manajemen dikenal dengan istilah 6 M sebagai berikut :
1. Man ( manusia )
Manajemen yang baik tentu membutuhkan pula manusia yang qualified yaitu mempunyai pendidikan yang baik tentang manajemen, berpengalaman, bermental dan bermoral baik
2. Money ( uang )
Uang adalah faktor yang sangat vital dalam pelaksanaan manajemen demi kelancaran proses pencapaian tujuan.
3. Material( materi )
Faktor material dalam manajemen merupakan hal yang tidak kalah penting, tanpa adanya material yang memadai maka akan menghambat kegiatan administrasi
4. Method ( cara kerja )
Metode atau cara kerja dalam rangka pelaksanaan kegiatan diusahakan agar metode tersebut dilakukan dengan usaha agar pekerjaan tersebut diselesaikan dengan secepatnya dengan biaya yang serendah-rendahnya dengan penggunaan material yang sedikitnya adalah penting untuk efisiensi sehingga kelancaran administrasi dapat terjamin

5. Machine ( mesin )
Mesin adalah faktor pendukung yang dibutuhkan dalam kelancaran pelaksanaan kegiatan administrasi sekaligus mempermudah dan memperlancar kegiatan manusia
6. Market ( pasar )
Pasar dari administrasi atau manajemen adalah masyarakat. Apabila dalam pelaksanaan administrasi masyarakat mendapat pelayan yang baik maka tentunya proses administrasi/manajemen juga berhasil dengan demikian sebaliknya.

Macam-Macam Analis Kebijakan Dan Analisis Kebijakan

Ada berbagai orang yang terlibat dalam analisis kebijakan, seorang anallis kebijakan haruslah orang yang independen atau tidak terikat dengan pembuat kebijakan manapun sehingga dalam menganalis sebuah kebijakan akan betul-betul dianalis sesuai dengan kebutuhan. Fokus dan perhatian analisis kebijakan antara lain :
- Mengkaji masalah dan hubungan antara masalah dan kebijakan publik tersebut.
Kebijakan yang dibuat sudah barang tentu tidak semuanya berjalan mulus dan rentan dengan adanya masalah didalamnya sehingga perlu dianalisis apa saja masalah yang timbul atas kebijakan tersebut dan solusi apa yang tepat untuk masalah tersebut. Beberapa hal dapat dilihat dari hadirnya kebijakan yang bermasalah misalnya kebijakan penggunaan tabung gas sebagai pengganti bahan bakan minyak yang mengakibatkan sekian nyawa melayang, perlu lagi dikaji apa masalahnya sehingga hal itu menimbulkan masalah, apa perlu kebijakan baru atau tetap dilanjutkan karena dalam masyarakat bom waktu itu setiap saat dapat terjadi.
- Mengkaji isi dari kebijakan
Isi dari kebijakan tetap harus dikaji sebelum betul-betul diterapkan karena tidak semua daerah, kondisi sosial masyarakat, dan kelompok tertentu menyetujui isi kebijakan, sehingga perlu sebuah kajian yang mendalam apa saja yang paling tepat dalam sebuah kebijakan.
- Mengkaji apa yang dilakukan dan tidak dilakukakan oleh pembuat keputusan dan kebijakan
Kajian terhadap apa yang dilakukan dan tidak dilakukan menjadi fenomena yang akhir-akhir ini terjadi di Indonesia, ketika pembuat keputusan dan kebijakan tidak melaksanakan apa yang harus dilakukan maka timbul gerakan yang menuntut agar adanya perhatian terhadap apa yang seharusnya dilakukan. Disinilah analisis kebijakan harus betul-betul menganalisis apa saja yang diperlukan sehingga dapat menjadi check and balance bagi pembuat keputusan dan kebijakan dalam melaksanakan program.
- Mengkaji konsekuensi kebijakan dari segi output dan hasilnya
Konsekuensi atas hadirnya sebuah kebijakan harus dapat dianalisis sedini mungkin sebagai langkah dalam menentukan output kebijakan yang berdampak pada kepuasan terhadap hasil dari kebijakan tersebut. Ini memungkinkan diminimalisirnya konflik atau keraguan yang timbul sebagai akibat atas lahirnya kebijakan tersebut.
Dalam konsep Harold Laswell tentang analis/ilmuwan kebijakan meliputi sejumlah peran dan tipe hal ini dikuatkan dengabn pendapat Merelman (1981:492) mengkarakteristikan sebagai berikut :
- Dokter bagi personalitas politik
- Insinyur sosial
- Pengumpul intelegensi
- Advokat kebijakan
- Mahasiswa administrasi publik
Analis kebijakan memiliki latar belakang pendidikan formal yang berbeda-beda, hal ini yang berujung pada banyaknya para analisis kebijakan di berbagai bidang mulai dari bidang sosial, ekonomi, hokum, sosiologi, geografi, ilmu lingkungan dan sebagainya. Umumnya analisis kebijakan berada pada area dimana mereka dapat dengan mudah mengkaji dan menganalisis sebuah kebijakan antara lain pada :
- Universitas bagi pada akademisi yang mengkaji masalah dan proses kebijakan.
Biasanya para akademisi ditunjuk oleh pembuat kenputusan karena dianggap mempunyai kapabilitas dan pemahaman yang cukup sesuai dengan bidang kajian dan dianggap memiliki netralitas dalam memberikan masukkan terhadap pembuat keputusan dan kebijakan;
- Institusi penelitian independent dan think-tanks;
Institusi peneliti ini biasa bersfat independen dalam mengkaji atau menganalisis sebuah kebijakan guna dijadikan masukkan bagi pembuat kebijakan untuk diadakan penyempurnaan dan perbaikan terhadap kebijakan yang ada.
- Unit dalam lembaga kebijakan
Biasa terdiri dari staff ahli yang bertanggung jawab melakukan penelitian didalam pemerintah, agen pemerintah dan lembaga publik kemudian memberikan pertimbangan dan masukkan bagi pembuat kebijakan untuk dilakukan perbaikan;
- Interest group atau kelompok kepentingan
Mereka ini biasanya mempengaruhi kebijakan dengan melakukan monitoring kebijakan kemudian memunculkan ide-ide baru yang sesuai dengan kepentingan kelompok mereka dan mengajukan kepada pembuat kebijakan sebagai alternative kebijakan yang baru;
- Partai politik
Pada partai politik pada umumnya memiliki departemen sendiri dalam organisasinya yang bertugas untuk melakukan penelitian sebuah riset kebijakan dan pembangunan yang selanjutnya akan digunakan sebagai penekan bagi pemerintah apabila dalam pelaksanaan kebijakan tidak sesuai dengan apa yang seharusnya dilaksanakan. Proses ini melahirkan kepentingan bagi partai politik itu sendiri baik dalam pemerintahan maupun untuk kelangsungan partainya kedepan.
- Konsultan lepas
Mereka ini tidak terikat pada lembaga manapun dan melakukan riset berdasarkan kontrak atau imbalan. Ini agak sedikit diragukan karena bisa jadi dalam proses analisisisnya tidak sesuai dengan kebutuhan oleh karena hasil analisisnya berpengaruh pada kontrak atau imbalan.

Sumber Bacaan :
Parsons, Wayne. 2006. Publik Policy, Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Kencana. Jakarta.

Pembuatan Keputusan

Pendekatan pembuatan keputusan terbagi dalam enam pendekatan dan variannya antara lain :
a. Model Elit
Model ini berpendapat bahwa kekuasaan berada pada sekelompok orang atau kelompok tertentu saja, sehingga dalam perumusan dan pembuatan keputusan mereka hanya lebih mengutamakan kepentingannya sendiri. Model ini berasal dari ilmu sosial modern yang berakar pada dua ahli asal italia Mosca dan Pareto. Marx menambahkan elitisme dalam masyarakat tidak dapat dihindari maka masyarakat tanpa kelas merupakan mitos dan demokrasi hanya sekedar pura-pura. Elitisme dalam proses kebijakan hanya akan menimbulkan perbedaan pendapat dan kecemburuan, jika hal ini benar maka ide demokrasi bahwa pemerintahan ada dalam tangan rakyat hanyalah sebuah slogan semata.
b. Pendekatan Pluralisme
Charles Lindblom dan Dahl (1950-1953) menyimpulkan bahwa proses pembuatan keputusan dibiaskan demi keuntungan pihak yang kuat dan dimanfaatkan oleh pihak yang kurang kuat. Pandangan lain muncul tahun 1960 yang berpendapat bahwa kekurangan dalam masyarakat demokrasi bisa dikurangi dan diperbaiki dengan beralih ke proses politik yang berbasis pengetahuan dimana pembuatan keputusan akan lebih rasional berdasarkan banyaknya informasi.
c. Marxisme lama dan baru
Miliband mengatakan bahwa Negara dalam masyarakat kapitalis merupakan instrument kelas penguasa yang mengatur Negara demi kepentingan kelas itu sendiri. Teori dual state menyatakan bahwa Negara dalam masyarakatkapitalis berusaha untuk menata pembuatan kebijakan agar kebijakan yang berkaitan eart dengan kepentinnngan capital dapat diatur dengan ketat dan dikonsentrasikan pada pembuatan keputusan Negara yang lebih tinggi.
d. Korporatisme
Korporatisme mengandung teori tentang masyarakat yang didasarkan pada pelibatan kelompok dalam proses pembuatan kebijakan Negara sebagai mode untuk mengatasi konflik kepentingan antar buruh dan capital. Wyn Grant mengungkapkan definisi korporatisme dengan melibatkan intermediasi dan negosiasi sebagai proses pembuatan kebijakan melalui kolaborasi organisasi.
e. Profesionalisme
Fokus utama pendekatan ini adalah bagaimana para elit professional mendapatkan kekuasaan dalam pembuatan keputusan dan dalam implementasi kebijakan didalam demokrasi liberal. Kelompok profesionalisme punya peran besar dalam mempengaruhi implementasi kebijakan. Patrick Dunleavy (1980) menyebutkan ketika berhadapan dengan kalangan professional, warga tidak akan mempengaruhi dalam pembuatan keputusan. Salah satu kasus yang dapat dimunculkan adalah kebijakan kesehatan dimana kebijakan sepenuhnya berada pada pembuat kebijakan karena pemahaman akan problem lebih dipahami oleh pembuat kebijakan seperti dikemukakan oleh R.R Alford (1975).
f. Teknokrasi
Model ini menganggap masyarakat sebagai entitas yang bergerak menuju aturan berdasarkan rasionalitas ilmiah yang merupakan ide dari para ahli seperti Cournt, Saint Simon dan Comte. Dalam tesisnya Daniel Bell mengatakan bahwa dalam masyarakat, pengetahuan mempunyai peranan yang besar karena pembuatan keputusan akan dipengaruhi oleh pengetahuan teknis yang penting untuk memahami dunia modern.

Sumber Bacaan :

Parsons, Wayne. 2006. Publik Policy, Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Kencana. Jakarta.


Agenda Kebijakan, Opini Publik Dan Kebijakan Publik

Pendekatan kebijakan adalah penelitian yang berfokus pada problem, bagaimana problem disusun dan dipikirkan, bagaimana problem itu menjadi isu dalam agenda kebijakan. Sebelum menjadi kebijakan ada sejumlah pendekatan yang digunakan yakni pendekatan problem sosial antara lain :

a. Pendekatan Positivis

Pendekatan ini berkembang awal abad 19 dan menjadi awal analisis kebijakan modern. Beberapa ahli menggunakan pendekatan ini untuk mempengaruhi pembuat kebijakan seperti Charles Booth (1840-1916) yang menggunakan sains untuk memecahkan problem sosial dengan memberikan solusi bagi masyarakat yang kurang beruntung. Karya Booth menjadi tonggak utama kebijakan di Inggris. Selain Booth ada juga Seebohm Rowntree (1871-1954) dia mendefinisikan kemiskinan dengan menggunakan istilah “garis kemiskinan”, riset Rowntree ini membuat para pembuat kebijakan menyadari adanyaproblem sosial yang berkembang didalam masyarakat sehingga akan sangat memudahkan bagi pembuat kebijakan dalam menyusun agenda kebijakan yang dibuat untuk kepentingan publik tersebut.

b. Pendekatan Sosiologis

Emile Durkheim memandang problem sebagai sesuatu yang fungsional dalam sistem sosial. Persoalannya adalah bagaimana menjaga agar tidak terjadi penyimpangan besar-besaran dalam masyarakat sehingga dapat menjadi patokan dalan menyusun hal-hal yang dapat dianggap sebagai kriteria dari suatu problem. Selain Durkheim ada juga Talcott Parsons yang menganalisis masyarakat yang cenderung ekuilibrium, dari perspektif ini problem sosial merupakan penyesuaian dan kemungkinan disfungsi dari sistem sosial.

Kebijakan berkaitan dengan pengenalan problem, bagaimana problem didefinisikan dan bagaimana para pembuat kebijakan menangani isu tersebut. Kebijakan lahir atas isu yang muncul dari publik dan diangkat sebagai agenda kebijakan yang selanjutnya akan diformulasikan.

Sesuatu yang menjadi isu menarik pembuat kebijakan terkait erat dengan isu yang berkaitan dengan opini publik, sebuah kebijakan publik lahir sudah barang tentu mempertimbangkan opini publik yang membutuhkan adanya kebijakan tersebut. Hal ini yang selanjutnya dapat dikatakan bahwa opini publik dalam dunia sosial dan politik mirip dengan permintaan konsumen dalam pasar ekonomi yang mana kegiatan ekonomi akan terjadi apabila ada suatu penawaran dan sudah barang tentu disetai dengan pembelian. Pun demikian adanya dengan pembuatan suatu kebijakan akan disertai dahulu dengan proses tawar menawar yang dalam artian kebijakan tersebut lahir dari adanya sebuah permintaan publik yang menginginkan suatu perubahan sehingga selanjutnya menjadi opini publik.

Dalam demokrasi seorang bisa mengatakan bahwa kebijakan publik adalah suatu fungsi dari opini publik, ini turut mempertegas bahwa kebijakan publik adalah output atas opini publik yang lahir dari permintaan publik terhadap kebijakan sebagaimana dimaksud diatas. Argument yang menyatakan agenda kebijakan sangat dipengaruhi oleh opini publik adalah benar adanya sebab dalam penyusunan agenda setting untuk menentukan sebuah kebijakan haruslah tetap memperhatikan opini publik antara lain apa saja yang diperlukan atau menjadi faktor-faktor timbulnya permintaan terhadap kebijakan sebab kebijakan yang baik adalah kebijakan yang lahir atas permintaan dan kebutuhan masyarakat itu sehingga kekuatan publik diperkuat oleh fakta bahwa opini diukur dan diperlakukan dengan penuh perhatian oleh pembuat kebijakan sehingga akan lahir suatu kebijakan yang betul-betul diperlukan masyarakat.

Hal ini berbeda dengan Negara Prancis misalnya, disana tidak banyak perhatian terhadap opini publik, tidak ada badan pembuat undang-undang serta tidak ada komentar bebas pada Koran atau majalah (Gunn, 1989:251). Berbanding terbalik dengan Negara demokrasi yang memberikan kebebasan kepada warganya untuk menyalurkan pedapat dan berinteraksi semacam Indonesia yang bebas dalam memberikan masukkan dan pengawasan langsung terhadap proses kebijakan mulai dari proses agenda setting hingga proses evaluasi terhadap sebuah kebijakan.

Tahun 1970-an muncul fokus baru terhadap dampak dari media terhadap proses politik dan hubungan antara media dengan opini publik dan kebijakan publik. McCombs dan Shaw menyimpulkan bahwa media berperan penting dalam penentuan agenda yakni mempunyai kekuatan untuk menentukan topik mana yang akan didiskusikan. Dalam proses agenda setting selain lembaga swadaya masyarakat, partai politik dan interest group, peran media sangat sentral dalam memberikan pemahaman dan masukkan terhadap isu kebijakan yang muncul dari bawah. Robert Mayer mengkaji peran media dalam dua model guna pembentukan agenda setting yakni :

1. Model satu arah (unidirectional)

2. Model banyak arah (multidirectional)

McCombs dan Shaw mengusulkan kerangka pemikiran yang menyatakan bahwa media mempengaruhi pandangan publik terhadap isu yang dianggap penting. Semakin besar perhatian yang diberikan kepada sebuah isu, semakin besar kemungkinan publik untuk menganggapnya sebagai agenda setting dan sebaliknya.

Model ini memberikan gambaran pentingnya media dalam penentuan agenda setting sebuah kebijakan, namun model ini dianggap kurang memberikan penjelasan tentang pengaruh media terhadap agenda personal dari audien artinya bahwa ada keraguan dari hubungan media dan publik dalam mengembangkan suatu isu sebab isu yang lahir oleh media sering tidak menjadi refresentasi dari keinginan masyarakat atau dengan kata lain media mengambil secara acak padahal belum tentu isu yang muncul benar-benar menjadi sebuah opini publik.

Cobb dan Elder mengungkapkan bahwa isu akan tercipta lewat beberapa kemungkinan :

1. Isu dibuat oleh partai politik berkepentingan

2. Isu dibuat untuk kepentingan personal atau kelompok tertentu

3. Isu tercipta akibat suatu peristiwa yang tak terduga

4. Isu dibuat oleh orang yang ingin perbaikan.

Model lain yang mengkaji tentang isu sebagai bagian awal dari agenda setting dan formulasi kebijakan adalah Model Downs (1972) yang membagi dalam beberapa tahap antara lain :

a. Tahap I ; pakar dan pembuat kebijakan mungkin telah menyadari problem, mungkin memiliki pengetahuan tentang problem, namun belum ada perhatian publik.

Munculnya sebuah kebijakan terkadang menjadi sebuah kontroversi untuk siapa kebijakan tersebut lahir, isu apa yang mendasarinya, dan apa impact dari kebijakan tersebut. Pakar dan pembuat kebijakan awalnya telah mengetahui hal tersebut hingga memprediksi apa saja yang harus dilakukan sesuai dengan tingkat pemahaman dan pengetahuan mereka namun adanya suatu keinginan timbale balik sehingga problem yang seharusnya telah menjadi kejian kebijakan tidak dikemukakan. Adanya interest group sangat mempengaruhi lahirnya isu kebijakan, bahwa interest group ataupun partai politik tetap mempunyai kepentingan yang besar dalam hadirnya kebijakan sehingga hal ini yang sering menjadi kendala lahirnya isu kebijakan baru.

b. Tahap II ; muncul kewaspadaan dan euphoria antusiasme

Munculnya masalah dalam publik memungkinkan munculnya desakan publik agar pemerintah melakukan tindakan yang dapat menopang adanya masalah tersebut. Down (1972) mencontohkan adanya bencana atau kejadian yang menimbulkan perhatian terhadap isu tersebut. Maka pembuat kebijakan harus menanggapi adanya isu atau opini publik tersebut untuk selanjutnya di agendakan dan diformulasikan dalam suatu kebijakan.

c. Tahap III ; menghitung biaya dan keuntungan

Hadirnya kebijakan tentu bertujuan untuk menjawab apa yang menjadi isu dari problem tersebut. Maka perhitungan terhadap biaya yang muncul akibat adanya problem dilakukan sebagai upaya perbaikan terhadap berbagai hal yang dianggap dapat menjawab kebutuhan publik.

d. Tahap IV ; penurunan perhatian terhadap isu

Bangsa yang sedang berkembang membutuhkan perhatian dan penanganan yang serius dalam proses pembangunan. Maka tidak mengherankan ketikan proses pembangunan berjalan terus menjadikan tiap saat akan muncul isu-isu baru yang mengalihkan perhatian publik terhadap isu lama. Akibatnya terjadi penuruan perhatian terhadap isu-isu lalu yang muncul dari publik. Siklus ini akan terus berputar seiring perkembangan dari waktu ke waktu.

e. Tahap V ; hilangnya perhatian.

Fase ini dinamakan pasca problem dimana isu yang muncul tidak lagi menjadi perhatian publik dan dengan hadirnya isu baru maka perlahan isu lama akan menghilang dan tidak lagi dijadikan sebagai agenda setting dan agenda kebijakan.

Sumber Bacaan :

Parsons, Wayne. 2006. Publik Policy, Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Kencana. Jakarta.

Lagu Kei "WATAT"

NEN NEN O DEN BE O, NEN NEN O DEN BE O TANAT NA HU DANG BO NA EN SAR O NEN O MATAM DAN BE O, NEN O MATAM DAN BE O UM VAL WAHAM DO FO MLI...